Mohon tunggu...
Yunita Dian
Yunita Dian Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hallo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Hukum dan Analisis Filsafat Hukum Positivisme

29 September 2024   09:44 Diperbarui: 29 September 2024   09:53 2912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Yunita Dian Utami

NIM : 222111099

Kelas : HES 5C

Kasus Hukum : Nenek Asiani mencuri kayu milik Perhutani Situbondo, Jawa timur

Kasus pencurian kayu milik Perhutani Situbondo, Jawa Timur, Nenek Asiani, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Situbondo, Rabu (23/4). Nenek Asiani dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan 15 bulan. Selain itu juta dikenai denda Rp 500 juta dengan subsider 1 hari kurungan.

Sebelumnya, Nenek Asiani didakwa oleh Jaksa mencuri tujuh batang kayu jati milik Perhutani Situbondo. Nenek yang tinggal di Desa Jatibedeng, Situbondo ini disebutkan melanggar Pasal 12d juncto Pasal 83 ayat 1d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Jaksa menyebut bukti yang mereka miliki yaitu 38 papan kayu jati identik dengan tonggakan kayu milik Perhutani di petak 43F Desa/Kecamatan Jatibanteng. Sementara Nenek Asiani menyatakan kayu itu diambil dari pohon jati di halaman rumahnya di Desa Jatibanteng.

Kasus Nenek Asiani ini menarik perhatian banyak pihak setelah cukup banyak media mengangkatnya. Berkat itu, banyak pihak yang memberikan bantuan untuk meringankan hukuman atau membebaskan perempuan berusia 70 tahun itu.

Kasus Nenek Asiani dapat dianalisis melalui cara pandang filsafat hukum positivisme dan mazhab hukum positivisme sebagai berikut:

1. Filsafat Hukum Positivisme
Dalam kasus Nenek Asiani, perspektif hukum positivisme akan menekankan bahwa tindakan mencuri kayu jati, meskipun dengan alasan diambil dari halaman rumah sendiri, tetap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013.  Berdasarkan bukti yang dihadirkan di pengadilan, kayu yang ditemukan dinyatakan identik dengan kayu milik Perhutani. Secara legal, pengadilan berpegang pada bukti formal dan aturan tertulis. Sehingga, dari sudut pandang positivisme, pengadilan telah menjalankan tugasnya dengan benar, karena hukum berlaku secara objektif dan harus ditegakkan sesuai dengan undang-undang yang ada, tanpa memperhitungkan kondisi Nenek Asiani, seperti usianya atau alasan lain yang mungkin mengurangi tanggung jawab moralnya.


2. Mazhab Hukum Positivisme
Dalam kasus ini, jika dilihat dari mazhab positivisme, pengadilan bertindak sesuai dengan prinsip positivisme karena mereka hanya menerapkan undang-undang yang ada tanpa mempertimbangkan kondisi moral atau sosial Nenek Asiani. Pengadilan memutuskan bahwa Nenek Asiani bersalah karena berdasarkan fakta hukum (bukti kayu dan undang-undang yang relevan), perbuatannya memenuhi unsur tindak pidana. Jadi, meskipun ada simpati sosial dari masyarakat, dalam mazhab hukum positivisme, simpati atau pertimbangan moral tidak dapat dijadikan dasar untuk membebaskan seseorang dari hukuman yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

3. Argumen tentang Mahdzab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun