Mohon tunggu...
muhammad yunus
muhammad yunus Mohon Tunggu... -

advokat pada Yunus&mitra, Bandarlampung.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa

26 Desember 2011   11:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:44 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai sebuah kejahatan, untuk konteks Indonesia, korupsi masuk dalam kategori sebuah tindak kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Untuk penanggulangan dan pemberantasan perkara korupsi, pada prinsipnya Indonesia telah memulai langkah positif dengan mengeluarkan berbagai regulasi (kebijakan maupun peraturan perundang-undangan) perihal pemberantasan korupsi.

Salah satu kebijakan tersebut adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang selanjutnya diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang tersebut, korupsi secara umum dimaknai sebagai suatu bentuk perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan atau perekonomian negara; yang secara lebih lanjut dinyatakan bahwa korupsi adalah:


  1. Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2);
  2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara (Pasal 3);
  3. Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri mengingat kekuasaan atau wewenangnya yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji yang dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 13).

Korupsi dikatakan sebagai kejahatan luar biasa, sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan Konvensi PBB tentang Anti-Korupsi, karena masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat begitu besar. Korupsi dapar merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan, serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum; sehingga untuk pemberantasannya diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif dan multidisipliner. Oleh karenanya sangatlah perlu untuk memperkuat kapasitas dan peningkatan kemampuan lembaga yang berwenang untuk mencegah dan memberantas korupsi secara efektif.

Korupsi dan KPK

Tahun 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk. Komisi ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sesuai UU No. 30 Tahun 2002, KPK mempunyai tugas;


  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang :


  1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
  5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Dalam perjalanannya, KPK telah banyak melakukan proses penindakan terhadap para pelaku korupsi. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, di era pemerintahan SBY justru KPK seperti mengalami pelemahan yang bersifat sistematis. Dimulai dari dijebloskannya pimpinan KPK Antasari azhari ke dalam penjara karena dituduh melakukan pembunuhan dengan motif syahwat. Lalu ditahannya Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah oleh kepolisian karena dituduh menerima suap, hingga tudingan yang dilakukan oleh M. Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat, yang menyatakan telah menyuap pimpinan dan pegawai KPK. Termasuk juga komentar dari Marzuki Ali (Ketua DPR dari Partai Demokrat) dan Fachri Hamzah (Anggota DPR dari Partai PKS) untuk membubarkan KPK.

Korupsi pada Pemerintahan Lokal

Pada tingkat lokal, dalam hal ini prilaku korupsi dengan aktor para pejabat Pemerintah Daerah, sejaktahun2002lalutelahterjadigelombangpengungkapankasus dugaan korupsi DPRDdiberbagai daerah berawaldari maraknya pemberitaantentang korupsi DPRD propinsi Sumatera Barat danmenjalar ke berbagai wilayahlain sepertiSulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Lampung dan kemudian hampir merata di berbagai wilayah Indonesia lainnya. Belakangankecenderungan korupsi oleh pihak eksekutif di daerah semakin meningkat dengan tajam.

Namun, dari berbagai pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut, tidak kesemuanya berjalan sesuai dengan proses penegakan hukum yang adil dan memihak kepada kepentingan masyarakat. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Justice for The Poor Project, instansipenegak hukumdi tingkat lokal masih sulit menghilangkan beberapa kelemahan menahun: kekurangan sarana dan prasarana, diskriminasi dalam proses hukum, dan rentan terhadap suap serta tekanan politik.

Lebih jauh, kemampuan aktor pendorong (NGO dan masyarakat sipil lainnya) untuk melancarkan tekanan terhadap proses hukum hanya bisa terjadi selama proses berlangsung di tingkat lokal. Selepas tahap di Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, aktor pendorong hanya bisa berharap pada jaringan kerja yang mereka miliki di tingkat propinsi atau pusat. Situasi ini berdampak pada keluaran proses hukum yang dinilai belum adil: sanksi yanglemah dan eksekusi yang sangat sulit untuk dijalankan. Dengan kata lain, aktor pendorong berhasil membuat proses hukum berjalan lebih responsif, terbuka, dan relatif cepat – namun belum tentu adil.

Untuk konteks lampung misalnya, di tahun 2011 ini media banyak memberitakan perihal perkara korupsi yang melibatkan Bupati Kabupaten Lampung Timur dan Mantan Bupati Kabupaten Lampung Tengah. Proses yang muncul di media untuk kasus tersebut begitu mengharu-biru. Selama persidangan, banyak elemen masyarakat yang melakukan aksi di depan pengadilan, baik yang pro maupun yang kontra. Namun hasil akhirnya tetap hakim jua yang menentukan; kedua terdakwa tersebut diputus bebas oleh majelis hakim yang memeriksa perkara mereka.

Kejahatan Luar Biasa

Vs Penanganan yang Biasa Saja

Korupsi sebagai kejahatan luar biasa seharusnya ditangani dengan luar biasa pula. Namun apakah penanganan perkara korupsi di negeri ini telah dilakukan dengan luar biasa, mari kita simak beberapa fakta berikut:


  1. Perkara terorisme dan narkotika, sebagai kejahatan luar biasa seperti juga korupsi, telah banyak menjatuhkan pidana mati pada pelakunya. Namun untuk perkara korupsi, sangat banyak pelakunya yang justru dihukum ringan (kisaran 1 sampai 2 tahun): bahkan ada yang diputus bebas!
  2. Untuk perkara terorisme, tidak satu pun dilakukan penangguhan maupun pengalihan penahanan. Namun pada perkara korupsi, khususnya yang ditangani oleh kejaksaan, banyak permohonan penangguhan penahanan/peralihan tahanan pelaku korupsi yang dikabulkan.
  3. Tidak ada aturan yang mengharuskan agar para pejabat/penyelenggara pemerintahan untuk menjelaskan asal-usul harta kekayaannya; mereka hanya diwajibkan untuk melaporkan harta kekayaannya, pun seandainya laporan itu palsu; belum ada tindakan yang dilakukan.

Dari fakta di atas, maka benarkah korupsi benar-benar telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa oleh bangsa ini, khususnya oleh lembaga penegak hukum?. Tanpaknya tidak. Dan kita, sebagai warga negara yang dhoif ini, hanya bisa berharap: semoga indonesia tidak segera “tenggelam” karena ulah para perampok harta negara– harta negara yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Isu-isu Strategis Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Berdasarkan beberapa permasalahan di atas, maka saya berpikir Indonesia perlu menjabarkan isu-isu strategis berikut ini ke dalam perencanaan strategis pemberantasan korupsi Indonesia ke depan:


  1. Penerapan “pembuktian terbalik sepenuhnya” dalam pengadilan tindak pidana korupsi di Indonesia.
  2. Perlunya pembentukan Badan Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara sebagai badan yang diberi kewenangan untuk memeriksa kebenaran Laporan Kekayaan Penyelenggara Negara (LKPN) di Indonesia.
  3. Hukuman minimal bagi para pelaku korupsi atau yang mendukung tindak pidana korupsi di Indonesia seharusnya adalah 10 tahun.
  4. Penerapan hukuman mati bagi para pelaku korupsi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 1 miliar dan atau dilakukan oleh aparat penegak hukum.
  5. Fokus program pemberantasan korupsi oleh KPK adalah perkara-perkara korupsi yang terjadi pada lembaga peradilan, lembaga perpajakan, serta beberapa sektor yang mempengaruhi kesejahteraan rakyat seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun