Coba kita lihat saja betapa berbedanya dengan Direktorat Jenderal Pajak yang telah melakukan reformasi dari tahun 2008, dan sampai dengan saat ini mayoritas masyarakat masih memiliki stigma kepada PNS dan institusinya sebagai institusi yang korup. Belum lagi, kinerja DJP selalu dipertanyakan tiap tahunnya, karena ketidakmampuannya dalam mencapai target penerimaan negara. Gaji PNS DJP selalu didengungkan sebagai salah satu yang tertinggi di Indonesia, namun tetap saja kita masih melihat oknum pegawai seperti yang sangat “populer” Gayus Tambunan dengan kasus korupsinya, dan yang terakhir adalah Handhang Soekarno.
Ketidakmampuan ini walaupun sebetulnya bukan buah dari dikorupsinya uang pajak, namun hal ini menjadi seperti pembetul atas prasangka tersebut. Tak ayal, organisasi ini seperti organisasi yang salah urus. Menteri Keuangan silih berganti dipilih, namun tidak satupun sejak era reformasi administrasi pajak dapat memberikan hasil maksimal di sisi penerimaan pajak.
Hal ini menjadi pembeda dari hasil yang dituai oleh DKI Jakarta, walaupun dari sisi ukuran, kewenangan, dan model administrasinya berbeda, namun secara umum apa yang dilakukan Ahok menyajikan epilog bahwa proses reformasi adminstrasi pajak dapat berbuah manis.
Bisa menjadi sebuah premis. Mungkin DJP butuh seorang Ahok.