Mohon tunggu...
Yunus erdiansyah
Yunus erdiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mempunyai jiwa aktivis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kontroversial 2025 PPN naik 12%

1 Januari 2025   15:19 Diperbarui: 1 Januari 2025   15:19 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025 telah memicu perdebatan di berbagai kalangan. Pemerintah beralasan bahwa penyesuaian ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi ketergantungan pada utang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kenaikan ini diperlukan untuk mendorong program prioritas pemerintah dan menjaga stabilitas ekonomi jangka panjang.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.

Menkeu menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12% yang bersifat selektif untuk rakyat dan perekonomian.

 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut value-added tax (VAT) atau goods and services tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. 

Kenaikan PPN menjadi 12% merupakan kebijakan yang kontroversial. Di satu sisi, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dan memperbaiki infrastruktur. Namun, di sisi lain, kebijakan ini juga berpotensi membebani masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka pendek dan jangka panjang dari kenaikan PPN ini. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan bahwa tambahan pendapatan dari kenaikan PPN digunakan secara efektif dan transparan untuk kepentingan masyarakat banyak. Adapun dampak dari kenaikan PPN sendiri menurut Arif Satria Rektor Institut Pertanian Bogor "PPN 12 persen ini akan berdampak kepada sektor pertanian. Secara ekonomi, dampaknya akan membuat GDP (PDB) riil turun 0,03 persen, ekspor akan menurun 0,5 persen, dan inflasi akan naik 1,3 persen," Selain itu, kenaikan tarif PPN juga diyakini bakal meningkatkan harga bahan pokok, seperti daging unggas, beras hingga susu.

"PPN yang naik ini juga akan meningkatkan harga, harga unggas akan naik 0,3 persen. Kemudian harga susu segar yang akan menjadi komponen dalam makanan bergizi gratis juga akan naik. Padi juga akan naik harganya, meskipun tidak besar, 0,08 persen," tuturnya. Arif Satria

Selain itu, pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dikhawatirkan akan menghadapi beban tambahan akibat kenaikan tarif ini. Dosen Akuntansi Perpajakan Universitas Padjadjaran, Retta Farah Pramesti, menjelaskan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi harga di pasar dan menurunkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pada penjualan dan kinerja usaha

Untuk meminimalkan dampak negatif dari kenaikan PPN, pemerintah perlu memberikan kompensasi kepada kelompok masyarakat yang paling terdampak, seperti melalui program bantuan sosial atau pengurangan tarif pajak lainnya. Selain itu, pemerintah juga perlu terus berupaya meningkatkan efisiensi belanja negara dan memberantas korupsi agar dana yang terkumpul dapat digunakan secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun