Masih bisa bekerja di sawah ladang milik Pak Lurah. Tetapi kecelakaan di penggergajian kayu milik Pak Tunggul membuat kakinya terpaksa harus diamputasi. Dia terpeselet di dekat mesin pemotong  dengan kepala membentur tumpukan  kayu gelondongan  yang serentak berjatuhan mengenai kakinya. Hanya satu kaki yang berhasil ditarik dalam posisi menekuk tetapi kaki kanan tak lagi bisa diselamatkan.
Sebaris kalimat  yang diucapkan Bapak itu telah membawanya menyepi dari hiruk pikuk kehidupan dunia. Bahkan membuatnya berhenti dari pekerjaannya di warung kelontong milik Pak Thamrin. Memiliki kecantikan alami menjadi idamannya sejak bertahun-tahun lalu dan semakin menguat dalam tiga bulan terakhir ini. Walaupun hidungnya agak besar dan bibirnya tebal, jika tuah laku bertapa itu benar-benar terbukti, lelaki manapun akan melihatnya bagai bidadari jelita yang baru turun dari kahyangan.Â
Ke pertapaan sonder inilah harapannya disandarkan. Sesudah mendapatkan kecantikan maka segalanya akan mudah didapatkan. Tekadnya telah bulat untuk meninggalkan desanya. Berburu rupiah di metropolitan seperti yang dilakukan kebanyakan perempuan muda di desanya. Tidak peduli apapun sebutan untuknya nanti. PSK mungkin menjadi sebutan yang lebih pantas daripada begenggek.
"Apa arti kecantikan bagimu?" suara perempuan itu mendekat tetap tanpa rupa.
"Uang ," jawabnya mantap tanpa berani mencari-cari sumber suara. Dia malah tertunduk menekuri tanah merah tempatnya berpijak . Bayang-bayang sehasta tingginya jatuh di samping kirinya diikuti desauan angin yang tiba-tiba membuatnya menggigil. Rasa takut dan penasaran berdesakan di dalam keheningannya. Dipaksakan mengangkat wajah karena merasakan kehadiran seseorang.
 Perempuan yang luar biasa cantik telah berdiri dalam rentang tiga langkah di hadapannya. Alam menyambutnya dengan kegelapan yang pekat namun  taburan cahaya di sekelilingnya membuat tubuhnya terlihat seperti memancarkan sinar. Mahkota berbentuk kubah yang melekat di kepalanya menutupi  bagian tengah dahinya.Â
Bebatuan yang menutupi seluruh permukaan mahkota berkelip-kelip menyilaukan. Bagian terbaik yang menyita perhatian adalah wajah yang sempurna. Kedua matanya berbinar dengan senyum mengembang dari bibirnya yang berlekuk tajam di atasnya sedangkan bagian bawahnya sedikit lebih lebar dan menggantung. Hidungnya tidak terlalu runcing ujungnya tetapi serasi benar dengan kedua  belah pipinya yang bundar penuh di tengah lalu agak tirus ke bawah. Baru disadari adanya sepasang lesung pipit di kedua sudut bibirnya. Semakin cantik saja perempuan itu dalam pandangannya. Diakah sang Ratu ?
"Aku Retno Kencono," sepatah kata perkenalan yang lembut tapi tegas. Kanthi merasakan debaran di dadanya  makin cepat.  Tujuannya bertapa telah berbuah pertemuan dengan Sang Ratu.  Menurut Bapak,  Retno Kencono adalah nama Ratu Kalinyamat. Ada juga yang menyebutnya Nyi Langgeng. Sedangkan Kalinyamat adalah nama wilayah tempatnya berkuasa pada awal abad  ke  15. "Mendekatlah !" suaranya seperti menyihir Kanthi.
Entah berada di mana dirinya sekarang. Seketika dia sudah tidak mendapati Sang ratu dan tidak lagi memijak  pelataran beraroma kenanga. Dia hanya berdiri di sudut ruangan. Menyaksikan  laki-laki bersorban putih sedang berbicara kepada laki-laki dan perempuan yang duduk di hadapannya. Karena hanya melihat punggung keduanya,  Kanthi tak mengenali mereka. Setelah menyimak percakapan mereka barulah disadari kalau mereka adalah Ratu Kalinyamat dan suaminya, Pangeran Hadhiri. Wajah lelaki itu benar-benar rupawan. Posturnya tinggi , berkulit putih dan berhidung mancung. Bola matanya kecoklatan di bawah naungan alis yang juga kecoklatan.
"Kakangmu Prawoto itu telah berhutang pati terhadap Arya Penangsang, maka kematiannya adalah tebusannya," ucapan lelaki bersorban itu membuat Ratu menitikkan air mata.
Keduanya bergegas meninggalkan ruangan diikuti beberapa pengiringnya yang sedari tadi duduk bersimpuh di pojok-pojok ruangan. Ada empat lelaki berbadan tegap yang menyertainya tetapi ternyata di halaman rumah sudah menunggu kereta kuda dan sepuluh ekor kuda. Mereka bergerak  pelan-pelan meninggalkan halaman rumah yang cukup luas.  Wajah Sang Ratu tidak terlihat lagi. Bersama Pangeran Hadhiri, dia menghilang di balik kain keemasan penutup kereta kuda yang membawanya.