bulutangkis pria dengan 14 kali juara.Â
Setelah menunggu 19 tahun, Indonesia akhirnya mendapat kembali piala Thomas --supremasi tertinggi beregu putra. Juara tahun 2021 ini semakin menahbiskan Indonesia sebagai negara yang paling berjaya di bereguSementara Tiongkok "baru" 10 kali. Di tengah euporia kemenangan ada beberapa hal yang menarik dari kejayaan Indonesia ini. Beberapa poin kemenarikan behind partai final ini kami rangkum sebagai berikut
Fenomena kalah menang sama Denmark. Saat Indonesia menjadi tuan rumah Thomas Uber tahun 2004, di semifinal dikalahkan Denmark dengan 2-3. Sekarang gentian Denmark menjadi tuan rumah, kalah dengan Indonesia 1-3. Cuman bedanya, Denmark gagal di final tahun 2004. Sementara Indonesia berhasil di final tahun ini. Sama sama melawan Tiongkok di final. Saat tahun 2004 itu dua ganda Indonesia tumbang semua, sedangkan sekarang ganda Denmark kalah semua.
Masih soal versus Denmark. Saat Denmark juara piala Thomas tahun 2016 --mengalahkan Indonesia- saat itu pemain kita masih piyik piyik. Dan masih terpakai sampai sekarang. Ada Ginting dan Jonathan --belum ada 20 tahun usia keduanya.Â
Juga Ihsan Maulana Mustofa. Yang senior saat itu adalah Hendra/ Ahsan, kemudian Tommy Sugiarto, dan pasangan Ricky/ Angga.Â
Dari Denmark yang masih bertahan sampai saat ini adalah Victor Axelsen, kemudian Hans K.Vittingus (nyaris saja bertemu Shesar Hiren R di semifinal) lalu Kim Astrup dan Rasmussen.
Kembali ke peristiwa Thomas 2004 di Jakarta tersebut. Kekalahan PBSI melawan Denmark tentunya sangat menyesakkan. Terutama bagi para .....calo tiket. Ceritanya para calo senayan salah tebak saat itu. Mereka pikir Indonesia bisa ke final, sehingga tiket mereka borong habis. Ternyata Indonesia kalah sama Denmark 2-3.Â
Apesnya lagi (apes bagi para calo) pertandingan final dimundurin mendekati dini hari, mungkin untuk memenuhi selera penonton eropa dan RRC, sehingga mereka melihat partai itu pas prime time. Tahun 2004 tersebut para calo banting harga.Â
Tiket mereka jual separoh harga. Dan memang di dalam setadion tidak banyak penonton, hanya pendukung Tiongkok yang menguasai arena.Â
Saya merupakan saksi mata pertandingan final antara Tiongkok Denmar. Senangnya melihat live adalah menyaksikan kejadian yang tidak mampu tercover oleh kamera televisi.Â
Partai tersengit saat itu adalah tunggal kedua. Saat Bao Cunlai (CHN) mengalahkan Kennet Johansen (DEN) melalui rubber set. Kennet menjadi coach Denmark yang selalu mendampingi tunggal Denmark dengan duduk di kursi belakang. Saat itu saking seru dan lamanya pertandingan, Kenneth Johansen memohon ganti celana sama wasit. Wasit tidak memperbolehkan. Tetapi Kennet J ngotot, dan kemudian berteriak ke arah official tim Denmark untuk melempar celana.Â