Mohon tunggu...
Sri WahyuNingsi
Sri WahyuNingsi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

everything is a choice,-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Politik Hukum Islam dalam Pembentukan UU Perkawinan

21 Oktober 2022   13:24 Diperbarui: 21 Oktober 2022   13:28 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik Hukum Islam merupakan Suatu Upaya Kebijakan pemberlakuan tentang hukum islam sebagai salah satu hukum yang telah hidup di dalam masyarakat. Politik Hukum menurut Mahfud MD Politik Hukum adalah "Legal Policy atau garis (Kebijakan) resmi tentang hukum yang di berlakukan dengan baik dengan pembuat hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama dalam rangka mencapai tujuan negara".

Sebagai Negara Hukum, tentunya Indonesia dalam pembentukan peraturan Perundang-undangan tidak dapat terlepas dari Politik Hukum. Dengan demikian sebenarnya jelas bahwa hukum, selain berasal dari nilai-nilai dan etika sosial, juga sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik.  

Begitupun juga dengan keberadaan hukum islam di Indonesia, yang dimana masyarakat muslim Menghendaki diberlakukannya Hukum Islam, terutama di bidang Hukum Keluarga. Indonesia menganut sistem hukum Civil Law, yang menghendaki adanya perundangan-undangan (enactment), seperti UU Perkawinan

Perkawinan  Menurut Pasal 1 Nomor 1 tahun 1974 ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita dengan tujuan membentuk rumah tangga. Perkawinan bertumpu pada tujuan yaitu membentuk keluarga yang bahagia , kekal dan sejahtera dan pasangan suami istri harus saling membantu dan saling melengkapi agar tercapainya kesejahteraan jasmani dan rohani dalam keluarga. Membentuk keluarga bahagia erat hubungannya dengan memiliki keturunan.  

Untuk adanya atau menjamin kepastian hukum, maka suatu perkawinan adalah SAH, bila dilakukan sesuai menurut agama dan kepercayaan masing-masing, serta dicatatat menurut perundang-undangan yang berlaku sebagai prinsip legalitas, hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat 1 dan UU No.1 tahun 1974. 

Disamping itu dengan adanya batas usia kedua calon mempelai yaitu untuk pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. Pembatasan ini bermaksud untuk kedua mempelai siap untuk menjalin rumah tangga agar mewujudkan tujuan perkawinan  dengan baik. 

Namun pembatasan umur yang terdapat dalam UU No.1 tahun 1974 pada akhirnya di ubah dengan UU Perkawinan baru yaitu UU No.16 tahun 2019 dengan batasan umur pria 19 tahun dan wanita 19 tahun. Yang mana memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak dibawah umur, khususnya bagi anak perempuan, karena usia 16 tahun masih dalam masa menempuh pendidikan, bukan masa untuk kawin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun