Hasil hitung cepat tidak seperti diharapkan PDI dan loyalis Capresnya.
Kenaikan sedikit perolehan suara PDI seakan tidak punya arti, yah.. kecuali bisa menghibur diri sembari ngomong begini ‘dari pada jeblok seperti Demokrat yang meluncur terjun kayak gatot kaca copot sayapnya’, sangkut di pohon kallee….
Apa yang digembar-gemborkan PDI dan loyalis Capresnya ternyata ‘omdo’.
Kalaulah kenaikan hanya diperoleh sebesar 1-2% suara dibanding Pemilu 2004-2009 apa artinya surat sakti yang ditulis Mega untuk jagoan titipan menjelang Pileg 2014?.
Atau dengan kata lain apa artinya ‘radikalisme’ loyalis Capres yang gebyah ruyah kayak ‘orang sawan miras oplosan’ membanggakan keberadaan Capresnya seakan memberi kemenangan besar bagi PDI katanya 27.02 %.
Bukan main, angka yang tidak pernah terjadi sekalipun dalam sejarah Pemilu RI untuk para nasionalis.
Sampai disini kita menganggap PDI jalan di tempat.. pat.. pat..
Terus.. apa sebenarnya yang terjadi dengan PDI?, hanya Mega lah yang tahu..
Namun perkiraan kita, terlihat bahwa Mega berada pada posisi yang terus dipersulit oleh inner-circlenya untuk menentukan Capres-idolnya yang pesertanya seorang wae itu.
Suka tidak suka, mau tidak mau Mega terpaksa memilih sang Capres, sementara bahasa tubuh dan lamanya waktu penentuan menunjukkan tidak sepenuhnya Mega menyukai keputusannya sendiri..
Memperhatikan sejak awal “lamban’nya Mega memutuskan Capres apalagi hanya lewat surat bertuliskan tangan, menggambarkan pergolakan didalam tubuh PDI.
Bisa saja salah, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa Mega telah ‘dikerjai’ oleh para ‘panglima talam’ lapis pertama dan lapis keduanya (emang kue lapis he he he ).
Memperhatikan nama yang beredar disekeliling Mega, maka ada tiga tipe panglima talam (patam) :
1.Murni nasionalis;
2.Setengah nasionalis;
3.Pura-pura nasionalis.
Yang sangat mempengaruhi Mega menentukan Capres-idolnya adalah patam tipe 2 dan 3, terbukti besarnya tekanan ke Mega ditentukan juga hasil persekutuan sesat patam dengan elemen luar partai.
Siapa elemen luar partai?, tidak sulit menjawabnya.
Yang pasti elemen luarlah yang menentukan hitam putih perjalanan Capres PDI kedepan, bukan partai bukan juga Mega.
Sejak 2009 Mega sudah terlihat diplot sebagai penentu tunggal Capres.
Ini memudahkan patam 2 & 3 mempengaruhi keputusan partai untuk mengusung Capres, dibanding harus melibatkan seluruh komponen partai yang pasti sulit ditembus karena militansi patam 1.
Hasil hitung cepat membuktikan bahwa persekutuan sesat di PDI hanyalah bertujuan membesarkan Capres PDI, bukan membesarkan PDI.
PDI jalan di tempat dan Capresnya jadi, Mega kemungkinan besar akan duduk manis sebagai ‘askar tak begune.
Kalau Capres tak jadi?, dua gendangnya Mega pensiun atau Mega tidak pensiun menunggu Pemilu 2019.
Sementara Capres gagal tadi bagaimana?.
Kemungkinan besar pulang ke Solo unutuk meneruskan usaha kayunya yang sempat berhenti, sekaligus kreasi baru oleh-oleh dari Jakarta yakni boneka kayu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H