Mohon tunggu...
Boarneges
Boarneges Mohon Tunggu... Profesional -

"Tidak-kah kita merasa kehilangan orang-orang yang selama ini kita andalkan? mari kita melawan lupa,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak Awalku di Bandung

14 Oktober 2018   01:02 Diperbarui: 14 Oktober 2018   01:02 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah petang, dan aku tiba di Bandung. Keramaian dan kebut kendaraan memenuhi jalanan. Berusaha melampaui lampu merah yang akan segera menyala di persimpangan. Menjadi target para pengendara. Sebuah sambutan hangat setibaku disini. 

Malamnya aku ke Gedung Sate. Sesampaiku disana keramaian memenuhi halaman gedung itu. Ternyata ada acara ngopi diselenggarakan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Setiba disana ternyata acaranya sudah selesai. Lantas, aku hanya menyaksikan keramaian anak muda Bandung yang ramah dan fashionable. Sepertinya aku betah dan menyukai kota ini. 

Aku menumpangi mobil, driver online yang ramah. Aku mengajaknya bercakap-cakap tentang Kota ini. Betapa bangganya dia mengurai cerita. Juga tentang kehidupannya sebagai seorang driver. Dengan pendapatan yang  cukup untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak, lantas Aku berpikir, sebenarnya ekonomi apa sih yang sedang diperdebatkan para elit politik itu di televisi?

 Sangat jelas kunci nadanya. Memang kita harus kerja, kerja dan kerja. Harus kreatif dan inofatif. Kalau tidak demikian, maka siapapun Presidennya, kita akan tetap saja miskin. Ketika driver ini menceritakan kisah hidupnya, mulai dari nol sampai seperti sekarang, aku menyimpulkan bahwa dalam mencapai sesuatu, atau aku istilahkan dengan "kecukupan", kita harus melewati prosesnya. 

Jangan membiasakan diri dengan sesuatu yang instan. Bangsa ini sangat kuat. Bangsa yang sangat hebat. Harusnya kita menyadari ini, dan menjadi api semangat yang selalu terpatri dalam berkehidupan. 

Aku berjalan sendiri mengisi malam. Tak begitu dingin. Lalu duduk di sebuah kursi yang terletak di samping sebuah warung kecil, dekat trotoar menghadap jalan raya. Aku ingin merindu. Merindukan seseorang yang sedang kesal padaku. Tapi ia tetaplah isi hatiku. Ia tetaplah rinduku.

 Duitku tinggal sedikit. Bantuan finansial belum tiba. Masih terhalang regulasi, kata mereka. Entahlah, aku hanya ingin menikmati waktu yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun