Salah seorang kerabatnya berkata, " Kematian kakang Kalinyamat sudah takdir Allah. Janganlah Mbakyu berlarut-larut dalam kesedihan berkepanjangan seperti ini sampai meninggalkan kerajaan"
Ratu Kalinyamat menyahut , " Aku sudah bertekad  bulat. Sebelum mendapatkan keadilan dari Gusti Allah,  aku tidak akan mengakhiri tapa ini.  Sebelum Arya Penangsang yang menimbulkan keonaran dan melakukan pembunuhan dapat dihukum sesuai dengan angkara yang diperbuatnya."
Semua tetamu laki-laki yang masih bersaudara dengan Ratu Kalinyamat tertegun mendengar kata demi kata yang diucapkan perempuan cantik berambut panjang terurai dalam balutan kebaya dan kain yang menutup hingga ke mata kakinya. Â Bukan pakaian kebesaran seorang Ratu melainkan pakaian perempuan kebanyakan. Kebaya warna hijau lumut berbahan katun dan kain batik motif bunga yang hampir pudar warnanya.
"Ora pisan-pisan ingsun jengkar saka tapa ingsun yen durung iso kramas getihe lan kesed jambule Aryo Penangsang," kalimat ini terucap laksana sumpah Sang Ratu pada alam semesta .
Semua orang itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Kanthi kecuali sosok perempuan dengan rambut terurai yang tetap duduk di atas batu ceper di atas bukit. Matanya yang sesaat tadi terpejam telah terbuka. Ganti memandang ke tempat Kanthi berdiri. Benarkah ini Ratu Kalinyamat yang diagungkan banyak orang selama ini? Kecantikan alami memang memancar dari wajahnya yang cerah. Kecantikan yang didambakan banyak perempuan seperti dirinya.
"Nduk,  perhatikan aku baik-baik !  Aku tidak  tapa wuda seperti yang kalian bayangkan selama ini. Itu hanya sebuah kiasan. Wuda artinya aku tidak berpakaian sebagai Ratu. Aku meninggalkan gemerlap kehidupan istana untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah agar berkenan memberikan keadilanNya."
Kanthi berjalan mendekat dengan takut-takut hingga bisa mencium keharuman tubuh Sang Ratu. Aroma bunga kenanga yang lembut. Kecantikan Ratu Kalinyamat tak pudar  oleh pakaian sederhana yang membalut tubuhnya.
"Aku tidak bisa memberimu kecantikan seperti harapanmu. Hanya kepada Gusti Allah kamu meminta segalanya. Berdoalah sesuai tuntunan keyakinanmu. Mendekatlah lagi supaya aku bisa menyentuh wajahmu," suara Sang Ratu menuntunnya melangkah lebih dekat lagi sampai  keduanya saling bertatapan mata. Sepasang mata yang berbinar-binar menyilaukan. Sebuah tembang mengalun pelan seiring  dengan hadirnya suasana terang benderang di sekeliling keduanya.
      "Lihat, matanya sudah terbuka !" seru suara yang terdengar melengking.
      "Kukira tadi patung," sambung suara lain yang lebih dalam dan besar untuk suara seorang perempuan.
      "Pasti sudah ketemu Ratu Kalinyamat" suara melengking kembali lagi.