Kalo di Liga Inggris, ada kalimat yang pernah dilontarkan oleh pelatih Manchester United Sir Alex Ferguson kepada tim yang saat ini sedang naik daun yaitu Manchester City atau Manchester Biru yaitu “Tetangga yang berisik”. Julukan tetangga yang berisik atau “ Noisy Neigbor” itu diberikan kepada para pendukung klub Manchester City, Panggilan itu pertama kali diucapkan oleh Sir Alex Fergusonkala kedua tim bertemu dalam laga derby 20 September 2009 di Old Trafford.Sir Alex Ferguson dengan senyum kecil pun berucap, "Sometimes you've got a noisy neighbor and you have to live with it. You can't doanything about them and they keep on making noise." Terakhir MU dibantai 6-1 oleh MC di Old Trafford pada putaran pertama EPL musim 2011-2012, dan pada piala FA saat tulisan ini diketik, MU membungkam MC 3-2.
Lain di Liga Inggris, lain lagi di kawasan Asia Tenggara, ini yang sering terjadi antara Indonesia – Malaysia atau Indonesia – Australia. Antara Indonesia dan Malaysia, yang banyak kata orang merupakan negeri serumpun, dan Malaysia pun mengganggap Indonesia adalah saudara tua bahkan guru karena pada jaman orde baru banyak pemuda-pemudi dari Negeri Jiran bersekolah dan menimba ilmu di Indonesia, karena merasa Indonesia adalah negara besar dan tentunya banyak juga orang pintar. Dan setelah beberapa tahun berselang, ekonomi Malaysia tumbuh dengan pesatnya, Gedung twin tower yang merupakan simboll kemajuan dibangun, Proton sebagai mobnas berhasil digulirkan, hingga urusan olah raga ( sepak bola dan bulu tangkis ) juga menjadi berita yang besar apabila bertemu dengan Indonesia. Tak hanya itu, secara geografis pun, antara Malaysia dan Indonesia sering terlibat tarik ulur dengan Indonesia dalam hal perbatasan wilayah, dari Ambalat yang akhirnya di embat, batas wilayah kelautan dengan insiden tersanderanya pegawai DKP pun sering terjadi. Apalagi kasus TKI yang setiap tahun selalu ada berita yang menghiasi media, ada saja TKI yang disiksa atau dipulangkan paksa oleh pemerintah Malaysia, juga kondisi di wilayah perbatasan yang seakan-akan “anak tiri”, sehingga banyak warga Indonesia di perbatasan yang ramai-ramai “ngambeK’ akan menyeberang ke sebelah jika tidak diperhatikan, dan tentunya masih bayak hal lagi sehingga menambah daftar PR bagi pemerintah.
Perang urat syaraf, ejek mengejek hingga ajakan perang beneran pun sering dilontarkan dari para nasionalis yang geram dengan sikap negara serumpun itu. Seakan-akan ingin mengulang kembali sejarah di tahuan 60-an, kalimat “Ganyang Malaysia” selalu mengemuka. Hubungan yang panas-dingin disertai dengan riak-riak kecil akan selalu menghiasi hubungi bilateral kedua negara ini, hingga keberanian dan ketegasan dari pemimpin negara ini saja yang mampu mengatasi “noisy” dari tetangganya.
Selain dari negara serumpun, negara di sebelah selatan Indonesia juga demikian, dari urusan Timor-Timur yang didalamnya ada episode terbunuhnya salah satu wartawan negeri kangguru tersebut, hingga yang terbaru adalah rencana dibukanya pangkalan marinir di negara itu, yang tentunya membuat riak-riak kecil muncul. Dan anehnya, tidak seberapa lama lagi Indonesia akan menerima hibah pesawat Hercules dari negara kangguru. Tidak tau dech, hibah macam apa lagi, dan komitemen apa lagi yang akan terjadi.
Ternyata, tidak hanya Malaysia dan Australia saja, beberapa hari terakhir ini selain heboh tragedi Mesuji, Bima hingga sendal jepit dan esemka, terselip berita yang lumayan aktual, yaitu ada tetangga yang sedang “naik pitam” karena gara-gara pesawat sipilnya yang ditumpangi oleh pejabat tinggi Papua New Guini (PNG) di kuntit oleh 2 pesawat tempur Indonesia. Sampai-sampai pemerintah PNG punya niat untuk mengusir duta besarnya. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti, apakah insident tersebut dapat diselesaikan secara happy-ending atau sebaliknya. Tetapi, dengan menilik pengalaman yang sudah-sudah, rasa-rasanya akan berhenti dengan tidak ada kehebohan. Tidak ada drama-drama yang akan berlanjut, namun kedepannya akan menjadi bara dalam sekam, yang setiap waktu bisa menyulut permasalahan kecil lainnya. Karena perlu diingat juga kawasan PNG dalam hal ini adalalah Papua baru sedikit reda tensi suhu politiknya setelah tersulut oleh aksi-aksi demo pekerja freeport, aksi penembakan dan beberapa aksi masa lainnya.
Dari beberapa kejadian dengan beberapa negara tetangga tersebut, sepertinya pemimpin bangsa ini harus semakin belajar untuk menjadi pemimpin yang tegas dan berani. Menjadi pemimpin sebuah negara besar merupakan karunia tersendiri, tetapi apabila menjadi pemimpin sebuah negera yang besar tanpa adanya nyali yang besar juga, rasa-rasa nya percuma. Ditengah-tengah pergaulan bangsa-bangsa dunia, atau katakanlah negara se-kawasan, perlu juga sedikit membusungkan dada, bahwa negara ini punya kedaulatan, kemandirian juga potensi yang berlebih, apabila tidak dapat bekerja sama dengan baik, saling menghormati dan meghargai, rakyat dan bangsa ini bisa melawan dan bertindak sebagaimana sejarah masa lalu telah membuktikan, bahwa rakyat bangsa ini tidak tunduk kepada kekuatan yang ingin merongrong kedaulatan dan kemerdekaan. Kita harus membuktikan kepada tetangga sebelah, bahwa kita boleh bertetangga, tapi jangan banyak berisik mengusik dan memprovokasi dengan hal-hal yang tidak prinsipil. Perlu pemimpin yang besar dengan nyali yang besar, sehingga riuh rendah “noisy” tetangga sebelah semakin tak terdengar..... !!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI