Sumber daya alam sangat melimpah di Indonesia, salah satunya adalah bauksit. Dimana berdasarkan data dari Badan Geologi ESDM, terdapat 838.9 juta ton cadangan bauksit di Indonesia, dimana sebahagian besar terdapat di pronpinsi Kalimantan Barat. Bauksit merupakan bahan dasar pembuatan aluminium dimana aluminium merupakan bahan dasar pembuatan banyak barang, salah satu di antaranya adalah bahan pembuatan badan pesawat terbang. Oleh karena itu terdapat banyak perusahaan tambang bauksit di Indonesia, dimana hasil tambang bauksit masih berupa biji bauksit.
Di Indonesia, terdapat rantai yang hilang dari pengolahan biji bauksit ini, dimana biji bauksit kita ekspor kemudian kita mengimpor alumina, dimana alumina diolah kembali menjadi aluminium. Hal ini dikarenakan kita belum mampu mengolah biji bauksit tersebut menjadi alumina. Hal ini dikarenakan Smelter atau pabrik pengolahan/pemurnian biji bauksit atau kita sebut saja smelter alumina masih sangat sedikit  di Indonesia. Disebut pemurnian, karena biji bauksit hanya mengandung sebanyak 30-35 % aluminium sedangkan alumina mengandung 98.5 % aluminium. Pembangunan smelter alumina ini akan menghasilkan lapangan kerja yang baru serta meningkatkan pendapatan, dimana menurut data 2011, harga biji bauksit adalah 29 US$/Mt, sedangkan harga alumina adalah 274 US$/Mt. Hal ini berarti. harga alumina hampir sepuluh kali dari harga biji bauksit.
Melihat hal ini, Pemerintah Indonesia mendorong perusahaan tambang bauksit di Indonesia harus memiliki smelter alumina dengan membuat UU no 4 tahun 2009 mengenai nilai tambah minerba, dimana lima tahun setelah UU ini dikeluarkan yaitu 12 Januari 2014, semua perusahaan tambang di Indonesia harus memiliki smelter, hal ini juga berlaku untuk perusahaan tambang bauksit. UU ini sempat menjadi sorotan para perusahaan tambang, hal ini dikarenakan setelah UU ini dikeluarkan terdapat larangan ekspor bahan mentah minerba. Karena UU ini juga, impor bahan mentah minerba melonjak drastis dan devisa negara dari ekspor turun drastis . Tapi hal ini tidak membuat pemerintah membatalkan UU ini.
Tetapi penerapan UU ini tidak semulus pemikiran pemerintah, walaupun telah diberi waktu selama lima tahun, banyak perusahaan tambang bauksit belum membangun smelter aluminanya, hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang tidak serius dalam menanggapi UU yang dikeluarkan pemerintah dikarenakan membangun smelter alumina membutuhkan dana yangb sangat banyak padahal pelarangan ekspor bahan mentah minerba membuat perusahaan tambang bauksit merugi bahkan setelah 6 tahun atau tepatnya 2015 ini, banyak perusahaan tambang bauksit masih dalam tahap pembangunan smelter auminanya.
Pembangunan smelter sangat lambat dikarenakan dibutuhkan dana yang sangat besar untuk membangun smelter alumina ini. Proses pengolahan ekstraksi biji bauksit menjadi alumina menggunakan proses bayer dimana pengolahan ini sangat boros energi atau daya listrik. Oleh karena itu, selain membangun smelter alumina, perusahaan harus membangun power plant untuk menyediakan sumber energi yang besar untuk membuat proses bayer berlangsung. Selain itu, perusahaan harus membangun infrastruktur berupa pembangunan jalur transportasi untuk mengangkut bahan mentah dan mengangkut hasil pengolahan. Oleh karena hal ini, banyak perusahaan tambang bauksit di dalam negeri berkerja sama dengan perusahaan di luar negeri dalam membangun smelter alumina beserta infrastruktur yang mendukungnya.
Walaupun pembangunan smelter alumina memiliki banyak tantangan, tapi setelah pembangunan smelter alumina selesai, pemerintah dan perusahaan tambang bauksit akan memperoleh banyak keuntungan. Bagi Pemerintah, dengan adanya smelter alumina ini, pendapatan dari hasil ekspor alumina meningkat drastis, impor alumina tidak diperlukan lagi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi perusahaan tambang bauksit, keuntungan dari hasil penjualan alumina akan mendatangkan banyak keuntungan, serta bagi masyarakat, dengan adanya smelter alumina ini, akan banyak lapangan kerja yang tersedia.
Bagi perusahaan tambang bauksit, pembangunan smelter alumina sangat berat. Tapi bukan berarti perusahaan tambang bauksit tetap pada kondisi hanya menambang biji bauksit dan mengekspornya, alangkah ruginya negeri ini, ketika kita memiliki banyak sekali sumber daya alam, tetapi hanya bisa mengambil tanpa bisa mengolahnya. Perusahaan tambang bauksit harus berinovasi dengan membangun smelter alumina ini, kita anggap saja smelter alumina adalah modal. Hasil produksi berupa alumina akan memberikan keuntungan dan akan mengembalikan modal selama beberapa tahun mendatang. Tidak ada keuntungan yang instan selaian keuntungan yang haram, semua itu butuh proses. Perusahaan tambang bauksit harus bekerja sama dengan perusahaan asing dalam membangun smelter alumina yang membuat kepemilikan smelter alumina ini tidak seratus persen dimiliki oleh perusahaan tambang bauksit. Tapi bukan berarti perusahaan bauksit harus menyerah dengan keadaan ini. Mungkin sekarang adalah masa yang paling berat bagi perusahaan tambang bauksit, tapi setelah tantangan pembangunan smelter telah berjalan, niscaya perusahaan tambang bauksit akan memperoleh keuntungan.
Penerapan UU no 4 tahun 2009 harus diimbangi dengan dukungan pemerintah terhadap perusahaan tambang, pemerintah harus membantu perusahaan tambang bauksit dalam membangun smelter aluminanya, baik dari segi izin maupun dana. Pelarangan ekspor tahun 2010 mengandung unsur politis yang membuat perusahaan luar negeri mendapat untung dari saham, hal ini tidak boleh terjadi lagi. Sudah saatnya pemerintah belajar untuk tidak bertindak sebagai bos melainkan sebagai partner dalam pembangunan smelter ini. Semoga pemerintah mengeluarkan UU yang memberikan keuntungan buat pihak perusahaan tambang bauksit dalam negeri dan juga bagi negara Indonesia.
Gambar bauksit
Sumber gambar :Â Â http://infotambang.com/bauksit-p577-151.htm
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H