Disebuah waktu, ketika sedang berkoordinasi untuk urusan tugas. Berbincang dengan salah satu pejabat teras setempat. Berbagai topik kami lalui, mulai dari politik, ekonomi, Pembangunan dan hal lainnya yang sedikit banyak menyangkut hal yang menjadi tugas kami. Hingga kemudian pembicaraan mengarah pada satu titik perenungan, tentang kehidupan, tentang kematian, tentang keadilan sejati dan akhir dari segala sesuatu yang kita emban di dunia ini.
"Yang kupikirkan suatu saat kita akan meninggalkan dunia ini, anak muda. Segala yang kita punya akan kita tinggalkan, menjadi sejarah, menjadi catatan yang dibaca. Bahkan kursi yang sekarang kududuki takkan kubawa di liang kubur. Bagaimana kelak kita akan menjawab Tuhan, ketika Ia bertanya kepada kita : 'Apa yang telah kau lakukan selama hidupmu? Bagaimana dengan tanggung jawab yang kuberikan kepadamu? Apa yang kamu lakukan untuk setiap kesempatan yang Kuberikan padamu? Seberapa banyak keadilan, kejujuran, ketulusan, kebaikan kau lakukan?".
Pembicaraan panjang dengan penutup yang singkat dan padat. Aku memikirkan hal yang sama. Hingga kemudian aku menyadari hakekat kehidupan yang sebenarnya. Mengapa kita selalu mendoakan umur panjang atas diri kita? Untuk apa kita hidup? Sebuah jawaban yang patut direnungi. Kita hidup dan menjalaninya untuk menjawab tanya-nya Tuhan. Selama kita bernapas sebagai makhluk, ada sebuah eksepektasi besar yang diemban. Dengan mengesampingkan segala kodrat buatan manusia.Â
Keimanan tanpa perbuatan adalah sesuatu yang nihil. Apakah kita akan menjawab Tuhan dengan kericuhan, kebencian, kedengkian, daftar caci maki, korupsi dan segala embel-embel duniawi? Terserah siapa Tuhan atas nama agama yang kita percayai. Atau mungkin kita akan menjawabnya dengan tegas tentang segala kebaikan dan kebajikan, pengorbanan dan ketulusan? atau dengan jawaban-jawaban lain yang kita punya.Â
Lantas, mengapa kita harus membenci, menjatuhkan, menyaingi, mengibuli dan berbangga dengan itu semua. Membuatakan rakyat kecil dengan jabatan yang kita punya. Merebut kekuasaan untuk sesuatu yang fana. Mencatatkan sejarah buram dan hitam yang akan dicela segala keturunan. Semesta yang sedang kita gadaikan, hancurkan, koorporasikan yang akan menerima jasad dalam sepetak tanah dan sebuah berlabel sebuah nisan. Â Tak ada alasan untuk itu semua.
Apakah DPR akan menjawab Tuhan dengan 'angket' KPK, atau dengan daftar anggaran POLRI yang diancam akan dibekukan? Atau para koruptor dan kroninya akan menjawab seberapa mereka mencuri, mengibuli, menindas rakyat kecil dengan perbuatannya. Waktu masih panjang untuk sebuah sejarah yang terus tercatat. Berakhir dengan caci maki atau berakhir dengan pujian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H