Mohon tunggu...
Yunorina Pariman
Yunorina Pariman Mohon Tunggu... -

Hidup penuh dengan hikmah.... senang mengamati kejadian alam, sikap manusia dan menuangkannya dalam tulisan maupun foto-foto.... Waktu cuma sedikit, berbagilah ilmu dengan umat yang lain, agar dapat menjadi bekal di akherat nanti dan kemajuan generasi yang kita tinggalkan....

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Proposal Uang Jajan Anak-anak oleh Anak-anak, Mengapa Tidak?

21 Agustus 2014   22:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:56 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu episode harian yang buat rada-rada gregetan itu adalah memberi uang saku untuk anak-anak sebelum berangkat ke sekolah. Ada saja kehebohan yang mereka buat, yang jumlahnya beda-lah, yang lupa-lah, yang minta lebih-lah dan lain-lain.

Jadi teringat masa kecil dahulu. Almarhum bapak dan mama mengajarkan kita nilai tanggung jawab dengan meletakkan uang pecahan kecil (baca: saku) di suatu tempat. Mereka memberi kita kebebasan untuk memanfaatkannya sesuai kebutuhan yang telah disepakati.

Manfaatnya? Kami menjadi mengerti arti tanggung jawab dan menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Kami secara tidak langsung diajarkan untuk mengambil secukupnya dan tidak akan berani untuk mengambil berlebih (baca : berbohong). Tradisi mengelola uang saku seperti ini terus kami jalankan hingga kami duduk di bangku kuliah. Subhanallah, dampaknya luar biasa, kami dididik menjadi anak-anak jujur dan tidak berlebih-lebihan.

Nah, begitupun yang kami harapkan untuk kami ajarkan kepada buah hati kami Fara (10 tahun) dan Fira (8 tahun). Mereka harus belajar mengetahui jumlah kebutuhan mereka, dan mempersiapkannya sendiri agar mereka mandiri dan bertanggung jawab.

Sebelum awal semester tahun ajaran dimulai, mereka dibimbing untuk bisa membuat tabel kebutuhan harian selama seminggu dan memberikannya kepada kami untuk disetujui. Setelah itu mereka boleh mengambil uang saku sesuai jumlah yang disetujui tersebut pada hari Minggu atau paling lambat pada hari Senin. Kalau mereka lupa mengambil uang saku? Itu artinya 'puasa' dan gigit jari tidak jajan. Itu konsekuensi yang harus mereka tanggung akibat tidak bisa mengatur kebutuhannya.

Untuk lebih meningkatkan nilai kejujuran dan tanggung jawab, mereka harus mampu memberikan argumen mengenai jumlah yang diajukan dan alasannya. Contohnya, mengapa terjadi kenaikan jumlah uang jajan dari rp. 4.000 menjadi rp. 5.000.

Dede Fira bilang, "Bun, nasi goreng itu saja sekarang harganya sudah rp. 5.000. Mana bisa aku beli!"
Kakaknya menyanggah, "tapi Dede belinya pillows bukan nasi goreng Bun"

Dede kemudian membela diri, "pillows kan sekarang jadi rp. 1000 dari rp. 500..."
Walaupun tidak 'nyambung' percakapan ini sangat kami nikmatin.

Sahabat semua, inti dari proposal uang jajan buatan mereka ini sepertinya sudah pada treknya, memberi mereka bekal masa depan agar pandai membuat perencanaan dan mempertanggungjawabkannya? Mari kita persiapkan anak-anak  kita untuk belajar mandiri dan tanggungjawab sejak usia dini. Banyak cara mudah untuk mengajarkannya, tinggal bagaimana kita konsisten menerapkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun