Mohon tunggu...
Yunas Windra
Yunas Windra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Bukittinggi, SD pindah ke Banten, SMP Muhammadiyah Pontang, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Serang Banten, IKIP Jakarta Adm.Perencanaan Pendidikan, Aktivitas sekarang di Lembaga Pendidikan Nurul Fikri sejak tahun 1988

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kabut Asap

6 Oktober 2015   19:09 Diperbarui: 6 Oktober 2015   19:15 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebetulan saat ini kami bertempat tinggal di komplek yang bagian pojok lahannya digunakan untuk pembuangan sampah. Sesekali malam hari ada aktivitas membakar yang dilakukan. Tentunya ini sangat mengganggu karena membuat napas sesak. Sungguh tidak nyaman mesti hanya terjadi sesekali, dapatkah kita bayangkan derita masyarakat yang saat ini bermukim di kepungan asap akibat terbakarnya hutan di sumatra dan kalimantan..., Berhari-hari, berminggu-minggu bahkan ada yang sudah hitungan bulan aktivitas masyarakat terganggu, sekolah diliburkan, penerbangan ditunda bahkan dibatalkan. Penyakit ispa, mata, bahkan paru-paru menghadang akibat terbakarnya lahan yang konon dilakukan baik oleh warga maupun perusahaan saat membuka lahan.

‘Lengkaplah derita kami sudahlah asap tiba lampu mati pula’ itu keluhan kerabat yang tinggal di Pakan Baru. Tak terbayangkan saat kondisinya seperti sekarang, kondisi polusi asap ada yang sudah 6x lipat diatas ambang batas normal. Lucunya ini terjadi bak musim tiap tahun saat kemarau dan berhenti di musim penghujan. Pertanyaannya benarkah pemerintah memiliki program mengatasi permasalahan ini atau hanya reaksi sesaat pada waktu kejadian saja alih-alih proyek dalam penanggulangan. Padahal yang menyebabkan berakhirnya asap adalah musim penghujan.

Hal ini tidak dapat dibiarkan, cara menangani yang terkesan ‘seremonial’ sambil berharap ‘hujan turun’ tentunya tidak diharapkan. Harus ada riport yang yang jelas dan terukur . Mengatasi asap harus jelas prosedur yang ditempuh dengan tahapan yang pasti. Mengatasi asap Ini tidak dapat disamakan dengan mampetnya saluran, jebolnya tanggul yang dengan ‘turun blusukan’ oleh Bupati atau Gubernur dimana aparat dan alat akan bergerak menuju satu titik karena pada umumnya birokrat di pemerintahan ini carmuk (cari muka) pada atasan. Hal-hal sepele seperti itu akan cepat selesai.

Coba lihat kebakaran tidak berhenti meski presiden sudah blusukan ke Sumatra dan Kalimantan ‘manjat’ sampai ujung pohon atau nembus hutan belanrara yang terbakar nggak bakalan selesai tuh kebakaran. Beda kondisinya saat bendungan jebol atau saluran mampet waktu beliau masih Gubernur. Siapa yang mau carmuk pada Presiden. Gubernur, Bupati yang dipilih langsung dan dari partai yang berbeda itu ‘tidak merasa bawahan presiden’ ini kan hasil demokrasi kita setelah amandemen UUD 45. Nggak akan ada aparat di bawah yang mau ambil muka. Presiden bukan atasan saya ‘saya dipilih langsung’ saya bukan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Bencana asap berasal dari sebagian besar pulau Sumatra dan Kalimantan yang penanganannya membutuhkan ‘leadersheep’.

Butuh pimpinan yang mampu menggerakkan seluruh elemen yang ada untuk menyelesaikan permasalahan. Butuh pemimpin yang memiliki wibawa, kata dan petuahnya diikuti karena dia memiliki ‘karekter’, strategi dan disegani. Disini tampak beda kondisi saat pemimpin memiliki kepemimpinan yang baik. Kondisi saat ini berbeda dengan saat SBY Presiden, SBY dipilih langsung dan dia Jenderal berbintang 4 dia disegani oleh militer, kondisi ini sangat membantu dalam menghadapi keadaan darurat. Sekarang saat menghadapi asap kau cederai hati TNI dengan issue minta maaf pada PKI ??? ‘yang bener aja...’ minjam kalimat yang sering terucap oleh presiden kita yang ke 3. Pak Habibi...

Perang opini yang terjadi dan cenderung ‘liar’ dan bahkan ‘sharkas’ dari pendukung maupun lawan politik Jokowi saat ini diuji. Semiring apapun kritikan terhadap pemerintahan Jokowi dan sekuat apapun pembelaan pendukungnya akan terjawab dari kemampuan pemerintahan ini menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara cepat dan tuntas. Jika pemerintahan ini dapat menyelesaikan permasalahan ‘asap’ dengan baik maka tentunya dia akan menjadi ‘indikator’ bagi masyarakat dalam menilai opini yang dibangun oleh masin-masing kubu pasca pilpres. Apakah kebijakan pemerintahan ini benar-benar pro rakyat atau sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun