Mohon tunggu...
Yuni Maulidah
Yuni Maulidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Trying my best.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Konten edukasi, kok sepi?

16 Desember 2021   12:21 Diperbarui: 16 Desember 2021   12:49 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Get to know how to interact online wisely! Kalimat seruan yang kami gunakan untuk mengkampanyekan produk edukasi melalui laman instagram. Instagram sendiri adalah salah satu dari banyak aplikasi media sosial yang digunakan oleh populasi internet setiap hari. Instagram dirilis pada 6 Oktober 2010 yang dibuat oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger (Ha, 2015). Instagram bekerja sebagaimana media sosial lainnya, aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk menunggah gambar, foto, video, hingga saling bertukar pesan. Konten yang kami unggah pada laman instagram berisikan bagaimana cara berkomunikasi yang baik melalui internet, juga membahas apa itu self-presentation yang perlu dibangun oleh para konten kreator dan berkaca dari salah seorang youtuber mukbang di Indonesia. Berdiskusi dengan panjang untuk menentukan isi konten, menentukan design, hingga mengunggah pada laman instagram membutuhkan kejelian dan waktu yang cukup lama. Tetapi konten edukasi kami kurang mendapati perhatian dari khalayak pengguna laman instagram. Kenapa konten konten kami sepi peminat ya? Terus gimana cara agar mendapat banyak like dan komen? Daripada bingung mending kita cari penjelasannya!

Menurut (Wibisono, 2020) terdapat 5 alasan mengapa konten edukasi kurang diminati, Pertama, media sosial memang ditujukan untuk media hiburan kala senggang, sehingga para pengguna laman media sosial bisa jadi memang tidak mencari edukasi mengenai suatu hal tertentu. Kedua, jika pembahasan terlalu panjang, hal ini juga merangkum pada alasan ketiga yang mana malas dan cepat bosan. Jika konten yang diunggah hanya berisikan tulisan panjang, tidak menonjolkan poin penting dari konten, maka viewers akan menjadi malas dan mudah bosan. Keempat, rasa ingin tahu yang minim, pada alasan ini bisa berkaitan dengan alasan nomor satu yang menggambarkan bahwa beberapa orang mungkin memang tidak menyukai konten edukasi dan hanya mengakses media sosial untuk kepentingan hiburan semata, atau mereka sudah memahami konten yang diunggah sehingga minim rasa ingin tahu terhadap suatu hal. Alasan kelima adalah tidak menarik. Konten yang baik harus menyediakan berbagai aspek yang dicari oleh para viewers, seperti penggunaan warna yang eyecatching pada konten khususnya gambar atau video. Terdapat penjelasan mengenai penggunaan warna yang tepat pada psikologi warna yang bisa mempengaruhi psikologis manusia. Dikutip dari Times of India sitat dalam (Zharandont, 2015) berikut ini psikologi warna dan kesan yang diberikan pada penglihatan manusia:

  • Merah, memberi kesan kuat, bergairah, dan semangat
  • Oranye, memberi kesan kuat dan hangat secara bersamaan. Warna oranye juga simbol dari petualangan, optimism, dan percaya diri.
  • Kuning, memberi kesan kehangatan dan ceria.
  • Biru, umumnya memberi efek menenangkan. Warna biru tua mampu meningkatkan pemikiran jernih dan biru muda meningkatkan konsentrasi.
  • Hijau, identik dengan alam, memberi suasana tenang, dan santai. Warna hijau membantu seseorang yang sedang dalam situasi tertekan menjadi lebih rileks.
  • Hitam, warna yang akan memberi kesan suram, gelap dan menakutkan namun juga elegan. Karena itu elemen apapun jika dikombinasikan dengan warna hitam akan terlihat menarik.
  • Putih, memberi kesan kebebasan dan keterbukaan. Kekurangan warna putih dapat memberi rasa sakit kepala, dan mata lelah jika warna ini terlalu mendominasi.
  • Coklat, dapat menimbulkan kesan modern dan mahal karena kedekatannya dengan warna emas. Coklat akan memberi kesan kuat dan dapat diandalkan.

Nah dari penjelasan beberapa macam psikologi warna diatas bisa kalian terapkan pada unggahan konten kalian selanjutnya ya, good luck!

Pustaka Acuan

Ha, A. (2015, June). An Experiment: Instagram Marketing Techniques and Their Effectiveness. Retrieved November 22, 2021, from digitalcommons.calpoly.edu: https://digitalcommons.calpoly.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1206&context=comssp

Wibisono, R. N. (2020). 5 Alasan Kenapa Konten Edukasi di Indonesia Tak Begitu Terkenal. Indonesia: idntimes.

Zharandont, P. (2015). PENGARUH WARNA BAGI SUATU PRODUK DAN PSIKOLOGIS MANUSIA. ACADEMIA, 1-6.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun