Melihat kecurangan semacam itu, PB PASI tak kalah akal. Waktu final Sea Games tahun 1985 tersebut Indonesia meloloskan dua wakil --selain Purnomo adalah Christian Nenepath. Tugas Nenepat adalah.... ikutan berlari ketika summet promna sudah curi start. Dan ternyata kejadian betul, Summet Promna mencuri start lagi, Christian Nenepat pun ikut berlari, kalau kita buka wikipedia keduanya membukukan waktu yang sama persis 10,54 detik! Persis sama.
Pada tahun-tahun itu teknologi belum mengenal seperribuan detik. Akhirnya penentuan pemenang berdasarkan foto finish. Seingat saya lutut --atau dengkul- Nenepat mencapai garis lebih dahulu.Â
Jadinya emas jatuh ke tangan Christian Nenepat, perak Summet Promna, dan Purnomo mendapat perunggu. Sebagai katakanlah gantinya, Purnomo mendapat emas nomor 200 meter di ajang tersebut.
Generasi saat Purnomo berjaya barangkali dapat disebut sebagai generas emas atletik Indonesia saat itu. Emas SG 1985 estafet didapat Indonesia dengan pelari Purnomo, Christian Nenepath, Ernawan Witarsa, dan Yulius Afaar. Kemudian saat itu pula ada Eduardus Nabunome untuk jarak jauh, Yulius Uwe dan Frans Mahuse untuk even saptalomba dan lompat jangkit, lalu ada Hero Prayogo (110 halang rintang), dan mbak Emma Tahapary yang meraih perunggu kejuaraan Asia cabang 400 meter.
Penampilan puncak atau peak performance Purnomo memang terjadi saat Olimpiade 1984 itu. Ketika ada kejuaraan Atletik Asia 1985, Â saat Senayan menjadi tuan rumah, Purnomo hanya mendapat perak untuk dua nomor spesialisasinya --yaitu 100 meter dan 200 meter. Sementara Christian Nenepat malah mengalami antiklimaks, gagal start sehingga diskualifikasi.Â
Beberapa media massa Indonesia menjadikan Purnomo lari di finish menjadi headline. Purnomo mengacungkan 2 (dua) jari saat itu. Kemungkinan 2 (dua) jari itu adalah nomor 2 (dua) atau perak, atau 2 (dua) kali mendapat perak. Kemudian saat AG di Korea tahun 1986, Purnomo mendapat cedera, meski bisa mencapai final. Â
Kalau Menpora Imam Nachrowi menyatakan bahwa almarhum Purnomo adalah "Seorang sprinter yang menginspirasi agar bisa mencapai panggung Olimpiade," sebenarnya tidak hanya itu. Bagi banyak orang, minimal bagi saya sendiri, mendiang adalah orang yang sukses banyak bakat, talenta atau bahkan multi tasking.Â
Menjadi atlet, menjadi pimpinan di Nike atau berca sportindo, menjadi pengurus olahraga, kemudian pada akhir hidupnya mulai terjun ke dunia politik, dan punya keinginan menjadi Menpora. Terimakasih atas jasa-jasamu mas Pur. Selamat jalan Purnomo Muhammad Yudhi, semoga husnul khatimah.