Mohon tunggu...
Yunas Windra
Yunas Windra Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Bukittinggi, SD pindah ke Banten, SMP Muhammadiyah Pontang, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Serang Banten, IKIP Jakarta Adm.Perencanaan Pendidikan, Aktivitas sekarang di Lembaga Pendidikan Nurul Fikri sejak tahun 1988

Selanjutnya

Tutup

Money

Intel Pajak...

19 Agustus 2015   20:49 Diperbarui: 19 Agustus 2015   20:49 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebagai wajib pajak yang bekerja di tempat yang berupaya mentaati aturan pemerintah terhadap undang-undang perpajakan, saya tertegun saat mendengar wacana radio dari siaran live Elsinta tadi pagi dimana pemerintah berencana mengadakan satuan intel perpajakan . Tentunya ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemasukan negara dari sektor pajak.

Beberapa pertanyaan muncul secara live dari pemirsa yang mungkin merasa ‘gemes’ diantaranya adalah ‘mengapa wajib pajak selalu jadi sasaran sedang penggunaan dana pajak tidak jelas, mungkin yang dimaksud adalah penggunaan APBN yang 1400 T sumbernya dari pajak itu banyak yang ‘bocor’ jadi tidak optimal dirasakan.

Hemat penulis jika masyarakat dapat merasakan layanan aparatur negara secara ideal maka akan menjadi adil dimunculkannya gagasan intel pajak buat wajib pajak terutama pajak perorangan. Jika yang dimaksud intel pajak untuk perusahaan baik milik pribumi maupun asing yang sudah mendapat izin mengelola potensi sumber daya alam ini untuk di eksploitasi saya pikir 1000% masyarakat akan mendukung. Bayangkan APBN yang sekitar 2000 T itu dari pajak 1400 T, jadi Cuma 600T dari sektor riil yang bener aja. Sektor riil yang dimaksud pun kalau jeli mencermatinya adalah selisih harga jual BBM yang dikeruk dari perut bumi kita ke masyarakat dengan harga dunia. Pendapatan negara dari SDA kita ini dikemanakan. Jika intel itu dibuat untuk mencari informasi tentang hal ini maka tentu perlu diapresiasi.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa apapun tender dalam tidak proyek pembangunan sarat dengan permainan setelah tender dimenangkan maka ‘budaya setor’ pada pihak-pihak yang ‘membantu’ suksesnya tender itu sudah menjadi ‘tradisi’ sehingga realisasi anggaran tidak sesuai dengan standar yang diharapkan, mark up dalam pengadaan barang tidak kalah serunya terakhir yang rame kasus UPS di DKI, Trans Jakarta dsb. Jika intel itu difungsikan untuk menggali informasi hal yang menyangkut masalah ini tentunya perlu di apresiasi

Saat ditanya mengapa tidak dioptimalkan pencegahan penyimpangan yang dilakukan oknum perpajakan’ jawaban dari pak Toto ‘bpk. Mekar Satria Utama’ cukup rasional, dia mengatakan bahwa semua pembeyaran pajak dilakukan melalui transaksi perbangkan dan penggunaan dananya jelas diantaranya pembangunan insfrastruktur, penggajian pegawai dana BOS BPJS dll, mendengar jawaban BPJS didanai dari pajak sudah barang tentu pemirsa ada yang menimpali ‘pak BPJS itu masyarakat iuran bukan dari pajak’. Saya paham sebenarnya yang dimaksud pak Toto adalah program BPJS terhadap masyarakat miskin.

Saat ini akan lebih baik jika pemerintah menggagas intel untuk penggunaan APBN yang sebagian besar dari pajak itu ketimbang intel terhadap wajik pajak apalagi wajib pajak perorangan. Berikut ini beberapa contoh kasus penggunaan dana yang katanya sebagai penyaluran pajak masyarakat itu. Dana pendidikan melalui BOS yang begitu besar namun ‘pungutan’ di sekolah negeri yang terkesan merupakan inisiatif orang tua melalui komite sekolah atau WOTK tidak jarang memberatkan orang tua meski pemerintah melalui kementrian pendidikan dan pemerintah daerah sudah memberikan peringatan bahkan edaran untuk tidak memungut uang dalam bentuk apapun pada orang tua siswa di sekolah negeri, bisa jadi karena mekanisme pencairan dana BOS dll yang terkesan lambat atau mungkin karena masih adanya oknum yang bermain karena terbiasa dengan pola lama sehinga dilapangan pelaksanaanya belum sesuai harapan dan ini membuat orang tua yang peduli juga ‘gemes’ untuk membantu sekolah namun tak jarang ini juga jadi celah yang dimanfaatkan oknum di sekolah. Sertivikasi terhadap guru yang kalau mau dicermati secara arif ternyata hanya sebagai formalitas upaya peningkatan pendapatan para guru saja jauh dari upaya ideal peningkatan mutu guru semua berkutat hanya dalam batas pemenuhan syarat administratif sehingga tunjangan sertivikasi keluar bahkan belakangan ‘urusan administratif’ ini membelenggu para guru sehingga tugas pokoknya menjadi pendidik yang harus mengembangkan profesi dan beradaptasi dengan perubahan justru terhambat karena waktu banyak terbuang untuk urusan administratif yang menjadi rutin. harusnya ‘intel penggunaan anggaran negara yang perlu digagas terlebih dahulu sebelum intel terhadap wajib pajak. Jadi intel terhadap efektivitas penggunaan anggaran ini lah yang sebetulnya mendesak untuk disegerakan, semakin banyak dana yang dikeruk dari kantong masyarakat kalau tidak efektif dan ‘bocor’ di dalam pengelolaan para aparat akan berpotensi memperbesar perlawanan masyarakat terhadap aturan yang dibuat pemerintak karena masyarakat lama-lama akan sadar bahwa dasar hukum itu bukan lagi keadila penguasa tapi kepentingan penguasa yang sudah dikendalaikan ‘pengusaha’... . Bahkan ada pemirsa yang menyampaikan buat apa mahal-mahal mengadakan intel baiknya lakukan saja pembuktian terbalik terhadap harta birokrat dan para pejabat akan selesai itu...memang masyarakat sudah mulai jeli dan cerdas terhadap gagasan pemerintah yang terkesan mengekploitasi potensi pajak dari masyarakat ini.

Bukankah progran JKN yang dilaksanakan BPJS itu berjalan terkesan ‘membesarkan badan usahanya’ ketimbang layanan sosialnya. Jika JKN yang dijalankan oleh BPJS benar benar mengutamakan layanan seharusnya tidak ada perbedaan antara sikaya dan si miskin yang berobat ke RS pemerintah saat menerima layanan kelas 3 dengan SOP yang jelas semua digratiskan tidak ada yang perlu bayar semua ditanggung APBN, sehingga urusan administrasi yang rumit dan ‘menyakitkan hati karena miskin’ itu tidak merendahkan martabat bangsa ini. Kesehatan dengan program JKN itu motivasinya harus layanan publik yang dapat dikembangkan pada pengembangan riset dan ilmu kesehatan sehingga anak-anak kita yang studi di lingkup ilmu kesehatan tidak akan stres melihat berapa uang masuk yang harus dikeluarkan orang tuanya ‘ada yang mencapai Rp 350.000.000,- padahal PTN’ dengan alasan jalur ‘mandiri’ tentu alasannya adalah praktek di RS butuh biaya ‘mahal’ . Pemerintah harus melihat sektor kesehatan sebagai investasi bukan usaha. Konsep ini dijalankan pada sektor kesehatan, pendidikan dan insfrastruktur masyarakat maka sangat pantas intel terhadap wajib pajak perorangan itu direalisasikan. Jika tidak saya yakin ini adalah bentuk imperialisme penguasa terhadap bangsanya sendiri yang tidak disadari. Ini dapat berakibat buruk pada keutuhan bangsa ini.

 

Semoga kemerdekaan itu benar-benar dirasakan bangsa ini...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun