Mohon tunggu...
Yunita Amalia
Yunita Amalia Mohon Tunggu... -

Ingin menjadi seseorang yang dapat memegang teguh prinsip. Selalu optimis dalam menjalani sesuatu dan berdo'a selalu untuk mendapatka ridho Allah SWT. Tidak memikirkan sesuatu kecuali pelajaran yang akan aku terima.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Do'a Sang Mutiara Cinta Ep:2

5 Maret 2011   04:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12993007451052826707

Izza dan Bu Rahma gembira mendapat surat, walaupun surat itu sebenarnya hanya untuk Izza, namun Bu Rahma ikut senang , karena ia pikir itu dari anaknya yang merantau.

Ketika surat itu dibuka dan dibaca pengirimnya, ternyata bukan dari anaknya Bu Rahma yang mengirim surat melainkan dari tema Izza waktu SMP dari Lampung. Bu Rahma kecewa tapi kekecewaaan itu tidak ia tampakkan.

“Dari siapa Za?”

“Dari Mariana bi, teman Izza waktu SMP”

“oh, kirain bibi dari Ikhsan, kalau begitu bibi kedalam dulu ya”

“eh, bi sekalian Izza mau berangkat sekolah dulu”

“iya, lah tasmu?”

“oh iya Izza lupa” dengan menepuk keningnya yang tidak sakit

“sudah ya bi, Izza berangkat dulu, Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikum salam”

Surat dari teman lamanya, ia masukkan kedalam tas kecilnya dan dia urungkan niatnya untuk membaca sekarang. Dia akan membaca surat itu ketika sampai di sekolahnya.

Tidak lama untuk menuju ke sekolahnya yang berjarak sekitar 7 km dari rumahnya, tidak begitu ramai jalan yang dilaluinya. Ketika sampai disekolahan ia langsung menuju ke taman, dimana ia dan teman-temannya sering berkumpul. Langkah Izza semakin dipercepat, ia sudah tak sabar ingin membaca surat itu. Taman yang banyak dikunjungi oleh para pelajar SMA itu, kini agak sepi, tidak seramai kemarin, dengan memperlambat langkahnya ia menemui satu tempat yang sejuk, Dibawah pohon beringin yang besar. Dengan hati tak sabar, ia langsung mengambil surat dari dalam tasnya dan meletakkan bukunya disampingnya, belum sempat ia buka surat itu, terdengar suara tak jauh dari pohon memanggil namanya.

“Izza…….” Teriak seseorang yang memanggil namanya

“Ada apa sis?”

“huh, dari tadi aku cari kau dimane-mane tapi tak nampak” Siska berbicara dengan logat ke-malasyian-nya

“iye, iye, ade ape. Hahaha”

“tuh, kau ejek awak lah”

“iya, ndak usah marah atuh neng”

“Kau dipanggil Bu. Ratna di Ruang Guru, sekarang”

“ah, yang benar, bel masuk kan masih lama”

“iya, udah kau tak usah banyak cakap, cepat.”

Dengan sangat kecewa, ia harus urungkan lagi niatnya untuk membaca surat itu dan menemui Bu Ratna, dalam hatinya ia berkata pastilah hanya sebentar, mungkin nanti Bu Ratna tak dapat mengisi pelajaran, jadi aku ditugaskan untuk memberitahukan kepada teman-teman ada tugas dari Bu Ratna, jadi nanti aku bisa membaca surat dari Riana. Dengan menenangkan hatinya.

Ketika menemui Bu Ratna, ternyata dugaannya salah, bahkan kali ini lebih banyak menyita waktunya untuk segera membaca surat itu, ia diberi tugas oleh Bu Ratna untuk menulis beberapa berita yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh orang.

Kini ia kecewa untuk yang kedua kalinya, ia ingin segera membaca surat dari Riana, tapi ia juga tidak akan menolak perintah yang pastinya agak aneh dari Bu ratna. Jadi niatnya ia urungkan lagi. Dengan muka masam, ia menuju ke perpustkaan di sekolahnya, ia diminta untuk mengerjakan tugas itu diperpustakaan. Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai di perpustakaan. Tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya, ia langsung mengerjakan. Kebiasaannya dalam dunia tulis-menulis, membuatnya tidak terlalu sulit untuk mengerjakan perintah dari gurunya itu.

Hanya butuh waktu setengah jam, Izza sudah selesai mengerjakan tugasnya tersebut. Dengan langkah dipercepat ia melangkah pergi meninggalkan perpustakaan itu dan menuju ke ruang kelasnya XII-IPA. Tampak Bu Ratna tengah menerangkan tentang Bagaimana Cara Menjadi Pelajar yang Baik. Langkahnya mulai diperlambat, Izza memasuki ruang yang hening itu dan memberikan beberapa buah kertas HVS putih kepada Bu Ratna, kemudian duduk di samping Mirna, teman baiknya.

Belum ada lima menit ia duduk, lonceng berbunyi empat kali (tanda pulang) karena memang saat itu sekolah memulangkan siswanya lebih cepat, sebab gurunya sedang ada rapat, semua siswa di ruang pergi meninggalkan ruangan, ada yang ingin langsung pulang karena sudah tidak ada jam pelajaran, ada yang ingin shopping ada yang mau ke kantin dan masih banyak lagi. Hanya tinggal ia, Mirna dan gurunya di ruang itu. Sambil menenteng tas dan kertas dari Izza, Bu Ratna menghampiri Izza dan Mirna yang tengah duduk-duduk saja di kelas itu.

“Izza” sapa Bu Ratna lembut

“iya bu, ada yang bisa saya bantu lagi, yah selagi saya bisa pasti saya akan membantu, apa yang sedang ibu butuhkan?”

“Tidak, tidak, to the point aja ya za, ibu tahu, siswa cerdas sepertimu pasti terheran-heran mengapa ada tugas membuat berita padahal ibukan mengajar Bimbingan Konseling. Iya bukan?”

“Em….m iya bu”

“Ibu sudah menduga, sebenarnya ibu hanya mengetes kamu saja za, layakkah kamu menjadi anggota aktivis di majalah yang sedang ibu bina sekarang, majalah sekolah primer ( majalah yang beredar di sekolah-sekolah di kabupaten tersebut dan terpusat di satu tempat), dengan memberikan tugas kepadamu, dan kamu sudah menyelesaikan tugas dari ibu, padahal ibu tidak menentukan kapan harus diserahkan. Dengan sikapmu seperti itu ibu menjadi yakin dengan keputusan ibu memasukkanmu ke daftar aktivis muda majalah primer. Bagaimana?”

“Maaf bu, tapi saya tidaklah berminat menjadi aktivis muda, baik wartawan atau penulis di sebuah majalah dan yang lainnya mengenai majalah, Koran, dan apalah itu, karena saya lebih senang di dunia tulis menulis sebuah cerita atau novel semacam itu. Bukan tak mau bu, tapi tak mungkin, maaf untuk sekali lagi, maaf bu”

“Ibu agak kecewa za dengan jawabanmu, tapi semua itu keputusan ada di tanganmu,baiklah ibu permisi dulu, Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikum salam”

“Eh Za, kamu tu aneh ya, menjadi aktivis di majalah primer, itukan tempat yang diincer banyak siswa di Kabupaten ini, eh kamu ditawarin tanpa tes lagi, gak mau, aneh kamu za”

“Kan udah aku bilang tadi aku tidak suka dibidang tulis menulis mengenai gosiplah, atau mungkin masalah lain, aku paling suka menulis sebuah cerita, oh ya aku sudah menulis sebuah novel dan sudah jadi, kalau mau baca kerumahku ya nanti sore”

“Ye, siapa bilang aku mau baca” berdiri dengan mengambil tasnyadan langsung pergi meninggalkan Izza “Ayo ke kantin sudah ditunggu sama Hilya, Nida, dan Zahra tuh!”

“iya ah, tunggu donk Mir, gitu aja marah”

BERSAMBUNG……

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun