Gharar menurut Bahasa arab adalah Al-Khathr yang memiliki arti pertaruhan. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Gharar adalah sesutu yang tidak jelas hasilnya (majhul al-'aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-sa'di, Gharar adalah Al-Mukhatharah (pertaruhan) dan Al-Jahalah (ketidak jelasan) oleh karena itu, akad ini masuk dalam kategori perjudian. Sehingga, dari penjelasan berikut, dapat di ambil pengertian bahwa Gharar adalah semua  akad jual beli yang mengandung ketidakpastian, keraguan, atau spekulasi. Sedangkan, Gharar dalam istilah ekonomi Islam, menunjukkan kepada berbagai kegiatan jual beli yang memiliki unsur ketidakpastian atau spekulasi dalam transaksi. Dalam konteks syariah, Gharar tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan ketidakadilan dan merugikan salah satu pihak.
Secara operasinal, Gharar dapat di artikan ketika kedua belah pihak dalam transaksi tidak memiliki kepastian terhadap barang yang menjadi objek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang sehingga akan da salah satu pihk yang kemungkinan besar akan mengalami kerugian..Â
Dalam Islam, berbagi aspek kehidupan sangat menekankan prinsip keadilan dan transparansi, termasuk dalam transaksi ekonomi. Oleh karena itu, setiap transaksi harus jelas, adil, dan tidak mengandung unsur penipuan atau manipulasi. Gharar, sebagai bentuk ketidakpastian, bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dan dapat merugikan salah satu pihak dalam transaksi                                           Â
Dalam dasar hukum Islam larangan terhadap Gharar dapat ditemukan dalam berbagai sumber hukum Islam, termasuk Al-Qur'an dan Hadis. Misalnya, dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rasulullah melarang jual beli yang mengandung Gharar." (HR. Muslim). Hadist ini menunjukkan bahwa transaksi yang tidak jelas dan penuh ketidakpastian dilarang dalam Islam.
Hikmah larangan jual beli Gharar adalah nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang di rugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada akibat jenis jual beli ini.
- Jual beli barang yang belum ada (ma'dum) : adalah jual beli Al habalah (janin dari hewan ternak).
- Contohnya :membeli janin yang masih di perut betina
- Jual beli barang yang tidak jelas (majhul) : adalah transaksi jual beli yang bertujuan menguntungkan kedua bela pihak (penjual dan pembeli).
- Contohnya :menjual tanah,namun tidak mengetahui ukuran tanah
- Jual beli barang yang tidak mampu diserah terimakan : adalah transaksi yang tidak ada wujud barangnya.
- Contohnya: menjual motor hasil mencuri
- Jual beli tanpa kejelasan harga : adalah jual beli barang yang tidak jelas harganya.
- Contohnya: penjual menjualkan barangnya dengan harga kontan Rp.1.000.000, dan mengangsurnya Rp.2.000.000 tanpa menentukan salah satu pembayarannya.
 Contoh dari Gharar:Â
- Perdagangan saham tanpa dasar yang jelas: Membeli saham yang tidak memiliki informasi yang cukup, bisa dianggap Gharar, karena adamya ketidakpastian mengenai nilai masa depan saham tersebut.
- Jual beli di pasar berjangka: Meskipun pasar berjangka dapat dilihat sebagai alat untuk mengurangi risiko, banyak ahli fiqh yang menganggapnya mengandung unsur Gharar karena sifat spekulatifnya.
- Pinjaman dengan Bunga: Pemberian pinjaman dengan bunga yang tidak pasti, di mana jumlah yang harus dibayar kembali dapat berubah-ubah.
Gharar yang di perbolehkan dalam islamÂ
Jual beli yang mengandung Gharar,menurut hukumnya ada dua macam yaitu:
- yang disepakati larangannya dalam jual beli, seperti jual beli yang belum ada wujudnya (ma'dum)
- disepakati kebolehannya,seperti jual beli rumah dengan pondasinya,padahal jenis dan ukuran serta  hakikat sebenarnya tidak di ketahui. Hal ini di bolehkan karena kebutuhan dan karna merupakan satu kesatuan,tidak mungkin lepas darinya.
Imam An Nawawi menyatakan, pada asalnya jual beli Gharar di larang dengan dasar hadist ini. Maksudnya adalah, yang secara jelas mengandung unsur Gharar dan mungkin di lepas darinya. Adapun hal-hal yang dibutuhkan dan tidak mungkin dipisahkan darinya, seperti pondasi rumah, membeli hewan yang mengandung dengan adanya kemungkinan yang di kandung hanya seekor atau lebih, jantan atau betina, juga apakah lahir sempurna atau cacat. Menurut ijma' (yang demikian) ini di perbolehkan, juga para ulama menjelaskan ijma' tentang bolehnya barang-barang yang mengandung Gharar yang ringan diantaranya, umat ini sepakat mengesahkan jual beli baju jubah mahsyuwah.
Ibnu Qoyyim juga mengatakan, tidak semua semua Gharar menjadi sebab pengharaman, Gharar apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin di pisah darinya, maka tidak jadi penghalang dalam akad jual beli. Karena Gharar yang ada pondasi rumah, dalam perut hewan yang mengandung tidak mungkin lepas darinya . Dari sini dapat disimpulkan, Gharar yang di perbolehkan adalah Gharar ringan,atau Ghararnya tidak ringan namun tidak dapat melepasnya kecuali dengan kesulitan. Oleh karena itu, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa, jual beli yang ada Ghararnya apabila ada hajat untuk melanggar gharar ini dan tidak mungkin melepasnya kecuali dengan susah, atau ghararnya ringan.
Berdasarkan penjelasan di atas, bahwa tidak semua jual beli yang mengandung unsur Gharar dilarang permasalahan ini, sebagaimana nampak dari pandangan para ulama yang menjelaskan bahwasanya ada beberapa alasan atau hal yang membuat hukum Gharar ini menjadi di bolehkan,karena permasalahan yang menyangkut Gharar ini sangat luas dan banyak.