Bulan Agustus telah tiba. Saatnya bagi mahasiswa baru untuk mengatakan halo pada kehidupan kampus yang penuh kemandirian, terutama bagi mereka yang memilih untuk melanjutkan pendidikan di luar kota. Kebanyakan calon mahasiswa asal Jawa Timur bagian selatan menjadikan Kota Surabaya sebagai tujuan mereka dalam menimba ilmu. Hal ini mengharuskan mereka untuk bepergian antar kota. Moda transportasi commuter line Penataran-Dhoho siap untuk mengantarkan calon generasi penerus bangsa ini dengan selamat sampai tujuan.
Namun, bagaimana bila saat ingin pulang atau pergi tidak ada teman? Apesnya tidak dapat kursi pula! Bagaimana jika salah naik kereta, terlewat stasiun tujuan, ada orang jahat, harus berdiri berjam-jam, atau hal-hal buruk lainnya?
Eits, tenang! Naik kereta api sendirian tak semenyeramkan itu kok. Tak dapat kursi juga tak seburuk itu. Pengalaman dua tahun sedang berbicara di sini. Yang terpenting siapkan tiket, mental, dan jaket. Karena menurut saya AC kereta cukup dingin. Sampai di stasiun saat telah mendekati jam keberangkatan, kita harus memindai e-boarding pass yang ada di aplikasi KAI Acces dan memperlihatkan KTP kepada petugas untuk di cek.Â
Saran saya, nama yang tertera di tiket harus sama dengan KTP kita, untuk memastikan bahwa tiket tersebut memang milik kita sendiri. Juga pastikan stasiun tujuan yang ada di tiket sama persis dengan stasiun pemberhentian yang memang kita tuju. Soalnya, kondektur kereta terkadang memeriksa tiket penumpang secara acak. Bila tidak sesuai, kabarnya akan diturunkan di stasiun berikutnya.Â
Sembari menunggu kereta datang, rencanakan mau naik di gerbong berapa. Ingat kita tak dapat kursi, bukan? Biasanya saya lebih memilih untuk naik ke gerbong satu atau dua dari pada di gerbong makan. Berdoalah akan ada kursi kosong yang dapat diisi. Setelah diizinkan masuk ke peron, usahakan berdiri di depan, tetapi jangan terlalu dekat dengan garis pembatas agar tak terseret oleh kereta.Â
Saat kereta sudah benar-benar berhenti, masuklah paling terakhir ke dalam gerbong. Hal ini bertujuan untuk memastikan agar orang-orang yang dapat kursi di stasiun keberangkatan yang sama dengan kita dapat menempati kursi mereka terlebih dahulu. Dengan ini, peluang untuk duduk di kursi lebih lama, minimal sampai stasiun berikutnya akan lebih besar.Â
Pilihlah kursi kosong selain kursi dengan nomor 1AB, 2AB, 23DE, dan 24DE. Sebab, kursi ini ialah kursi prioritas untuk ibu hamil, disabilitas, lansia, dan orang tua dengan anak kecil. Bila sudah ketemu, taruhlah tas di atas atau di bawah kursi. Duduk yang manis dan usahakan untuk selalu terjaga saat pertukaran penumpang di setiap stasiun. Siapa tahu pemilik kursi yang kita tempati ternyata telah datang.Â
Bila hal ini terjadi, jangan panik. Berdiri dan persilakan dia dengan sopan lalu mulai mencari kursi kosong lainnya. Saran saya, biarkan tas tetap di kursi ini dan catat posisinya di ponsel agar tidak lupa. Soalnya, pencarian kursi kosong ini tidak akan mulus. Lebih ribet jika harus membawa tas. Bawa barang seperlunya saja, misalnya ponsel.
Bagaimana jika semua kursi sudah terisi? Jika demikian, tidak apa-apa untuk berdiri di sambungan kereta. Tetapi bukan yang benar-benar di tengah antar gerbong, melainkan di antara pintu masuk, di bagian yang berlawanan dengan kamar mandi. Pokoknya jangan berdiri di depan kamar mandi.Â
Meskipun sangat tidak nyaman bila ada penumpang yang hendak naik atau keluar, tetapi tidak apa-apa untuk sementara. Selain itu, cukup terasa seru sebab dapat lebih leluasa bertukar cerita dengan penumpang yang senasib dengan kita, sama-sama tidak dapat kursi. Yah, duduk di kursi dengan orang-orang yang tak kita kenal dan tak ada interaksi yang berarti selama perjalanan terkadang lebih terasa menyebalkan.Â