Mohon tunggu...
Yunita Tirza Aristanti
Yunita Tirza Aristanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Saya seorang mahasiswa komunikasi yang gemar untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Film

Eksploitasi Berkedok Seni? Sebuah Kontroversi dalam Pengembangan Film "Vina: Sebelum 7 Hari"

9 Juni 2024   20:28 Diperbarui: 9 Juni 2024   20:49 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Instagram @dheerajkalwanee_dee

Film "Vina: Sebelum 7 Hari" menuai banyak perhatian dan kontroversi. Diadaptasi dari kisah nyata yang tragis, film ini mengangkat isu kekerasan seksual dalam genre horor, sebuah pilihan yang memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat dan kritikus. Bagaimana film ini memengaruhi persepsi masyarakat dan apa implikasinya dalam dunia sastra, sinematografi, serta isu sosial?

Menurut Bapak Pujo Sakti Nur Cahyo, S.Hum., M.Hum, dosen cultural studies Universitas Airlangga, film ini memiliki dampak signifikan terhadap khalayak. Namun, beliau menyoroti bahwa fokus masyarakat cenderung tertuju pada isu hukum dan penanganan kasusnya daripada pada kekerasan seksual itu sendiri. 

"Masyarakat cenderung fokus terhadap isu hukum dan penangana kasusnya dan bukan kepada kekerasan seksualnya," ujar Pujo. Menurutnya, respon audiens muncul karena kekecewaan mereka terhadap proses hukum yang dianggap tidak tuntas. Akibatnya, isu kekerasan seksualnya kerap kali luput dari perhatian utama masyarakat dan malah tidak dibahas di konten-konten yang mereka buat.

Penyajian visual film ini cukup eksplisit, dengan banyak adegan berdarah yang menimbulkan pro dan kontra. Pujo menekankan bahwa film pada umumnya merupakan produk fiksi, namun ketika film makers mem-branding bahwa filmnya berasal dari kisah nyata maka mereka membawa beban moral tersendiri. 

Perspektif yang disajikan melalui film pun mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan kebenaran dari kejadian yang sebenarnya. Beliau juga menekankan bahwa setiap orang mempunyai moral kompas sendiri sehingga pendapat orang lain terkait sebuah isu tersebut sangat perlu untuk didengarkan karena tidak menutup kemungkinan bahwa pendapat orang tersebut adalah yang sebenarnya terjadi.

Maharani, seorang penonton film, mengaku tertarik menonton "Vina: Sebelum 7 Hari" karena genre horornya. Namun, ekspektasinya berubah drastis setelah menonton film tersebut. Ia merasa banyak adegan yang terlalu eksplisit dan mengganggu, seperti adegan pemerkosaan dan kekerasan yang ditampilkan secara terang-terangan. 

Maharani berpendapat bahwa meskipun film ini berhasil menyampaikan pesan mengenai kekerasan seksual, cara penyampaiannya terlalu eksplisit dan tidak pantas, yang justru bisa memicu trauma bagi penonton.

Muhammad Nashrullah, ketua UKM sinematografi Universitas Airlangga, berpendapat bahwa pemilihan genre horor untuk menceritakan kisah nyata seperti ini kurang cocok. "Film-film yang membahas isu kekerasan seksual sebaiknya tidak disajikan dalam bentuk film horror," jelasnya. Ia menilai bahwa isu kekerasan seksual lebih baik disampaikan melalui genre lain yang dapat mengangkat isu tersebut tanpa harus menampilkan adegan yang terlalu mengerikan. Nashrullah juga menekankan pentingnya akurasi dan sensitivitas dalam pembuatan film yang didasarkan pada kejadian nyata, karena kedua hal ini mempengaruhi kualitas film serta tanggung jawab moral dan etika pembuat film.

Tanggapan masyarakat terhadap film ini sangat beragam. Menurut Nashrullah, pro dan kontra yang muncul merupakan bagian dari diskusi yang dapat menggali lebih dalam maksud dan isi dari film tersebut. Ia melihat bahwa perdebatan ini penting untuk memahami lebih baik isu yang diangkat dan bagaimana film tersebut diterima oleh berbagai kalangan.

Dalam pandangan Bapak Pujo, seni dan sastra memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang isu-isu sosial seperti kekerasan seksual. Meskipun tidak semua film memiliki pesan moral yang jelas, seni dapat menjadi katalisator bagi perubahan sosial dan kesadaran masyarakat. Namun, penting untuk diimbangi dengan kritik yang konstruktif agar pesan yang tersembunyi dari pencipta seni dapat muncul dan dipahami dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun