pendidikan sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah sudah mulai difokuskan pada pengembangan keterampilan pada pembelajaran abad 21. Meskipun begitu, dunia pendidikan adalah dunia yang semakin kompleks. Guru dihadapkan pada banyak tantangan untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan relevan bagi peserta didik. Salah satunya adalah dalam pembelajaran matematika. Pelajaran ini sering dikatakan menakutkan oleh peserta didik hingga dapat menyebabkan hilangnya minat mereka terhadap pembelajaran matematika. Pada kelas yang heterogen, peserta didik memiliki kebutuhan dan kecepatan belajar yang berbeda-beda. Pastinya akan ditemukan peserta didik yang kesulitan dalam mempelajari matematika, seperti memahami konsep matematika dan kesulitan memecahkan permasalahan yang kontekstual. Pada dasarnya memang setiap manusia itu berbeda begitu juga peserta didik dalam mempelajari matematika. Secara khusus, Arikunto (2009) menjelaskan bahwa karakteristik peserta didik dibedakan pada tingkat pemahamannya, yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah (Syarifuddin dan Nurmi, 2022). Peserta didik dengan tingkat pemahaman tinggi pastinya akan lebih mudah memahami konsep matematika meskipun dengan bimbingan guru yang tidak terlalu intensif. Sedangkan peserta didik dengan tingkat pemahaman sedang dapat memahami konsep matematika dengan bimbingan guru ataupun dengan peserta didik lain yang tingkat pemahamannya tinggi. Berbeda lagi dengan peserta didik dengan pemahaman yang rendah sangat membutuhkan tindakan yang lebih ekstra dari guru untuk membantu memahami dan menanamkan konsep matematika.
Di era yang serba digital ini, duniaPelajaran matematika itu sendiri adalah pelajaran berkonsep abstrak dan kompleks. Pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses peserta didik untuk mampu mengkonstruksikan konsep-konsep matematika melalui kemampuan yang dimilikinya (Gusteti dan Neviyarni, 2022). Pemahaman konsep matematika yang dipelajari tidak bisa hanya melalui definisi saja tetapi juga berdasarkan pengalaman yang mereka lalui (Gusteti dkk., 2018). Oleh karena itu, peserta didik dikatakan sukses dalam belajar pada saat mereka mencapai tujuan akhir setelah melakukan seluruh pembelajaran matematika. Dalam mencapai tujuan akhir tersebut, maka tidak akan terlepas dari pemilihan strategi pembelajaran yang dapat mengakomodir keragaman tersebut. Sangat diperlukan pembelajaran yang menarik dan efektif untuk dapat diikuti oleh seluruh peserta didik.
Salah satu pendekatan yang sedang dianjurkan dan menjanjikan di era ini untuk mengatasi hal-hal tersebut adalah pendekatan pembelajaran berdiferensiasi. Pendekatan ini menawarkan pembelajaran yang fleksibel dan solutif karena memberikan kesempatan bagi setiap peserta didik untuk belajar dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pemahaman mereka. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan setiap individu sehingga mereka memperoleh pengalaman belajar dan penguasaan terhadap konsep yang dipelajari (Kamal, 2021; Lupita dan Hidajat, 2022). Penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada pelajaran matematika akan mendorong peserta didik untuk melatih keterampilan berpikir yang dimilikinya, seperti berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat mencapai tujuan akhir dari belajar matematika. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian Iskandar (2021) dan Suwartiningsih (2021) yang menyatakan bahwa pembelajaran diferensiasi dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik serta hasil penelitian Syarifuddin dan Nurmi (2022) serta Septyana dkk. (2021) juga menyatakan hal yang sama pada saat pembelajaran berdiferensiasi digunakan dalam pembelajaran matematika.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi terdapat hal-hal penting yang perlu dilakukan sebelum memulai pembelajaran. Berdasarkan pernyataan Tomlinson (2001) guru harus mengidentifikasi dan melakukan pemetaan terlebih dahulu terhadap kebutuhan belajar setiap peserta didik, yaitu di mulai dari mengidentifikasi kesiapan belajar peserta didik, minat, dan profil belajar mereka (Faiz dkk., 2022). Kesiapan belajar artinya seberapa siap peserta didik untuk menghadapi materi baru dan proses pembelajarannya. Minat belajar artinya seberapa besar motivasi atau keinginan peserta didik untuk mengikuti pembelajaran. Sedangkan profil belajar berkaitan dengan latar belakang dan gaya belajar peserta didik. Hal ini dilakukan agar setiap peserta didik mendapat kesempatan belajar secara natural dan efisien (Elfinida, 2023). Pemetaan kebutuhan peserta didik dapat menggunakan berbagai cara, misalnya memberikan angket dan melakukan wawancara atau dapat juga menggunakan portofolio tugas peserta didik sebelumnya (Swandewi, 2021). Setelah guru mengetahui bagaimana kebutuhan peserta didik, guru dapat mulai memutuskan pembelajaran akan dilakukan berdasarkan apa. Misalnya pembelajaran yang didasarkan pada gaya belajar atau tingkat pemahaman peserta didik.
Selanjutnya guru mulai mempersiapkan materi yang akan dipelajari dan menyusun strategi pembelajaran. Dalam pembelajaran berdiferensiasi terdapat tiga strategi pembelajaran yang penting, yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk (Tomlinson, 2001). Diferensiasi konten berkaitan dengan bahan ajar yang akan dipelajari oleh peserta didik dan penggunaannya dapat dimodifikasi berdasarkan kondisi dan kemampuan peserta didik. Diferensiasi proses berkaitan dengan bagaimana peserta didik memproses informasi yang diterima melalui aktivitas pembelajaran yang relevan. Aktivitas belajar yang dirancang dengan baik akan menjadi indikator penentu bagi peserta didik meningkatkan motivasi belajarnya dan pada akhirnya peserta didik dapat sukses meningkatkan kemampuan dan hasil belajarnya (Wulandari, 2022). Sedangkan diferensiasi produk berkaitan dengan hasil belajar peserta didik yang memungkinkan bagi guru untuk menilainya. Namun dari ketiga strategi tersebut guru tidak perlu untuk menerapkan seluruhnya dalam satu pertemuan pembelajaran (Elfinida, 2023). Selain itu terdapat aspek lain yang perlu diperhatikan adalah aspek lingkungan belajar, yaitu bagaimana lingkungan belajar dapat mendukung peserta didik untuk aktif belajar.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi kedalam pembelajaran matematika sangat perlu memperhatikan ha-hal yang telah disebutkan di atas. Ambil contoh guru akan melakukan pembelajaran matematika dengan materi barisan dan deret aritmatika. Dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan peserta didik sebelum melakukan pembelajaran. Kemudian, guru menyiapkan bahan ajar berdasarkan tingkat pemahaman peserta didik dan memberikannya menggunakan media yang berbeda berdasarkan gaya belajar peserta didik. Selanjutnya, guru menyiapkan aktivitas pembelajaran yang relevan dan perlu mempertimbangkan apakah peserta didik belajar secara mandiri atau berkelompok. Pembagian tugas pada saat proses pembelajaran ini berdasarkan konten materi yang ditentukan sebelumnya. Selain itu, pemilihan aktivitas pembelajaran menjadi penting karena menjadi salah satu penentu bagaimana proses pembelajaran mampu mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat sukses mencapai tujuan akhir pembelajaran yang ditentukan. Setelahnya, guru menggunakan berbagai bentuk penilaian yang berbeda-beda tergantung pada minat dari peserta didiknya. Hal ini dilakukan untuk menilai dengan pasti pemahaman peserta didik meskipun melalui serangkaian proses belajar yang berbeda. Perlu dipahami bahwa pembelajaran diferensiasi sebagai bentuk respon guru terhadap kebutuhan belajar peserta didik yang berbeda dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar peserta didik dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal (Herwina, 2021).
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi tidak lepas dari sebuah tantangan yang harus guru hadapi. Mulai dari guru merancang aktivitas pembelajaran tidak dapat menggunakan satu jenis model pembelajaran saja sehingga dapat menyebabkan pelaksanaan pembelajaran sulit diterapkan, kurangnya penggunaan media pendukung pembelajaran dan masih terdapat guru yang gagap terhadap teknologi (Fauzia dan Ramadan, 2023). Dalam hal ini, guru dapat melakukan pengembangan diri melalui kegiatan pelatihan atau workshop. Selain itu, guru juga harus memahami dengan baik kemampuan peserta didiknya karena terdapat kemungkinan peserta didik sendiri belum sepenuhnya menyadari kemampuan mereka (Aulia dkk., 2024). Hal tersebut mendorong guru untuk lebih aktif lagi dalam membantu peserta didik menemukan potensi diri mereka dan memberikan bimbingan yang tepat, terutama pada pembelajaran matematika. Memperhatikan hal tersebut dapat diketahui bahwa beban kerja guru akan meningkat karena penerapan pembelajaran berdiferensiasi, terutama dalam pelajaran matematika yang abstrak ini membutuhkan waktu yang cukup agar persiapannya matang.
Dengan melihat kembali pada pembahasan di atas, pembelajaran diferensiasi adalah upaya guru menciptakan pembelajaran yang beragam sesuai kebutuhan peserta didik dengan tujuan akhir pembelajaran yang sama. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang optimal dan konsisten pada pembelajaran matematika dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan berkualitas. Hal tersebut dapat menjadi kunci sukses memberdayakan setiap peserta didik sehingga dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap pelajaran matematika.
Referensi
Aulia, Nurayu, I., Nurofiana, R. D., & Aprianti, M. (2024). Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 19 Tangerang Selatan. Seminar Nasional dan Publikasi Ilmiah 2024 FIP UMJÂ (pp. 38-45). Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Elfinida, A. K. (2023). Menerapkan Pembelajaran Berdiferensiasi pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas 2 SD Negeri 4 Arcawinangun Banyumas. PRIMARYÂ , IIÂ (5).