Memilih pemimpin sekelas Presiden dan Wakil Presiden selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI bukanlah seperti membeli kucing dalam karung. Jangankan pemimpin negara, pemimpin sekelas Ketua RT-RW saja publik setempat harus mengetahui apa latar belakang sosok yang akan memimpin setingkat lingkungan atau dusun.
Termasuk siapa yang mendukung sosok dimaksud, bagaimana mungkin publik satu RT dan Kelurahan rela melepaskan kepemimpinan wilayahnya diserahkan pada sosok yang didukung oleh bandit atau penjahat yang bikin onar di kampung itu sendiri. Konon pula sampai didukung uang atau dana dari para residivis yang sering masuk penjara keluar penjara.
Begitu pula atau sangat penting dari itu semua bila yang akan dipilih adalah setingkat Kepala Negara memimpin 250 juta orang yang hampir separuhnya hidup di bawah garis kemiskinan berdasarkan standard hidup Alien World Bank, bukan World Bank apalagi BPS (Badan Pilih-pilih Selera).
Ada informasi dikutip dari inilah.com menyebutkan salah satu capres akan menerima sisa sumbangan dari salah satu BlackKonglo berinisial ST sebesar Rp.500M pada esok hari Senin 30 Juni 2014.
ST diinformasikan menyumbang total sebesar Rp. 3T yang sebelumnya telah diberikan dan sisanya menyusul kemudian. Diduga pemberian sumbangan ini terkait erat dengan upaya penyelamatan kepada sang BlacKonglo dari jeratan hukum atas beberapa perbuatannya melawan hukum yaitu,
1.Kasus pajak perusahaan AA
2.Kasus pencurian kayu hutan atau illegal loging
3.Kasus BLBI yang menjeratnya saat memiliki UBank
Diinformasikan juga BlackKonglo dari SM Grup dengan inisial EW dan SK yang juga terlibat kasus penggelapan pajak menyumbang Rp.1,5T pada salah satu pasangan capres-cawapres yang berasal dari bunkerBLBI.
Jika semua ini benar maka Undang-Undang No. 42 Thn 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden merupakan pedoman sumbangan bagi capres dalam pelaksanaan Pilpres.
Pasal 92 ayat 2.c dan pasal 95 UU No. 42 Thn 2008 diatas mengatur dana pilpres yang diperoleh dari perseorangan, kelompok, perusahaan dan atau badan usaha non pemerintah. Pasal 96 mengatur sumbangan perorangan maksimal Rp.1M dan yang kriteria lain selain perorangan dapat menyumbang maksimal hingga Rp.5M.
Yang melebihi ketentuan sebagaimana bunyi pasal 220 diancam penjara 6 hingga 24 bulan dan didenda Rp.1M s/d Rp.5M.
Inilah Jagoan KPK yg janji selesaikan BLBI, ternyata jangankan BLBI, Century ajapun kagak jelasdan membuat BalckKonglo nyaman di BunkerBLBInya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H