Mohon tunggu...
Yunita Istiqomah
Yunita Istiqomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas lambung Mangkurat- Pendidikan Sosiologi 2022

Mahasiswa Universitas lambung Mangkurat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Penerapan Pendidikan Multikultural dalam Meminimalisir Kasus Bullying di Indonesia

20 Juni 2024   13:39 Diperbarui: 20 Juni 2024   15:39 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan 

Indonesia merupakan sebuah negara multikultural yang memiliki berbagai macam kelompok etnis, serta sosial budaya yang beragam dengan berbagai keunikan bahasa, dan budaya. Indonesia dengan ratusan bahasa daerah, suku bangsa, ras, dan berbagai macam kepercayaan, menjadikan indonesia kaya akan nilai-nilai multikultural (Hutagalung & Ramadan, 2022). Faktor utama yang mendorong terbentuknya multikulturalisme adalah latar belakang, kondisi geografis, dan keterbukaan terhadap budaya luar. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusian, serta sebuah upaya membangun bangsa yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda seperti, etnik, ras, agama, budaya bahasa, maupun warna kulit dengan menghargai dan menghormati hak-hak minoritas (Rosyada, 2014).

 Sebagai negara yang kaya akan keberagaman, tentunya tidak akan pernah lepas dari berbagai macam permasalahan yang merupakan hasil dari dampak keberagaman budaya yang dimiliki. Masyarakat akan menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupannya dan umumnya memiliki keterkaitan, karena adanya perbedaan-perbedaan, seperti salah satunya kasus bullying sesama teman di sekolah masih marak terjadi di indonesia. Bullying secara harfiah berarti menggertak dan mengintimidasi individu yang lebih rendah.

 Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2021 kasus bullying sebesar 4.965 dimana 26% merupakan pelaku bullying ( Novitasari, Ferasinta, & Padila, 2023). Kasus bullying yang sering terjadi di sekolah seperti dalam penelitian (Hutagalung & Ramadan, 2022) di sekolah Dasar 152993 Tapian Nauli 3A kelas II, ditemukan banyak siswa melakukan tindakan bullying yang bersifat verbal yakni saling mengejek mengenai status sosial, logat bahasa yang digunakan teman sebayanya, dan bullying yang membuat siswa tidak nyaman dan kurang percaya diri di kelas. Adapun dampak yang terjadi akibat bullying bagi korban yakni, mengalami gangguan kesehatan mental terutama pada emosionalnya, serta menjadi orang yang antisosial. Korban Bullying umumnya mengalami taruma baik jangka pendek maupun panjang, trauma ini dapat mempengaruhi penurunan prestasi akademik hingga putus sekolah, serta terburuknya mengalami depresi, kecemasan, hingga bunuh diri (Novitasari et al., 2023). Maka dari itu, jika kasus bullying dapat terjadi pada siswa normal, maka bullying akan memiliki tendensi lebih besar terjadi pada siswa yang memiliki kebutuhan khusus atau tidak normal baik secara fisik maupun mental yang kita kenal sebagai difabel.

            Kenyataan demikian sudah seharusnya menjadi perhatian bagi kita semua khususnya, di bidang pendidikan, pentingnya mengajarkan bahwa adanya masyarakat yang multikultural haruslah dipahami setiap siswa. Oleh karena itu, perlunya penerapan pembelajaran yang dapat menjelaskan dan pentingnya menghargai perbedaan-perbedaan yang terjadi, seperti pendidikan multikultural dalam sistem pendidikan. Pendidikan multikultural adalah sebuah konsep pendidikan yang menghargai perbedaan, sehingga walaupun adanya perbedaan, tidak menjadi sumber konflik dan perpecahan. Dengan menerapkan pendidikan multikultural dapat menjadi sebuah cara yang dapat meminimalisir kasus bullying, khususnya di indonesia yang kaya akan multikultural. Dengan lebih memahami pentingnya menjaga keharmonisan, keberagaman, dan  menjunjung asas kemanusian, diharapkan dapat memberi kejayaan dalam negara yang multikultural seperti Indonesia.

Pembahasan


             Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri agar mempunyai kekuatan keagamaan, kemandirian, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan untuk diri, komunitas, bangasa maupun negara. Sedangkan multikultural ialah berbagai status sosial budaya, seperti latar belakang, tempat, agama, ras, suku, dan sebagainya. Maka dari itu, pendidikan multikultural adalah bagian dari usaha sadar untuk meningkatkan kepribadian didalam maupun diluar sekolah yang mempelajari berbagai macam status sosial, ras, suku, agama, agar terciptanya sebuah kepribadian yang cerdas dalam menghadapi berbagai masalah keberagaman budaya (Amin, 2018).

            Pendidikan multikultural adalah sebuah konsep untuk menanggapi adanya perkembangan keragaman populasi sekolah dan tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dengan demikian, pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang mencangkup semua siswa tanpa membedakan mereka berdasarkan ras, gender, etnis, budaya, strata, atau agama. Menurut James Bank (1993), pendidikan multikultural adalah pendidikan untuk people of color, yang berarti pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan).

          Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang didasarkan pada gagasan multikulturalisme, yaitu konsep keberagaman yang mengakui, menerima, dan menegaskan perbedaan dan persamaan manusia terkait dengan gender, ras, kelas, dan agama. Pendidikan multikultural membangun sebuah pluralisme budaya untuk memerangi diskriminasi dan prasangka (Puspita, 2018).

  • Pentingya Penerapan Multikultural dalam Meminimalisir Kasus Bullying di Indonesia

          Indonesia sebagai negara yang multikultural, memiliki berbagai keberagaman ras, suku, agama, bahasa, kebudayaan, warna kulit, hingga karakter masyarakat yang berbeda-beda.  Adanya Pluralitas ini dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan sinergis dalam memajukan bangsa dan negara. Namun, di balik kemajemukan yang dimiliki masyarakat Indonesia, juga menimbulkan berbagai masalah yang belum ditangani dengan baik, salah satu diantaranya ialah bullying atau perundungan. Bullying menjadi suatu yang terus ada disekitar kita. Bullying sendiri tidak hanya sebuah tindakan kekerasan secara fisik namun juga kekerasan secara verbal seperti menghina dan menjelek-jelekkan orang lain. Korban bullying bisa mengalami gangguan psikologis yang cukup serius dan bisa menarik seseorang dari dunia sosial karena merasa tidak percaya diri dan minder. Bullying dapat terjadi karena adanya sebuah perbedaan, dalam artian luas menyangkut perbedaan ras, budaya, jenis kelamin, dan lain-lain.

      Di indonesia banyak sekali terdapat kasus bullying yang terjadi karena perbedaan seperti ras, agama, budaya dan lainya. Seperti pada  kasus yang dilansir oleh Tribunnews, seorang siswa kelas 2 di SDN Jomin Barat II, Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat menjadi korban bullying karena perbedaan agama. Perundungan ini dilakukan oleh murid, guru hingga kepala sekolah. Korban dipaksa memakai hijab oleh pihak sekolah, bahkan dipukuli oleh teman-temannya, karena perbedaan keyakinan ini korban menjadi dibully (Malau, 2023). Selanjutnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menemukan kasus bullying yang terjadi pada siswa SD di Jakarta Timur, yang menjadi korban perundungan oleh teman-temannya di sekolah karena dianggap bukan berasal dari kalangan pribumi (Putera, 2017). Kasus lainnya terjadi salah satu siswa 1 SMP di Gunungkidul mendapatkan perundungan atau bullying dari temannya karena sebagai menyandang disabilitas, memiliki satu tangan. Korban mengalami patah kelingking akibat perundungan yang dilakukan oleh temannya tersebut (Fardi, 2024).

      Beberapa kasus yang telah disebutkan menunjukan bahwa bullying umumnya terjadi karena temperamen dan harga diri berperan besar dalam perilaku tersebut. Namun, latar belakang keluarga dan lingkungan dapat menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying. Selain itu, ada juga anak-anak yang menjadi pelaku bullying karena mereka pernah menjadi korban bullying. Hal ini tentunya sangat disayangkan, karena tindakan bullying ini mengakibatkan dampak negatif pada anak yang dibully, mereka bisa saja mengalami sakit secara fisik tetapi juga secara psikis, atau bahkan menyebabkan kematian. Korban bullying sekaringkali menunjukan gejala psikologis, seprti depresi dan gangguan kecemasan hingga trauma yang mendalam.

      Maka dari itu, permasalahan bullying membutuhkan langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan atau setidaknya meminimalisir kasus bullying yang terjadi, khususnya di Indonesia. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah melalui kebijakan lembaga pendidikan terkait kesadaran pentingnya pendidikan multikultural. Melalui penerapan pendidikan multikultural yang mengajarkan pentingnya memandang keberagaman terhadap perbedaan, sehingga dapat menumbuhkan sikap toleransi terhadap sesama. Banks (1993) mencirikan pendidikan multikultural sebagai gerakan revitalisasi sistem pendidikan, di mana tujuan utamanya adalah mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki dan perempuan, siswa berkebutuhan khusus, dan siswa dari latar belakang ras, etnis, dan budaya yang berbeda memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademik.

      Menurut (Padli, Ummah, & Mannan, 2023), adapun peran pendidikan multikultural dalam mencegah bullying yaitu:

  • Memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa heterogenitas yang ada bukan alasan untuk melakukan tindakan bullying.
  • Mengajak peserta didik untuk menerapkan sikap toleransi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
  • Memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa sikap saling menghargai perbedaan yang ada adalah suatu harmonisasi yang indah dalam hidup bermasyarakat.
  • Mengubah perspektif negatif akan perbedaan budaya, ras dan etnik menjadi perspektif positif yang menganggap bahwa heterogenitas sebagai kepemilikan bersama dengan semangat 4 pilar kebangsaan.
  • Mengedukasikan kepada peserta didik tentang sikap etnosentrisme untuk menghindari perasaan superior yang melihat budaya lain dengan kacamata budayanya sendiri.

     Pendidikan multikultural diterapkan sebagai kegiatan belajar mengajar yang dapat membekali peserta didik dengan informasi, pemahaman, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk menghargai persamaan dan perbedaan berdasarkan jenis kelamin, budaya, ras, suku, dan agama. Metode pembelajaran pendidikan multikultural dapat menciptakan lingkungan yang kondusif, yang memungkinkan  keunikan siswa dihargai tanpa memperhatikan karakter latar belakang mereka.

Pendidikan Multikultural dapat diterapkan di dunia pendidikan melalui berbagai cara (Puspita, 2018):

1). Kurikulum yang Multikulturalisme

       Sangat penting bahwa pengenalan ragam kultur atau budaya yang mencangkup ras, etnis, dan agama, dimana pengenalan kultur ini perlu dijadikan sebagai bagian penting dari kurikulum setiap jenjang pendidikan di indonesia. Pengenalan ragam kultur dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang memungkinkan pengenalan kultur terjadi. Siswa perlu dikenalkan dengan aneka ragam kelompok sosial yang membentuk masyarakat Indonesia. Kelompok sosial dapat berupa  kelompok berdasarkan agama, suku bangsa, maupun etnis tertentu. Pengenalan identitas kelompok berbeda ini penting agar siswa menyadari keberadaan kelompok mereka dan keberadaan kelompok lain yang memiliki identitas yang berbeda. Dengan mengenalkan keragaman sosial bangsa Indonesia, siswa diajak memahami bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat besar.

2). Penanaman nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran

      Pentingnya pembentukan dan penerapan sangat penting untuk membangun keyakinan yang positif terhadap keberagaman. Penanaman nilai-nilai multikultural dapat dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas. Nilai-nilai multikultural seperti, identitas diri, kesetaraan, objektivitas, pemahaman akan perbedaan, toleransi, dan empati. Guru dan siswa dapat menanamkan nilai-nilai dalam interaksi mereka. Metode digunakan hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip kesetaraan, objektivitas dan toleransi. Prinsip kesetaraan berarti semua siswa memiliki hak dan peluang sama untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Pendidik perlu memastikan keterlibatan setiap individu siswa dalam proses tersebut dan jangan sampai terjadi dominasi oleh seseorang atau sekelompok orang atas yang lainnya.

3). Budaya multikultural di sekolah

     Penanaman nilai-nilai multikultural akan lebih efektif apabila budaya multikultur dijadikan sebagai bagian budaya sekolah, terutama di kota-kota besar, sebagai tempat berbagai orang dengan latar belakang sosial. Sekolah-sekolah di kota dan daerah-daerah urban cenderung lebih plural dibandingkan sekolah-sekolah di desa. Oleh karena itu, sekolah harus menjadi budaya multikultural. Budaya multikultural adalah budaya yang didasarkan konsep multikulturalisme, di mana sekumpulan populasi terdiri atas anggota memiliki latar belakang berbeda. Budaya multikultur diawali dengan pengakuan terhadap budaya-budaya yang berbeda tersebut, dan tidak menjadikan sebuah kultur menjadi dominasi atas yang lain. Pengakuan tersebut diiringi dengan sikap-sikap lainnya, seperti toleransi, empati dan apresiasi.

Kesimpulan

      Pendidikan multikultural dapat membantu meminimalisir kasus bullying dengan mengintegrasikan keragaman budaya ke dalam kurikulum, menanamkan nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran, dan menciptakan budaya yang multikultural. Sangat penting untuk menghargai keberagaman siswa tanpa memandang latar belakang. Di Indonesia, pendidikan multikultural sangat penting karena indonesia kaya akan keberagaman yang tidak luput dalam masalah seperti bullying. Pendidikan multikultural yang mengajarkan pentingnya toleransi, menghargai perbedaan, dan menumbuhkan keharmonisan dalam masyarakat multikultural. Melalui pendidikan multikultural, siswa dapat memahami pentingnya menjaga keberagaman dan menghormati hak-hak minoritas, sehingga dapat mencegah atau meminimalisir kasus  bullying.

Saran

  Untuk mencegah bullying, khususnya di sekolah penting untuk menerapkan pendidikan multikultural yang menekankan toleransi terhadap perbedaan. Sehingga dapat meminimalkan konflik dan perpecahan dan menumbuhkan keharmonisan dan keberagaman dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia

                                       DAFTAR PUSTAKA

 

Amin, M. (2018). Pendidikan Multikultrual. Jurnal Kajian Islam Kontemporer, 09(1), 24--34. Retrieved from https://journal.unismuh.ac.id/index.php/pilar/article/view/5020/3342

Fardi, M. I. Al. (2024). Tragis Siswa Difabel Gunungkidul Dibully di Sekolah hingga Kelingking Patah. Retrieved June 17, 2024, from detikJogja website: https://www.detik.com/jogja/berita/d-7206412/tragis-siswa-difabel-gunungkidul-dibully-di-sekolah-hingga-kelingking-patah

Hutagalung, R., & Ramadan, Z. H. (2022). Peran Orang Tua dalam Menanamkan Nilai Multikultural di Lingkungan Keluarga Siswa sekolah Dasar. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 4967--4991. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2895

Malau, B. S. L. (2023, July). Karena Beda Agama, Siswi Kelas II SDN di Jomin Cikampek Dibully Guru dan Kepsek Hingga Dipukuli. Tribunnews. Retrieved from https://wartakota.tribunnews.com/2023/07/07/karena-beda-agama-siswi-kelas-ii-sdn-di-jomin-cikampek-dibully-guru-dan-kepsek-hingga-dipukuli

Novitasari, S., Ferasinta, F., & Padila, P. (2023). Faktor Media terhadap Kejadian Bullying pada Anak Usia Sekolah. Jurnal Kesmas Asclepius, 5(1), 1--7. https://doi.org/10.31539/jka.v5i1.5702

Padli, F., Ummah, S. R., & Mannan, A. (2023). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Mencengah Bullying. 13(1), 457--464.

Puspita, Y. (2018). Pentingnya Pendidikan Multikultural. Seminar Nasional Pendidikan Unversitas PGRI Palembang, 285--291.

Putera, A. D. (2017). Anak SD Jadi Korban Perundungan SARA di SDN di Pekayon, Pasar Rebo. Retrieved from Kompas.com website: https://megapolitan.kompas.com/read/2017/10/31/17014901/anak-sd-jadi-korban-perundungan-sara-di-sdn-di-pekayon-pasar-rebo

Rosyada, D. (2014). Pendidikan Multikultural Di Indonesia Sebuah Pandangan Konsepsional. Sosio-Didaktika: Social Science Education Journal, 1(1), 1--12. https://doi.org/10.15408/sd.v1i1.1200

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun