Didalam UUD 1945 pasal 23 A berbunyi bahwa "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang". Dari pasal tersebut, diketahui bahwa pajak bersifat memaksa yang artinya adalah wajib untuk dilaksanakan. Di Indonesia terdapat berbagai jenis pajak. Beberapa diantaranya yaitu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, serta pajak bumi dan bangunan. Kewajiban membayar pajak tersebut wajib dilaksanakan bagi setiap warga negara yang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat subjektif.
Sebagai warga negara yang baik, kita harus mematuhi aturan yang berlaku. Namun, disatu sisi terutama sebagai seorang pengusaha, kita ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar dan terkadang enggan membayar pajak. Terutama dalam kondisi pandemi seperti ini ketika kondisi perekonomian belum stabil. Agar pajak yang dibayarkan lebih optimal (atau lebih kecil) Â dan kita sebagai wajib pajak tidak melanggar aturan yang berlaku, kita bisa meyusun Tax Planning. Tax Planning adalah perencanaan pajak yang dilakukan dengan tujuan agar biaya pajak yang dibayar tidak melebihi jumlah yang sebenarnya.
Beberapa tax planning yang dapat dilakukan oleh Badan adalah sebagai berikut.
- Memahami peraturan perpajakan dan mengikuti informasi aturan perpajakan terbaru
Aturan perpajakan bersifat dinamis mengikuti perkembangan kehidupan ekonomi dan masyarakat. Perubahan tersebut dilakukan agar ada perbaikan aturan perpajakan sehingga terdapat penyempurnaan hukum dan administrasi perpajakan yang tetap berlandaskan asas keadilan sosial. Untuk mengoptimalkan perpajakan. Wajib pajak perlu mengikuti perkembangan perubahan aturan sehingga wajib pajak dapat membayar pajak secara optimal sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, dengan mengikuti informasi aturan, wajib pajak berpotensi memanfaatkan insentif pajak dan juga tax amnesty. Badan dapat mengikuti perkembangan aturan perpajakan melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau akun resmi lainnya. Selain itu, Badan juga dapat menyewa jasa konsultan pajak untuk mengetahui  aturan perpajakan.
- Memanfaatkan Tax Saving
Seperti yang disinggung pada poin 1, wajib pajak badan dapat menggunakan Tax Amnesty sebagau bentuk Tax Saving. Bagi wajib pajak badan yang sebelumnya tidak mengikuti peraturan perpajakan dengan baik diberi kesempatan agar menjadi wajib pajak taat melalui Tax Amnesty. Tax amnesty atau pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Bagi wajib pajak yang belum melunasi kewajiban perpajakannya tidak dikenai sanksi administrasi perpapajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Â Mulai dari 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, pemerintah mengadakan Tax Amnesty Jilid II menyusul disahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dalam Sidang Paripurna hari ini.
- Menggunakan bukti potong dengan benar
Saat menjalankan bisnis, kebanyakan dari badan akan bertransaksi dengan pihak lainnya. Dalam transaksi tersebut terdapat potensi dikenakannya pemotongan dan atau pemungutan PPh. Dengan adanya pemotongan dan/atau PPh tersebut, Badan akan diberikan bukti potong atau bukti pungut. Bukti potong atau bukti pungut atas pajak yang bersifat tidak final tersebut dapat dikreditkan pada SPT Tahunan perusahaan. Untuk bukti potong yang bersifat final, bdan tetap wajib melaporkan bukti potong tersebut saat pelaporan SPT Tahunan.
- Menghindari sanksi pajak
Untuk meminimalisir setoran pajak salah satunya dengan menghindari sanksi perpajakan. Jika sebuah perusahaan taat pada peraturan perpajakan, membayar dan melapor pajak tepat waktu, maka akan terhindar dari sanksi perpajakan berupa sanksi administrasi, seperti denda, bunga, atau kenaikan, hingga sanksi pidana. Tentu saja hal ini tidak akan menambah beban usaha dari wajib pajak atas sanksi pajak.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H