Hari ini Jakarta mulai lagi digenangi air. Ini bukan banjir tapi genangan air. Kalau banjir Jakarta itu biasanya diawali dengan kiriman air dari Bogor.Tingginya debit air di bendungan Katulampah yang 11 sampai 12 jam nyampe di Jakarta. Pagi tadi jam 10 an tinggi air di sana belum mencapai 200 cm (siaga 1) hanya 30 s/d 50 Cm berartisiaga 4. Jadi ini memang genangan air seperti yang diucapkan Ahok th lalu.Masih bersyukur Bogor tepatnya puncak tidak hujan lebat. Bayangkan jika Puncak dan Bogor hujan lebat yang mengakibatkan bendung Katulampah debitnya mencapai 200 cm, maka saya memprediksi istana negara akan terendam hebat betapa tidak sekarang aja tanpa kiriman yang fantastis dari Bogor sudah membuat daerah lingkar 1 dikepung ‘genangan air’ Jika kata-kata Ahok benar ini adalah sabotase dan dapat dibuktikan maka pelakunya sangat pantas dihukum berat karena sudah merusak citra bangsa ini 'Istana Negara' adalah 'wajah' negeri ini. Th lalu menyikapi kondisi seperti ini Gubernurnya DKI langsung blusukan tapi sekarang karena sudah naik tahta nggak ada lagi yang blusukan beliau sedang meninggalkan Istana 'blusukan ke luar negeri'. Jadi sadarlah kita bahwa blusukan itu hanya efektif pada jabatan setingkat kepala daerah ke bawah kalau di ikuti. Logikanya kalau sudah jadi Presiden ‘penanganan banjir di Jakarta katanya nggak susah-susah amat’ karena akan mudah dengan kewenangan yang luas lalu keputusan apa yang sudah diambil?, sekarangkhabarnya beliau dari Malaysia terus ke Filipin. Blunder baru yang dibuat di Malaysia adalah ‘Proton’ menurut saya ini blunder yang ‘melukai’ perasaan bangsa. Menjadikan mobil SMK untuk masuk ‘Jakarta’ setelah naik tahta kepresidenan justru melakukan kerjasama dengan ‘Proton’ Malaysia. Padahal tingkah laku tetangga ini begitu banyak yang membuat bangsa kita sakit hati, dengan kondisi ini siap-siaplah menerima ‘banjir sindiran’. Ada yang mengungkap karena begitu kesal terhadap negara tetangga ini ‘saya kalau lagi nyetir terus di depan ada mobil merk Proton, rasanya mau saya tubruk aja, yang satu bilang kalau saya sih saya ajak balap…’
Apa sih pentingnya berkunjung ke dua negara itu saat negeri sedang genting begini. Apa istana nggak punya pembisik tentang cuaca. Kalau nggak ada kan cukup lihat kalender kapan imlek… biasanya kan mendekati perayaan imlek probobilitas turun hujan lebat sangat tinggi dan bulan itu Jakarta rawan tergenang. Dulu selentingannya mengatasi banjir di Jakarta akan lebih mudah jika sudah naik tahta. Sekarang mana kokmenjelang banjir, Jakarta ditinggalkan. Emang sih begitu banyak yang diurus tapi permasalahan kritis di negara ini kan cukup banyak juga. Permasalahan kapolri dan KPK belum selesai kok ditinggal, kalau begini model pemimpin negeri ini, saya mengkhawatirkan apa yang diungkap JK itu menjadi kenyataan ‘Bisa hancur negara ini’. Betapa tidak!. Jangan anggap enteng permasalahan KPK dan Polri.
Pembiaran permasalahan di Polri dan KPK akan menuai masalah besar ke depan. Berdasar tingkat kepercayaan masyarakat maka dapat dilihat KPK lah lembaga yang saat ini menjadi harapan untuk mengenalikan perilaku korup pejabat negara. Terlepas personil KPK ada yang masa lalunya punya catatan saya pikir normal karena kalau mau dicari delik hukum di negara ini sepertinya tidak seorangpun yang bisa ‘lolos’. Namun jika berbicara ‘polosi’, saya jadi ingat omangan orang-orang tua di kampung saya zaman dulu ‘kalau punya anak pingin jadi polisi, mending dia mati aja dari kecil’ begitu mendalam kesan negative yang tersirat pada wajah polisi. Waktu itu memang opininya begitu jika ada urusan semisal kehilangan yang dilaporkan ke polisi umpamanya sapi hilang dilaporkan ke polisi dalam proses malah ‘hilang sama kandang-kandangnya’, sapinya ya nggak balik dll.Saya jadi curiga jangan-jangan karena mereka orang-orang tua itu karena terlalu banyak nonton film India jadi kayak begitu. Mencermati polemik antara KPK dan Polri akhir-akhir ini memori tentang kata-kara itu kok jadi bangkit lagi ya… Coba bayangkan betapa aparat hukum yang namanya polisi itu begitu bersemangat membela atasannya yang sudah ditetapkan sebagai ‘tersangka’ oleh KPK, menyerang balik dengan menangkap pejabat KPK bak ‘Teroris’. Mempra pengadilan kan penetapan kasus tersangka terhadap calon kapolri, menerbitkan sperindikterhadap semua pejabat KPK. Semua fragmen ini merupakan tindakan ‘kasat mata’ memutar balik logika masyarakat. Tidak perlu pendidikan atau logika tinggi untuk memahami ini. Anak SD saja ‘terperanjat’, ayah saya pejabat negara ditangkap polisi dengan diborgol emang pejabat negara gampang kabur ya… Menurut saya ini ‘Pembelajaran’ aparat hukum negara ini yang ‘menghancurkan’ nilai-nilai yang dibangun terhadap bangsa ini terhadap anak cucu kita, terhadap generasi muda yang akanmeneruskan masa depan bangsa ini.Apakah sebegitu kerasnya hati para pejabat negara ini di segala posisi sehingga tidak menyadari nilai-nilai apa yang mereka bangun dan contohkan pada generasi muda kita di masa yang akan datang. Apa susahnya sih bagi pejabat negara untuk menjelaskan di depan hukum tentang tuduhan KPK kalau memang tidak ada masalah, jelaskan kalau perlu tantang KPK untuk melakukan pembuktian terbalik terhadap nilai perolehan harta yang dicurigai itu, kalau memang tidak ada masalah. Tapi saya yakin di negeri ini akan sulit mencari pejabat negara yang mau melakukan uji pembuktian terbalik terhadap harta yang diperoleh di masa jabatannya….
Belum lagi presiden yang ‘blusukan’ ke Malaysia dan Filipina dalam kondisi negara dalam ‘bahaya’. Kalau konflik KPK dan Polri tidak diselesaikan maka ke depan bisa jadi Polri akan berhadapan dengan massa yang penuh ‘dendam’ terhadap perilaku pelaksana hukum oleh kalangan polri di lapangan. Sudah rahasia umum citra polri itu tidak baik di zaman dulu.Akhir-akhir ini sudah luar biasa dibangun citra positif meski masih awal, sangat disayangkan kasus personi ini merusak citra yang dibangun susah payah itu. Yang dikhawatirkan adalah ‘kecemburuan social dari satuan keamanan negara’ non polri yang terpovokasi oleh polemik KPK- polri.Secara kasat mata tidak dapat dipungkiri ‘kesejahteraan’ anggota polri sampai ke ‘ jajaran bawah lebih ‘baik’ dibandingkan para personil angkatan darat, angkatan laut maupun udara. Bisa dibayangkan jika persepsi tentang ‘rekening gendut’ tidak diselesaikan akan menuai konflik horizontal yang pemicunya dapat saja bermula dari tidak selesainya permasalahan KPK dan polri secara baik. Persepsi tentang ‘pemerasan’ baik secara internal maupun eksternal yang membuat dimanapun penugasan polisi terutama ditlantas merupakan ‘tempat basah’ akan menjadi pemicu konflik.Menurut saya ini adalah ‘masalah genting dan penting’ untukdiselesaikan dengan cepat ketimbang ‘blusukan’ ke negeri tetangga yang hasilnya juga ‘mencederai’ bangsa dengan kerja sama ‘Proton’. Menurut hemat saya presiden kita ini buta catur sehingga buta percaturan politik, atau memang sengaja membiarkan ini dengan harapan lama-lama publik akan capek sendiri, tapi ingat ini potensi sebagai ‘api dalam sekam’…Sekali lagi mohon maaf mister presiden.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H