PENDIDIKAN MULTIKULTURAL UNTUK MENANAMKAN JIWA TOLERANSI PADA ANAK
Indonesia sebagai bangsa yang memiliki begitu banyak keragaman baik dari segi agama maupun etnis yang dimiliki warga masyarakatnya, berkeyakinan bahwa Bhineka Tunggal Ika merupakan simbol yang mampu mempersatukan bangsa yang memiliki budaya beraneka raga ini, untuk bekerja sama dalam hidup bernegara dan membangun Indonesia untuk kepentingan bersama.
Namun disisi lain, bangsa dan negara kita juga memiliki titik-titik rawan konflik berdasarkan agama, kedaerahan dan gender (sara) yang cukup menghawatirkan. Oleh karena itu, pengetahuan, penilaian, sikap dan perilaku yang menunjang tercapainya ke Bhineka Tunggal Ika-an itu perlu dikembangkan sehingga menjadi milik keseluruhan warga republik ini. Untuk itu diperlukan pendidikan yang berorientasi multikultural. Karena tanpa itu mustahil bisa dihasilkan masyarakat yang berjiwa dan berperilaku multikultural, hal yang menjadi persoalan adalah “seperti apa pendidikan multikultural itu?”.
Sebenarnya, dalam praktik pendidikan kita mulai dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak telah banyak dilakukan pendidikan yang menerapkan prinsip multikulturalisme itu. Misalnya siswa TK/SD pada hari-hari atau peristiwa tertentu, diperkenankan menggunakan pakaian adat. Selain itu juga, diperkenankan dan dipelajari nyanyian-nyanyia dan kesenian yang berasal dari berbagai daerah. Di SD kelas tinggi, dalam Ilmu Sosial dipelajari kondisi geografi daerah-daerah dan penduduk serta kebudayaannya.
Di sekolah lanjutan, lebih-lebih disekolah lanjutan atas, dalam ilmu-ilmu sosial khususnya antropologi, dipelajari lebih luas dan mendalam berbagai budaya dan pola kehidupan yang merupakan ciri khas budaya daerah. Memang betul bahwa pendidikan multikultural itu belum dimuat secara khusus dalam dokumen pendidikan, misalnya dalam Undang-Undang Sisdiknas seperti yang pernah diharapkan Tilaar (2004). Tilaar mengususlkan agar pendidikan multikultural itu secara eksplisit dimuat dalam pasal tentang tujuan pendidikan nasional. Namun, yang kita khawatirkan sekarang adalah jangan sampai peserta didik hanya mengenal multikulturalisme deskriptif (ada pengakuan kesetaraan atau kesamaan derajat) tapi tidak sampai kepada multikulturalisme normatif (ada niatan untuk bersatu).
Untuk dijadikan acuan, beberapa bangsa yang maju telah memiliki progam pendidikan multikultural yang teratur seperti Australia, Inggris, Kanada dan Jerman. Pada prinsipnya, menurut mereka yang harus ditanamkan dan dikembangkan adalah prinsip-prinsip hidup demokratis, toleran dan multikulturalisme normatif. Pengembangan ketiga hal itulah sebaiknya yang menjadi tujuan pendidikan multikultural.
Nama : Yuni Lestari (15170027)
Jurusan : Manajemen Pendidikan Islam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H