Dunia sepak bola memang penuh kejutan dan tanda tanya yang bahkan jawabannya pun sukar untuk ditemukan. Hal-hal mengejutkan mewarnai drama baik di dalam maupun luar lapangan. Seperti garis nasib seorang pemain contohnya. Kita tidak akan pernah tau takdir dan alam semesta selucu apa dalam memainkan takdirnya.
Eric Maxim Choupo-Moting nama lengkapnya. Saya pribadi pertama kali tahu namanya kala dia masih berseragam Stoke City, dulu golnya ke gawang David De Gea mengandaskan kemenangan Manchester United. Nggak muna lah saya kalo waktu itu ikutan misuh-misuh dan kesel bukan maen sama nih orang satu. Karena pada saat itu MU lagi bersaing sengit dengan si adik tiri untuk mengamankan posisi puncak. Ada yang masih ingat momen ini terjadi tahun berapa?
Oke singkat cerita itulah awal saya mengenal denga pemain sepak bola bernasib paling beruntung. Hingga akhir musim tibalah saatnya ternyata Stoke City harus terdegradasi dari kompetisi tertinggi di Negeri Ratu Elizabeth, mereka mengakhiri musim dengan finish di posisi 19.Â
Catatan gol dan assist dari Choupo-Moting pun jauh dari kata bagus, yakni hanya mengoleksi 5 gol dan 5 assist di posisinya yang berperan sebagai striker. Biasanya pemain yang berasal dari klub degradasi, apalagi catatan statistik mereka cukup tidak baik, akan sangat jarang diminati oleh klub lain.
Tapi lagi-lagi this is football, apapun bisa terjadi. Paris Saint-Germain, klub milik seorang juragan minyak Naseer Al-Khelaifi datang meminangnya. Choupo-Moting akhirnya meninggalkan Inggris dan hijrah ke Paris dengan status bebas transfer, gratis tis, tis. Lu beli Indomie aja lebih mahal gengs daripada nilai transfer nih pemain.
Choupo-Moting berada dalam satu ruang ganti yang sama dengan pemain termahal di dunia, yaitu ada Neymar dan Kylian Mbappe, tak ketinggalan pula dengan striker ternama seorang Edinson Cavani. Saya pun nggak tahu mimpi apa itu orang yang habis degradasi bisa pindah ke klub sultan, dari yang awalnya main sama deretan pemain biasa-biasa saja, atau pemain yang sedang ada di penghujung karirnya, berubah menjadi pemain yang dikelilingi nama-nama bintang dengan titel berkelas.
Bagaimana dengan pencapaian dia di PSG? Sudah jelas lah ya jaminan juara pasti didapatkan, ya meskipun juara lokal kan tetap lumayan. Bisa buat bagusin CV kalo mau lamar kerja. Meskipun ditempatkan sebagai pelapis pemain inti, ditambah statistik dia di Ligue 1 juga sama saja, alias nggak bagus-bagus amat, bahkan cenderung ngampas, tapi Choupo-Moting adalah pahlawan yang berhasil berperan penting mengantarkan Les Parisiens melaju ke final Liga Champions untuk pertama kalinya dalam sejarah klub.
Golnya di penghujung laga menjadi penentu tiket ke semifinal, meskipun akhirnya harus kandas di partai akhir melawan Bayern Munchen. Tapi cukup bagus lah catatannya, karena nggak semua pemain bisa merasakan atmosfer final Liga Champions, kalo nggak percaya coba tanya sama Jesse Lingard, gimana rasanya main di final UCL.
Keberuntungan juga lagi-lagi datang ke pemain kelahiran Jerman ini, nggak ada angin ngga ada hujan, rumor transfer pun juga sepi, eh tiba-tiba udah mendarat aja di Bayern Munchen. Klub yang mengalahkan dirinya di final UCL tempo hari. Kedatangan Choupo-Moting di tim Bavarian pada deadline day cukup mengejutkan banyak pihak. Pasalnya banyak yang bertanya-tanya buat apa coba rekrut tuh si Choupo-Moting, mending Cavani kemana-mana yekan. Begitulah kira-kira pemikiran mereka.
Namun saya sih nggak heran kenapa Munchen lebih memilih Choupo-Moting yang biasa-biasa saja daripada Cavani yang jelas sudah punya nama bagus di dunia perbolaan. Ada faktor X dalam diri si pemain yang bisa menarik klub lain untuk merekrutnya, meskipun catatan golnya terbilang nggak bagus untuk ukuran striker. Faktor itu saya pun bingung bagaimana cara menjelaskannya, intinya nih pemain memang dilihat bisa membawa perubahan saat dibutuhkan.