Minggu, 02 Juni 2024 mahasiswa IPB University telah melakukan riset terkait Biaya Tambahan kepada Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kota Bandung. Tim yang tergabung ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) ini beranggotakan Yunia Lestari, Muh Farid FB, Sulthan Farras Razin, Fahmi Maulana, dan Malika Alya.
Ketua HWDI Kota Bandung, Bu Ratna menyampaikan bahwa penyandang disabilitas seringkali menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka lebih rentan terhadap kemiskinan. Meskipun telah ada berbagai kebijakan dan program yang dirancang untuk mendukung mereka, kenyataannya banyak penyandang disabilitas masih hidup di bawah garis kemiskinan. Diskriminasi dan stigma terhadap penyandang disabilitas masih menjadi masalah yang serius di masyarakat. Hal ini dapat membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mengakses layanan kesehatan yang memadai.
"Penyandang disabilitas itu erat kaitannya dengan kemiskinan dan banyak penyandang disabilitas yang hidup dibawah garis kemiskinan" Ujar Ibu Ratna selaku Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kota Bandung
Salah satu anggota tim, Farid memberikan contoh bahwa banyak penyandang disabilitas harus menggunakan transportasi khusus yang biayanya jauh lebih mahal dibandingkan transportasi umum. Misalnya, seorang penyandang daksa mungkin harus mengandalkan taksi atau layanan transportasi online karena kurangnya fasilitas yang memadai di transportasi umum. Hal ini tentunya menambah beban biaya harian mereka.
Ibu Ratna juga menuturkan bahwa meskipun ada berbagai kebijakan yang dirancang untuk membantu penyandang disabilitas, implementasinya sering kali kurang efektif. Banyak program pemerintah yang belum mencapai target yang diinginkan, dan ketidaksesuaian data yang terjadi. Hingga kini, perhatian pemerintah terhadap isu biaya tambahan dan kemiskinan penyandang disabilitas masih sangat minim.
Salah satu anggota tim, Yunia menyampaikan bahwa beberapa penyandang disabilitas memerlukan terapi fisik rutin, yang bisa menelan biaya jutaan rupiah per bulan. Selain itu, peralatan medis khusus seperti kursi roda atau alat bantu dengar juga membutuhkan pengeluaran besar yang sering kali tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan.
“Pemerintah perlu lebih proaktif dalam menciptakan kebijakan yang mendukung penyandang disabilitas. Ini termasuk memberikan subsidi untuk perawatan kesehatan, transportasi, dan pendidikan, serta memastikan implementasi yang tepat dari kebijakan-kebijakan yang telah dibuat” Ujar Fahmi, salah satu anggota Tim PKM RSH IPB
Kemudian Sulthan menambahkan kebijakan yang sudah ada perlu dipantau dan dievaluasi secara berkala berdasarkan data yang akurat. Hal ini memungkinkan penyesuaian kebijakan jika ditemukan ketidaksesuaian antara kebijakan dan kebutuhan di lapangan. Kemudian pemerintah dapat melibatkan secara aktif para stakeholder, termasuk organisasi masyarakat sipil dan komunitas penyandang disabilitas, dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan. Hal ini dapat memastikan bahwa perspektif mereka diakomodasi dan kebutuhan mereka diprioritaskan dalam perbaikan kebijakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H