Mohon tunggu...
Boarneges
Boarneges Mohon Tunggu... Profesional -

"Tidak-kah kita merasa kehilangan orang-orang yang selama ini kita andalkan? mari kita melawan lupa,

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Bero!" Sukabumi dan Rinduku

11 Oktober 2018   16:24 Diperbarui: 11 Oktober 2018   16:15 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sukabumi. Aku kembali lagi,  Ca. Di kota ini, meski tak sedingin dulu. Tak perlu lagi aku berjaket ketika keluar rumah, berselimut tebal ketika tidur malam, tak aku deritai lagi bibir pecah-pecah dan kering karena kedinginan. Dulunya aku mengalami itu semua, beberapa tahun yang lalu, aku berusaha menyesuaikan kondisiku yang terbiasa di iklim pesisir yang panas. Meski tak sedingin dulu, tapi masih tetap ramah, lembut dan baik. Pohon besar dekat gerbang balai juga masih ada. Akarnya memecah lantai trotoar. 

Ca, masih ingat dengan Pak Ade? Sekarang ia sudah tampak tua. Rambutnya beruban, tapi badannya gemuk. Aku berjumpa dengannya kemarin siang ketika melewati gedung kerjanya. Kamu pasti ingat gedung itu. Aku melihatnya sedang rehat sepulang dari Laboratorium Nutrisi. Ia sedang bercakap dengan beberapa temannya. Aku menemuinya. Ia merasa samar. Ketika aku memperkenalkan diri, ia tampak mengingat sebentar, lalu dengan hangat ia kembali menyalamiku, merangkul pundakku, ada bangga dimatanya. Lalu kami sejenak bercerita, bernostalgia dengan masa lalu. Ia menanyai Riang,  Yanto dan kawan-kawan yang lain. Aku menjawabnya setahuku saja. Aku terkejut ketika aku menanyakan Lia. Tahu tidak, sekarang Lia sudah kelas 1 SMA. Pak Ade memperlihatkanku fotonya, sekarang Lia lebih tinggi badannya dari Ibu nya. 

Tak menyangka sudah begitu lama aku (kita) meninggalkan tempat ini. Rasanya baru kemarin Lia menanyaiku tentang tugas 'PR'nya di Sekolah Dasar. Masih malu-malu ketika diajak berfoto,  sekarang malah sudah SMA. Ah, aku terlalu merasa muda. 

Setiap sudut Cikole masih seperti dulu. Setiap sudut yang mengingatkanku tentang kalian dan tentangmu. Sudut dimana aku memandangimu dari jauh.  Aku merasa sangat sendirian. Aku menghubungi Riang dan mengatakan rinduku padanya dan kebersamaan yang pernah terjalin disini. Ia malah meledekku dan minta dikirimi Kue Mocci. Dia sekarang ada di Batam. Ketika aku memberitahu Michael, dia malah tertawa mengingat banyak hal. Dia pikir aku kerja disini sekarang. Aku menjelaskannya bahwa aku disini hanya singgah untuk Pendidikan saja. Dipersimpangan menuju rumah Pak Ade yang aku lewati tadi pagi, aku mengingat rayuan Michael kepada Betty. Aku tertawa sendiri mengingat itu. Terlebih Michael yang akan berusaha menunggu kalian pulang, hanya untuk supaya bisa bertemu Betty dan mereka bisa jalan pulang bersama. 

Ada banyak hal yang melintas diingatanku. Semua tawa dan persahabatan yang menjadi kenangan. Semua keributan, semua buru-buru dan kejar waktu, semua jadwal, laporan demi laporan, dan semua keramahan dan cuaca dingin. Ca, mengingat semua itu, aku  ingin menangis. Ada haru dan hangat yang bercampur dan membuat merinding. Dimana aku menemukan ketulusan yang sejati, kejujuran, makna dan kebersamaan yang hangat diberbagai situasi dan keadaan. Berlomba mencari ilmu, berbagi, tak menganggap berbeda satu sama lain, dan menikmati waktu dengan sangat indah dengan peluh setelah seharian bercengkarama dengan berbagai komoditas ikan dan kolam-kolam dibawah panas terik. 

Kini yang aku jumpai adalah hari yang berbeda di tempat kita masing-masing. Mungkin begitu juga denganmu. Sangat singkat,  tapi bermakna. Aku tinggal beberapa hari lagi disini. Setelahnya aku akan ke Bandung dan kemana lagi setelah itu. Ingin saja aku ke Palembang kalau kau mau membawaku jalan-jalan. Ah, kamu saja tak membalas pesanku. 

Semoga kita semua, para "Bero" tetap sehat dan dijumpakan kembali bersama di waktu yang hangat. Tetap penuh abdi dengan semangat tanpa pamrih. Tetap saling mengingat dan mendoakan, tetap saling mengabari keadaan. Kamu, dan kalian adalah sahabat terbaik. 

(Tiba-tiba aku mengingat Agus, orang Aceh, dia selalu membagiku rokok ketika kantongku sedang kering. Agus dekat dengan Liber. Kalau mereka sudah selantai (duduk di lantai)  maka bahasanya sudah sampai keliling dunia..:D  ).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun