Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilu Darah dalam Amarah

10 Mei 2020   11:00 Diperbarui: 10 Mei 2020   15:51 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : id.pinterest.com/OngkoRongko

"Maaf Kanjeng Ratu, apakah tadi itu benar-benar perampok ?" salah seorang pengawal yang mengangkat tandu sepanjang dipan memberanikan diri bertanya.

 "Kukira mereka suruhan Arya Penangsang," geram dalam suara Ratu Kalinyamat ikut dirasakan semua pengawalnya. " Setelah membunuh Kangmasku dia  masih belum puas. Suamiku dibunuh juga. Aku tidak mengerti mengapa Sunan Kudus bisa membiarkan semua ini terjadi."

Perjalanan pulang ke istana Kalinyamat terasa begitu lambat sementara bayang-bayang senja mulai mendekat. Keletihan yang sangat mulai dirasakan Ratu. Sais kereta membujuknya untuk naik kereta saja tetapi dia bersikukuh untuk menunggang kuda hingga tiba di istananya. Semua pengawal tak berani menentang kehendaknya.

Pemakaman Pangeran Hadhiri dilaksanakan keesokan paginya. Suasana duka tidak hanya terpancar di wajah para warga dan seluruh penghuni istana tetapi juga tergambar di langit yang menaungi wilayah Kalinyamat. Awan kelabu menutupi  sebagian sisi langit  sehingga memberikan keteduhan bagi para pengusung jenazah dan warga yang mengikuti hingga ke makam di Mantingan. Perjalanan itu tidak terlalu dekat juga. Perlu waktu hampir satu jam jalan kaki dari istana. Ratu mengikuti seluruh prosesi pemakaman dengan mata sembab meskipun berhasil menahan airmatanya tumpah lagi saat tubuh lelaki dari tanah seberang yang sangat dicintai itu berkalang tanah merah.

"Aku akan meninggalkan tahta kerajaan untuk berkelana mencari keadilan. Aku akan memohon pertolongan Gusti Allah agar diberikan kekuatan sehingga bisa membalas dendam atas kematian suamiku,"  Ratu berkata kepada para punggawa Kerajaan. " Aku ingin menyepi, menyendiri, bertapa, di tempat yang jauh dari keramaian dunia."

"Kanjeng Ratu, di sebelah timur istana terdapat tanah luas di tepi sungai  dikelilingi pohon-pohon besar yang  rimbun. Jika berkenan Kanjeng Ratu bisa bertapa di sana," usul  Ki Suta Mangunwijaya yang memimpin pengiring Ratu untuk mencari tempat bertapa. Beberapa dayang  kinasih dan pengawal kepercayaan ikut bersama  Ratu.

Ratu Kalinyamat setuju untuk melakukan tirakat di sana. Bahkan meminta disiapkan alas sembahyang  dan pancuran air untuk berwudhu. Di atas batu lebar Sang Ratu sembahyang, berdzikir, bermunajat dan bertafakur memohon pertolongan Allah agar Arya Penangsang mendapatkan balasan atas perbuatannya. Kedatangan  Hadiwijaya, adik iparnya, membujuknya untuk mengakhiri  bertapa ternyata tidak berhasil. Ratu justru mencari tempat pertapaan lain di  gunung  Donoroso yang sedikit agak jauh dari Mantingan. Namun tempat itu pun dianggap masih belum tepat sebagai tempat  untuk menenangkan dirinya.

"Pikiranku masih tidak tenang di sini. Kita harus mencari tempat lain," kata Ratu kepada para dayang dan semua pengiringnya. Ki Suta Mangunwijaya mengikuti kehendak Ratunya untuk menempuh perjalanan beberapa hari sampai akhirnya bertemu Ki Pejing yang menunjukkan tempat yang sangat bagus untuk bertapa. Tempat  itu berada di tepi sungai kecil yang airnya jernih dan menurut Ki Pejing airnya selalu mengalir sepanjang tahun.  Tanah yang ditunjukan tersebut juga berbau harum.

"Nama tempat ini Sitiwangi," Ki Pejing menjelaskan.

Ki Suta Mangunwijaya segera menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan Ratu. Kebetulan ditemukan batu lebar di salah satu sudut sungai. Berdua dengan bantuan salah seorang punggawa batu itu dipindahkan ke bukit yang jalannya agak menanjak. Meski dengan bersusah payah batu ceper hitam yang lebar  berada di sana. Sementara itu Sang Ratu  akan mandi dan bersuci di sungai itu. Para dayang meminta para lelaki menjauh dari sungai selama Ratu mandi berkain sebatas dada saja.

Ternyata kabar tentang pertapaan Ratu Kalinyamat terdengar pula oleh Hadiwijaya yang tak putus asa membujuk Kakak iparnya itu untuk mengakhiri bertapa. Bersama dengan lima lelaki yang masih kerabat dekat Sang Ratu dari pihak  Ayahnya, Hadiwijaya kembali menemui Ratu Kalinyamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun