Mohon tunggu...
Yunas Windra
Yunas Windra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Bukittinggi, SD pindah ke Banten, SMP Muhammadiyah Pontang, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Serang Banten, IKIP Jakarta Adm.Perencanaan Pendidikan, Aktivitas sekarang di Lembaga Pendidikan Nurul Fikri sejak tahun 1988

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puan Sulit Masuk Bursa Cawapres

18 April 2014   21:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:30 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mencermati polemik yang terjadi di tubuh PDIP pasca pileg, tampaknya akan berujung pada makin dalamnya apatisme pemilih pada system demokrasi di negeri ini. Munculnya semangat baru beberapa kalangan saat pencalonan Jokowi pada pilpres 2014 ini meski menuai kritikan pedas namun memberi harapan pada segelintir masa yang sudah mulai jenuh ‘dikibuli’ partai politik dan keringnya ketokohan baru yang menjanjikan bagi Indonesia yang lebih baik. Relakah Mega melepas Trah Sukarno pada pilpres 2014 ini dengan tetap mengusung Jokowi tanpa Puan?. Jika itu terjadi maka jiwa negarawan yang disanjungkan saat ‘merestui’ Jokowi menjadi Capres PDIP selama ini menemukan bukti. Artinya latar belakang memunculkan nama Jokowi untuk capres memang idealisme partai untuk menjadikan pemerintahan lebih baik di kemudian hari.Bukan membonceng popularitas Jokowi untuk mendongkrak perolehan suara agar dapat melanjutkan trah Sukarno dengan mendorong Puan menjadi Cawapres.

Pencalonan Jokowi pada pilpres 2014 ini menurut hemat saya terlalu dipaksakan dan sangat besar resiko yang akan dihadapi PDIP. Andai saja PDIP atau Jokowi mau bersabar mengurus Jakarta satu putaran saja saya memprediksi kekuatan Jokowi dan PDIP 2019 akan sulit dibendung. Atau setidaknya PDIP konsisten menjaga kesepakatan dengan Prabowo dan mendorong Jokowi ke posisi cawapres maka kekuatan jagoan PDIP 2014 akan sulit ditandingi. Dengan polemik yang mengemuka setelah pileg tampaknya hal itu tidak akan pernah terjadi karena Mega sepertinya ingin menjaga trah Sukarno dengan mempersiapkan Puan menjadi wapres. Jika ini dicermati akan terlihat jelas, bukankah setiap muncul tokoh wanita yang potensial ‘menandingi’ populasitas Puan dan Mega ada kesan ‘dihambat’. Wagub Jawa Tengah Rustiningsih yang berniat maju jadi Gubernur tidak direstui, Program Walikota Surabaya Risma ‘kurang’ didukung. Ada apa dibalik semua itu?. Hemat saya agar di PDIP tidak ada tokoh perempuan lain yang menandingi popularitas Mega dan Puan. Dengan hitungan cepat peleg dimana PDIP tidak mampu meraih suara seperti hasil survey maka terjadilah huru-hara internal ‘Pencapresan Jokowi akan dievaluasi’, Isue ‘Jokowi diusir Puan’. Itu yang tersebar di media asing, di media kita memberitakan ini sepertinya ‘tabu’.

Sangat mungkin pernyataan Jokowi menanggapi issue miring tentang pencapresannya mengkhawatirkan baik ke pihak luar maupun dalam kubu PDIP sendiri. Tanggapan langsung tentang ‘siapa yang menyitir saya? kalau arahan diawal iya selanjutnya terserah saya’, tidak mau koalisi bagi-bagi kursi, ‘Presiden Boneka’. Jika benar Jokowi terpilih nanti tanpa putri mahkota Puan. Maka implikasi ucapan Jokowi ini berpotensi tidak akan menguntungkan partai manapun termasuk PDIP. Barangkali ini yang membuat gerah. Jika posisi Puan nantinya hanya sekedar mentri tentunya kurang strategis dalam mengendalikan misi ‘pencalonan’ Jokowi oleh PDIP. Wajar jika Trah Sukarno yang diwakili Puan ‘sewot’ dan terlihat stress. Sebelumnya mbak Puan ini terlihat manis dan pendiam. Sekarang mulai ada ‘ngomongnya’…awas jangan salah saya bukan bilang ‘monyongnya’ lo yaaa, catat ini…

Sebagai seorang ibu yang punya ‘putri kesayangan’ sepertinya Mega galau, harapan suara PDIP mencapai 25 s/d 30 % sebagai jembatan cawapres Puan tidak terwujud. Memaksakan kehedak tentunya mendapat tantangan dari dalam karena khawatir akan kegagalan. Mencarikan cawapres untuk Jokowi tidaklah mudah karena rakyat Indonesia tidak suka pada fakta tidak setia, inkar janji, seperti yang didengungkan. Prosentase suara pileg tidak sepenuhnya cerminan suara untuk pilpres kecuali untuk PAN, Demokrat dan PKS saat ini. Untuk tiga partai itu tidak mungkin rasanya gabung ke PDIP. Mendorong ke posisi Jokowi menjadi cawapres Prabowo juga nggak masuk akal karena sudah dicapreskan dan PDIP pemenang dan nggak mungkin juga Mega maju. Jadi makin seru nih…kita tunggu saja kejutan-kejutan menjelang pencalonan resmi di bulan Mei. Pada pestra demokrasi negeri kita seru dan banyak yang lucu, rakyat emosi dalam kemiskinannya yang mengerti membatin tak berdaya, yang berjaya uang dan kekuasaan derita rakyat masuk tong sampah dan tutup rapat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun