Anggaran bantuan sosial naik dibanding anggaran pandemic Covid 2020-2022, padahal pada tahun puncaknya pandemi covid melanda  kita menggelontorkan dana sebesar Rp. 498 triliun pada tahun 2020 yang lalu.
Dan anehnya, dana sosial tahun 2024, hanya untuk satu tahun saja dengan segenap kegelapan urgensinya.Â
Malah negara harus menggelontorkan dana sebesar Rp.496.8 triliun dan angka ini naik 13 persen dari anggaran tahun 2023 serta tertinggi dalam sejarah.
Urgensinya bukan untuk apa, tetapi untuk siapa?
Siapa yang dapat menjelaskan ini semua?Â
Menurut Sri Mulyani, pemberian BLT tahun 2024 sebagai upaya pemerintah untuk mitigasi risiko pangan bertujuan menekan inflasi bahan pangan yang bergejolak atau volatile food yang berada di angka 6,73 persen secara tahunan.Â
Jika tidak ditangani pemerintah khawatir inflasi itu bakal berpengaruh pada inflasi secara keseluruhan dan penurunan daya beli Masyarakat.
Negara mengucurkan dana Rp. 200 ribu per bulan per KPM, pada periode November-desember.
Kejutan kembali terjadi, pada periode januari-maret 2024, bantuan langsung tunai mitigasi risiko pangan sebesar Rp. 200 per bulan, dikebut pemberiannya sekaligus pada awal bulan februari mendatang sebesar Rp. 600 ribu per KPM (Keluarga penerima manfaat)
Muatan politik begitu kental nyata , presiden seperti sedang mengejar ambisi politik pragmatis jangka pendek melalui bansos yang tiada henti sejak tahun lalu hingga kini mendekati pilpres.Â
Hal ini lebih mencerminkan hasrat politik untuk meraih dukungan elektoral secara instan, ini sepertinya bukan upaya untuk menanggulangi kemiskinan ataupun menjaga daya beli Masyarakat yang seharusnya Masyarakat bukan dimanjakan dengan bantuan sosial ditengah klaim pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta perbaikan kesejahteraan Masyarakat.
Masyarakat lebih membutuhkan jaminan Kesehatan, bantuan Pendidikan dan lapangan pekerjaan untuk jangka panjang dan sustainable.
PKH pada kepemimpinan Jokowi di tahun 2018 berjumlah 10 juta KPM. Sedangkan pada tahun 2014 era SBY hanya berjumlah 2,7 juta KPM. Artinya, Â ini menandakan betapa lemahnya Upaya pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas secara luas dan merata. Rakyat kerap kali dimanjakan dengan bantuan sosial yang sifatnya jangka pendek dan tidak sustainable.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H