Mohon tunggu...
Frans Yunet
Frans Yunet Mohon Tunggu... Professional di bidang nya -

menjalani hidup ini dengan apa adanya dan dengan penuh kesyukuran...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemimpin yang ber-NYALI, ber-TAJI dan ber-JIWA BESAR...

15 Oktober 2012   12:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:49 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepertinya tak lelah anak bangsa ini mencari sosok pemimpin untuk memimpin negara dan bangsa yang tercinta, tidak hanya sekedar pintar tapi juga baik, antara otak, hati dan moral seakan-akan menjadi satu paket prasyarat mutlak untuk menahkodai bahtera yang bernama Indonesia. Tidak hanya sekedar memimpin, tapi juga menjadi panutan dan teladan. Setiap tutur katanya enak didengarkan, dan setiap arahan ataupun komandonya merupakan instruksi langsung yang harus dikerjakan. Setiap kehadirannya selalu dirindukan dan karnya nyatanya menjadi monumental untuk rakyat dan bangsa yang pernah dipimpinnya.

Dengan sumber daya manusia yang melimpah, negeri ini tidak akan pernah kehabisan orang pinter, tapi sepertinya mencari orang yang baik bak mencari jarum dalam tumpukan jerami, susah atau bahkan tidak mungkin. Selain mungkin tidak punya modal juga tidak populer. Lah gimana to ? bagaimana mau populer, kalo tidak punya modal ? Setiap pemimpin di negeri ini, baik di tingkat nasional dan regional boleh datang dan pergi, tapi semenjak republik ini berdiri sedikit sekali para pemimpin negeri ini yang mampu meninggalkan cerita indah untuk para penerus kepemimpinannya.

Waktu Soekarno lengser diganti oleh Soeharto, muncul cerita kudeta lewat G30S-PKI. Dari Soeharto ke Habibie muncul rumor itu adalah sebuah intrik dan pengkhiatan karena Suharto seakan-akan “dijatuhkan” oleh orang-orang yang dididik dan dibesarkan nya. Selanjutnya dari Habibie ke Gusdur, muncul ketidak percayaan kepada Habibie karena Habibie merupakan hasil didikan orde baru sehingga LPJ nya tidak diterima oleh MPR waktu itu, selain itu Habibie dianggap bersalah karena pada masa kepemimpinan nya “Timor-Timur” menjadi Negara yang merdeka dan lepas dari NKRI. Lalu pada tahun 1999 muncul lah sosok Gus Dur yang memenangkan posisi menjadi Presiden walau partainya tidak memenangkan pemilu. Gus Dur menjadi presiden lewat koalisi yang dinamakan “poros tengah” yang dipimpin oleh Amin Rais ( termasuk Bambang Subiyanto ) .

Tidak sampai 5 tahun kepemimpinan nya selesai, akhirnya Gus Dur harus menyerahkan tampuk presiden ke Megawati, ada cerita bahwa Gus Dur di “Sidang Istimewakan” oleh MPR waktu itu, karena adanya skandal “Bulog Gate” yang menyeret namanya dan Dekrit Presiden diakhir masa jabatannya yaitu membubarkan Parlement. Setelah Gus Dur lengser selanjutnya diganti kan oleh wakilny saat itu yaitu Megawati. Dari Megawati ke SBY muncul cerita dramatisasi karena SBY dipecat dari Menko Polkam, sehingga menimbulkan rasa iba atas “teraniaya” nya SBY, sehingga menuai simpati rakyat dan memilih nya menjadi Presiden sejak 2004 sampai saat ini.

Cerita masa lalu hingga masa kini yang tidak romantis, melainkan tragis. Sampai-sampai, kita tidak pernah melihat presiden negeri ini duduk bareng dalam satu frame. Hal itu terhadi hanya pada baliho besar, pada saat perayaan hari kemerdekaan, dimana para presiden kita berada dalam satu frame, walau itu hanya baliho saja ataupun dulu pada saat ada acara parodi di televisi.

Sepertinya kita merindukan pemimpin yang mampu “menang tanpa ngasorake” atau istilah sekarang ini adalah “yang menang gak boleh mabuk, yang kalah gak boleh ngamuk”. Itulah pameo yang pas, lebih-lebih kalo ditambahkan kalimat “rukun sampai kakek-kakek dan nenek-nenek” sehingga menjadi “yang menang gak boleh mabuk, yang kalah gak boleh ngamuk sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. Memang sepertinya aneh, kayak orang kawinan saja. Tapi hal ini sangat penting, karena teladan seorang pemimpin merupakan perintah/petunjuk bagi rakyat yang dipimpin nya. Dimana pemimpin bisa akur dan rukun (tidak sebatas formalitas saja), yakinlah bahwa rakyat pendukung nya juga akan akur juga.

Bisa diliat dalam Pilkada DKI ini, antara Jokowi dan Foke. Pemenang sudah diptusukan, bahkan hari ini 15 Oktober 2012 sang Gubernur / Wagub terpilih yaitu Jokowi / Ahok sudah resmi dilantik untuk menjadi pemimpin yang baru untuk warga DKI. Apa yang di contohkan Bang Foke merupakan oase di padang pasir demokrasi Indonesia saat ini. Sebuah kebesaran seorang pemimpin yang mampu dan mau mengakui kekalahan serta mengucapkan selamat kepada lawan politiknya. Sungguh sesuatu yang elok untuk dilihat dan di contoh oleh para pemimpin negeri ini. Semoga saja hawa akur-akur tidak hanya di level pribadi kedua beliau tadi, tapi juga sampai ke bawah sampai warga Jakarta, sehingga tidak menimbulkan komplikasi konflik yang berlanjut.

Dan yang paling istimewa adalah Bang Foke mengundang Gubernur terpilih yaitu Bang Jokowi, untuk diperkenalkan kepada para staff (SKPD) yang akan ditinggalkan, diajak muter-muter walau hanya sekedar melihat-lihat Balaikota. Sungguh sebuah berita dan pemandangan yang agaknya langka ( mudah-mudah an ada selain di DKI ini ), pejabat yang kalah mau menerima pejabat terpilih dan berusaha menerima sebagai tamu dan dikenalkan oleh “anggota keluarga” nya saat itu.

Tidak mudah memang, untuk menyelami apa yang ada dalam benak Bang Foke saat itu. Tapi yang perlu dilihat / dicatat adalah bahwa Jokowi sebagai pemenang tidak “jumawa” kepada Foke, dan juga Foke merupakan salah satu pemimpin di negeri ini yang paling “sportif” alias “berjiwa besar”, mau mengakui kekalahan nya, dan mau menyambut sang penggantinya dengan sebaik-baiknya.

Lepas dari apapun pemimpin kita adalah manusia, tentunya punya kekurangan dan kelebihan, ada sisi positif dan sisi negatif nya. Yang baik kita tiru dan kita dukung untuk menjadi pemimpin negeri ini dengan cara-cara yang konstitusional, sedangkan yang tidak baik perlu kita turunkan secara konstitusional juga. Semoga di pemilihan pemimpin yang akan datang, muncul lagi pemimpin yang lebih baik lagi dari Foke dan Jokowi, yang tegas dan pemberani seperti Soekarno, mengayomi dan mengayemi seperti Suharto, cerdas seperti Habibie, demokratis ala Gus Dur, penuh perhatian dan sabar seperti Megawati dan santun seperti SBY.

Selamat bekerja Pa Jokowi/Pa Ahok, tak tagih janji-janjimu... Terima kasih Pa Foke/Pa Priyanto atas jasa-jasa mu dalam memimpin Jakarta....!!!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun