Dua minggu yang lalu, akhirnya saya beserta kakak-kakak kosan mendapatkan gas LPG 3 Kg setelah menunggu dua bulan lamanya. Kami menggunakan gas LPG 3 kg untuk masak air dan sarapan pagi. Kelangkaan gas LPG 3 Kg selama 2 bulan membuat kami kesal karena selama dua bulan kami tidak dapat masak telur untuk sarapan pagi kami. Hal ini berbeda dengan yang dirasakan oleh ibu yang punya warung nasi sederhana dekat kosan yang sering kami panggil opung. Opung merasakan kesulitan memperoleh gas LPG 3 Kg karena warung-warung di sekitar rumah mereka tidak menjual gas LPG Â 3 Kg karena ketidakaadaan stok.Â
Opungpun membeli gas LPG 3 Kg dari tempat yang jauh dengan harga yang mahal yaitu sekitar Rp 30.000,00. Harga ini naik Rp 8.000,00 karena harga gas LPG 3 Kg biasanya Rp 22.000,00. Hal ini berdampak pada harga makanan yang dijual dan tentu berdampak dengan kami anak kosan yang sering makan siang dan makan malam di warung nasi opung. Harga makanan mau tidak mau dinaikkan untuk mencegah kerugian, kenaikannya hanya seribu untuk setiap jenis lauk dan sayur. Tetapi seribu bagi anak kosan lumayan berharga.
Distribusi tertutup adalah distribusi gas LPG 3 Kg hanya kepada usaha mikro dan keluarga yang tidak mampu yang dilakukan oleh pertamina. Distribusi tertutup rencananya akan diberlakukan sejak tahun mendatang dan telah diuji coba di Tarakan, Kalimantan Utara dari bulan September – Desember 2016. Keluarga yang tidak mampu dan usaha mikro yang mendapat gas LPG 3 Kg akan mendapat kartu dan pembayaran dilakukan secara elektronik. Distribusi tertutup diberlakukan karena ketidaktepatan orang-orang yang mendapat gas LPG 3 Kg yang telah disubsidi oleh negara.
Saya kemudian bertanya kepada Ibu Ati, seorang penjual seblak, cireng, dan basreng yang ada di dekat kosan saya. Kami membeli gas LPG 3 Kg dari ibunya setelah kami curhat mengenai kelangkaan gas LPG 3 Kg dan ternyata ibunya jualan gas LPG 3 Kg. Ibunya berkata bahwa kelangkaan yang terjadi di Jalan Ciumbeluit, Bandung karena pasokan dari pertamina yang kurang. Agen pertaminanya membujuk ibunya untuk membeli gas 5,5 Kg yang berwarna pink seharga Rp 330.000,00 (gas dan Tempatnya) yang biasanya disebut Bright gas.Â
Ibunya menolak dengan alasan kemahalan. Baru dua minggu yang lalu ada pemberitahuaan bahwa toko Aneka yang berada di depan Hotel Harits Bandung menjual gas LPG 3 Kg khusus untuk RW yang berada di sekitar kosan, pembeli wajib menunjukkan KTP yang menyatakan bahwa pembeli memang berasal dari RW sekitar toko tersebut. Toko tersebut mendapat pasokan gas LPG 3 Kg dari pertamina langsung sebanyak satu truk perharinya ( info dari ibu Ati). Ketika aku bertanya kepada ibu Ati, apakah dia mengetahui informasi bahwa tahun depan akan diberlakukan distribusi tertutup. Ternyata ibu Ati hanya menggeleng kepalanya.
Distribusi Energi yang merata akan Menggerakkan Negeri ini ke arah yang baikÂ
Sumber : wawancara dengan opung dan ibu Ati. Maaf bila gambar kedua ibunya tidak ada karena mereka tidak mau difoto. Tapi hasil wawancara di atas benar adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H