Sebaiknya dipahami :
Keppres sesat SBY no. 12/2014 hanyalah untuk di pemerintahan yang besok-besok bisa dihapus.
Warga negara yang menghargai kebhinekaan tidak harus tunduk pada Keppres sesat SBY, karena bukan kejahatan ataupun pelanggaran.
Justru SBY berada dalam posisi telah melakukan kejahatan politik kebhinekaan.
Inti dari Keppres yang tertera pada konsideran menimbang, membingungkan sekaligus menjungkirbalikkan rasa ‘keadilan’ publik, bila dikritisi apakah hubungan dikriminasi dengan kata cina, kalau terjadi sebaliknya misal sekelompok cina melakukan diskriminasi dilingkungannya terhadap pribumi?.
Apakah sebutan orang jawa yang biasanya paling banyak bekerja sekaligus mengalami diskriminasi dilingkungan kelompok cina harus diganti apa misalnya?
Walaupun hanya untuk di pemerintahan, Keppres sesat SBY malah menunjukkan keanehan cara pandang SBY dan elite politik disekelilingnya yang aji mumpung.
Wajar setiap orang menafsirkan keanehan lahirnya Keppres sesat SBY dengan latar belakang yang gampang dirunut kebenarannya.
Pertama, bisa-bisanya SBY menjelang Pemilu 2014 mengeluarkan kebijakan Keppres sesat yang suka tidak suka mengundang kecurigaan publik akan ‘ampau’ dari tamu tak diundang ditengah kesibukan seluruh warga menyiapkan pesta demokrasi.
Kedua, Sama seperti pengalaman lampau ketika ada kebijakan-kebijakan ‘haram’ yang tiba-tiba ‘beronjol’ dari rahim istana negara yang sudah bisa dipastikan hasil perselingkuhan sesat antara kepala negara dengan sekelompok orang yang rakus tidak pernah berhenti untuk menganggap dirinya lebih tinggi derajatnya dibanding orang-orang disekelilingnya.
Orang -orang ini sudah pasti adalah para anggota rezim paranoia BlackKonglo atau yang sekarang sering disebut Konglomerat Hitam.
Bila diperhatikan sepak terjang mereka selalu merugikan kepentingan publik yang selalu tidak peduli dengan perbedaan disekelilingnya.
Setiap publik tidak akan peduli siapa Kwik Kian Gie, seorang cina tapi yang terpenting dia telah menyuarakan dan mengutamakan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan segelintir orang yang menguasai ekonomi NKRI dengan cara-cara sesat bernama BlackKonglo.
Setiap publik tidak akan peduli siapa Titik Puspa, seorang cina yang dilahirkan begitu besar bakat seni suaranya sehingga melahirkan banyak lagu-lagu indah dan berkelas kemudian menjadi favorit publik tua muda.
Setiap publik tidak akan peduli siapa Nio Gwan Chung, seorang cina yang dilahirkan dari ayah bernama Lim Soen Nio seorang shinse dan ibu Nio Sem Nyau seorang biksu budha. Ekonom Syariah terkenal dari Indonesia ini menguasai begitu dalam ekonomi Syariah dan menduduki banyak jabatan hebat di dalam dan luar negeri.
Sudah jamak diketahui publik, ada karpet merah yang memberi jalan masuk istimewa para BlackKonglo ke dalam istana.
Eksklusifitas dan kesombongan BlackKonglo yang selama ini memporakporandakan ekonomi dengan cara-cara sesat, ingin mempertegas diri panggilan istilah cina mesti diganti tionghoa.
Padahal menjadi bahan tertawaan publik dimana-mana, kapan pula sebutan wilayah pecinan bisa menjadi petionghoaan?.
Tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya arti kata tionghoa adalah untuk menunjukkan bahwa mereka lebih tinggi kelasnya dari pada kaum pribumi.
Gara-gara nila setitik maka rusak susu sebelanga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H