Mohon tunggu...
SatyaMeva Jaya
SatyaMeva Jaya Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, Berbagi, dan Lepas

I Never mess with my dreams "m a Sapiosexual"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dana Bansos 2024 Tertinggi Dalam Sejarah

31 Januari 2024   22:05 Diperbarui: 6 Februari 2024   15:23 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggaran bantuan sosial naik dibanding anggaran pandemic Covid 2020-2022, padahal pada tahun puncaknya pandemi covid melanda  kita menggelontorkan dana sebesar Rp. 498 triliun pada tahun 2020 yang lalu.

Dan anehnya, dana sosial tahun 2024, hanya untuk satu tahun saja dengan segenap kegelapan urgensinya. 

Malah negara harus menggelontorkan dana sebesar Rp.496.8 triliun dan angka ini naik 13 persen dari anggaran tahun 2023 serta tertinggi dalam sejarah.

Urgensinya bukan untuk apa, tetapi untuk siapa?


Siapa yang dapat menjelaskan ini semua? 

Menurut Sri Mulyani, pemberian BLT tahun 2024 sebagai upaya pemerintah untuk mitigasi risiko pangan bertujuan menekan inflasi bahan pangan yang bergejolak atau volatile food yang berada di angka 6,73 persen secara tahunan. 

Jika tidak ditangani pemerintah khawatir inflasi itu bakal berpengaruh pada inflasi secara keseluruhan dan penurunan daya beli Masyarakat.

Negara mengucurkan dana Rp. 200 ribu per bulan per KPM, pada periode November-desember.

Kejutan kembali terjadi, pada periode januari-maret 2024, bantuan langsung tunai mitigasi risiko pangan sebesar Rp. 200 per bulan, dikebut pemberiannya sekaligus pada awal bulan februari mendatang sebesar Rp. 600 ribu per KPM (Keluarga penerima manfaat)

Muatan politik begitu kental nyata , presiden seperti sedang mengejar ambisi politik pragmatis jangka pendek melalui bansos yang tiada henti sejak tahun lalu hingga kini mendekati pilpres. 

Hal ini lebih mencerminkan hasrat politik untuk meraih dukungan elektoral secara instan, ini sepertinya bukan upaya untuk menanggulangi kemiskinan ataupun menjaga daya beli Masyarakat yang seharusnya Masyarakat bukan dimanjakan dengan bantuan sosial ditengah klaim pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta perbaikan kesejahteraan Masyarakat.

Masyarakat lebih membutuhkan jaminan Kesehatan, bantuan Pendidikan dan lapangan pekerjaan untuk jangka panjang dan sustainable.

PKH pada kepemimpinan Jokowi di tahun 2018 berjumlah 10 juta KPM. Sedangkan pada tahun 2014 era SBY hanya berjumlah 2,7 juta KPM. Artinya,  ini menandakan betapa lemahnya Upaya pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas secara luas dan merata. Rakyat kerap kali dimanjakan dengan bantuan sosial yang sifatnya jangka pendek dan tidak sustainable.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun