Koperasi merupakan bangun model perekonomian rakyat yang paling sesuai dengan konsep perekonomian rakyat yang berkeadilan, sebagaimana tercantum dalam pasal 33 UUD 1945. Namun demikian, masih terdapat banyak ketidakadilan bagi para pelaku petani kelapa sawit, di mana mereka cenderung hanya menjadi price taker dan tidak memiliki daya tawar dalam rangka nilai kelapa sawit.
Untuk mencari solusi dari persoalan tersebut, Pusat Riset Koperasi, Korporasi, dan Ekonomi Kerakyatan (PR KKEK) -- Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM) menyelenggarakan Webinar Research Collaboration and Sharing Jilid ke-9 dengan tema "Membangun Kedaulatan Ekonomi Kerakyatan melalui Koperasi", Kamis (26/10).
"Riset kolaborasi ini merupakan media agenda rutin untuk memperkuat kolaborasi riset dengan mitra-mitra strategis BRIN," kata Agus Eko Nugroho, selaku Kepala OR TKPEKM, saat membuka acara webinar.
Menurutnya, riset tidak akan memiliki dampak yang signifikan jika tidak didukung dengan kolaborasi yang solid dari berbagai stakeholder terkait. Paling tidak ada tiga hal yang relevan, antara lain dalam konteks makro, yaitu kelapa sawit merupakan komoditas terpenting karena Indonesia merupakan produsen terbesar.Â
"Sehingga kelapa sawit merupakan potensi yang luar biasa besarnya baik pada penambahan nilai ekspor Indonesia untuk membangun ekonomi wilayah, serta ekonomi kerakyatan yang terkait dengan change production dari kelapa sawit. Jumlah petani yang besar, akan memberikan dampak yang penting bagi kesejahteraan masyarakat yang terkait dengan proses produksi kelapa sawit ini," sambung Agus.Â
Kedua adalah problema masih sangat mendasar sekali berkaitan dengan kemampuan produksinya yang masih rendah, benih yang mungkin relatif sudah tidak unggul lagi, serta harga tandan buah segar yang fluktuatif dan cenderung rendah.Â
Johny menjelaskan lebih detail terkait permasalahan konstitusional. Bahwa dasar hukum koperasi adalah UUD 1945 pasal 33, tetapi belum dibuat undang-undang di bawahnya sesuai pasal 33 ayat 5. Sehingga secara konstitusional demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila belum terbentuk.Â
Acara diskusi ini berlanjut dengan menghadirkan lima orang narasumber dari kalangan peneliti, akademisi, praktisi, Â aktor dan struktur pelaku sawit nasional. Selesai diskusi dan pembahasan, acara ditutup oleh Kepala PRKKEK, Â Irwanda Wisnu Wardhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H