Dr. Ira Alia Maerani, M.H. Â Dan Muhammad Yunus Saputra Pratama
Agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat pada diri manusia, oleh karena itu ilmu agama akan selalu tumbuh dan akan tetap menjadi arah penting perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Â
Meskipun perubahan sosial mengubah orientasi dan pentingnya agama, mereka mulai mengingkari keberadaannya. Dengan demikian, studi agama akan selalu tumbuh dan tetap menjadi subjek studi yang penting seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Karena prevalensi agama di masyarakat, studi tentang masyarakat tidak akan lengkap jika agama tidak dianggap sebagai salah satu faktor.
Diskusi tentang agama, kepercayaan, dan masyarakat tidak pernah berakhir seiring dengan perkembangan masyarakat. Dan dalam istilah teologis, sosiologis dan antropologis, agama dapat dipandang sebagai alat untuk memahami dunia.Â
Dalam konteks keagamaan ini, hampir mudah untuk membuat asumsi ini. Ini secara teologis terkait dengan sifat agama yang ada di mana-mana.Â
Yakni, agama, melalui simbol atau nilai-nilainya, bahkan dapat membentuk struktur sosial, budaya, ekonomi dan politik, serta kebijakan publik. Ciri-ciri tersebut berarti bahwa dimanapun agama ditemukan diharapkan menjadi tolak ukur nilai bagi seluruh kehidupan manusia, baik sosial, budaya, ekonomi maupun politik.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang heterogen dan multidimensi. Multikulturalisme, terutama karena perbedaan suku, agama, dan bahasa, merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Pluralisme ini antara lain disebabkan oleh perbedaan etnis, status sosial, pengelompokan organisasi politik dan keagamaan. Dengan berkembangnya studi agama, banyak definisi agama yang dikemukakan oleh para ahli teori agama, namun tidak ada kesepakatan di antara mereka.Â
Beragamnya definisi agama tergantung dari sudut pandang mana para teoretisi memandang agama.Â
Dari sudut pandang teori struktural-fungsional, masyarakat dipahami sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dan terkait dalam keseimbangan, perubahan di satu bagian juga menyebabkan perubahan di bagian lain.Â
Agama merupakan salah satu subsistem sosial yang ada dalam masyarakat, tentunya dalam konteks ini agama memegang peranan penting dalam masyarakat. Padahal, sebagai subsistem sosial, agama tetap eksis dan berperan penting dalam mendorong terwujudnya kerukunan sosial.
Perbedaan budaya, budaya dan tradisi daerah dengan daerah lain juga memunculkan karakter lain. Ini adalah salah satu kekayaan bangsa kita yang terdiri dari banyak suku yang tersebar di berbagai daerah.Â
Masyarakat Indonesia yang sangat pluralistik, tidak saja terisolir oleh budaya dan karakter yang berbeda, tetapi juga oleh berbagai aliran pemikiran dan pemahaman pelaksanaan ajaran Islam (hilafiya). Bahkan perbedaan organisasi dakwah Islam bisa menjadi jurang dan sumber konflik.Â
Realitas ini sendiri menjelaskan bagaimana para pemuka agama dan ulama kita telah gagal mentransformasikan nilai-nilai Islam ke dalam jiwa ummat ini, sehingga menjadi penghubung yang kuat di antara mereka. Bersikap toleran dan terbuka terhadap apa yang belum disepakati dan bekerja sama atas apa yang telah disepakati.
Lebih ironis lagi, tokoh yang patut diteladani dan layak tampil sebagai penghubung karena posisinya sebagai tokoh agama justru berada dalam arus konflik. Padahal, itu adalah pemicu konflik dalam tubuh manusia.Â
Kita dapat menyaksikan tragedi memilukan ini di banyak organisasi atau partai Islam (atau hanya dipimpin oleh para pemimpin Islam).Â
Agaknya, para pahlawan di dalamnya mengatasi masalah internal mereka dengan lebih baik. Ini adalah hal terbaik yang harus dilakukan sebelum menciptakan kembali diri Anda sebagai pribadi yang tampaknya mampu mengatasi masalah bangsa dan negara yang lebih besar dan kompleks.
Dalam konteks Indonesia yang majemuk, agama seharusnya tidak hanya menjadi ruh yang mengarahkan energi positif keagamaan kepada seluruh tindakan penduduknya, tetapi juga harus menjadi perekat sosial, penggerak konsolidasi, persatuan dan kesatuan bangsa guna mewujudkan cita-cita. cita-cita bangsa dan agama.Â
Islam sepenuhnya dan benar-benar tunduk pada perintah agama. Ketika berhadapan dengan perintah agama atau Tuhan, kepentingan pribadi, cinta keluarga, harta benda dan posisi, serta kepentingan lainnya, diturunkan ke latar belakang.
Kemuliaan dan perlindungan manusia sangat penting dalam Islam. Tugas menjaga jiwa bukan hanya untuk mempertahankan kehidupan, tetapi juga untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia dalam rangka melestarikan esensi kemanusiaan, yang merupakan proses untuk pembangunan berkelanjutan di Bumi dan misinya sebagai Khalifah Allah di Bumi telah menjadi nyata.Â
Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa orang yang tidak bermusuhan tidak boleh bermusuhan. Dulu, Nabi Muhammad SAW hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Padahal, Piagam Madinah diciptakan untuk menunjukkan keragaman Muslim dan Yahudi.
Negara ini membutuhkan orang tua yang tidak hanya peduli dengan pengasuhan dan pengembangan karakter anak-anaknya, tetapi juga terlibat secara aktif atau langsung.Â
Bangsa ini membutuhkan guru yang tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswanya, tetapi juga menjadi panutan, menginspirasi, memotivasi, membimbing siswanya untuk menemukan potensinya, membangkitkan rasa ingin tahunya dan menumbuhkan sikap kritis pada siswa. Bangsa ini membutuhkan orang-orang yang tidak hanya peduli, tetapi juga aktif membantu menciptakan suasana pendidikan dan pembentukan karakter dengan contoh kolektif dan masif.
Dr. Ira Alia Maerani, M.H., dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Semarang; Muhammad Yunus Saputra Pratama, mahasiswa Fakultas Teknologi Industri (FTI) Prodi Teknik Informatika UNISSULA, Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H