Dalam KHI alasan wali nasab beralih kepada wali hakim dikarenakan lima alasan. Pertama, wali nasab tidak ada, Kedua, tidak mungkin menghadirkannya, Ketiga, tidak diketahui tempat tinggalnya, Keempat, gaib, Kelima, adlal (enggan).
Terkait dengan wali hakim secara marhalah tatbiq hukum setelah KHI ditetapkan PMA khusus wali hakim no. 30 tahun 2005. Di dalamnya disebutkan bagi calon mempelai yang akan menikah namun tidak memiliki wali nasab yang berhak menikahkan atau wali nasabnya tidak memenuhi syarat, atau mafqud, atau berhalangan, atau adlal, maka wali yang menikahkan adalah wali hakim.
Selanjutnya secara urutan munculnya aturan tentang wali setelah PMA wali hakim no. 30, 2005, ditetapkan secara berurutan PMA no. 19 tahun 2018 dan PMA no. 20 tahun 2019. Kedua PMA ini tidak hanya membicarakan persoalan wali baik nasab ataupun hakim dan tata cara pernikahan lainnya tapi juga berbicara masalah teknis administrasi pernikahan.
Adapun berhubungan dengan peralihan wali nasab kepada wali hakim sebagaimana tertera dalam KHI tersebut, dalam PMA 19, 2018 tidak secara otomatis semuanya menjadi wali hakim karena untuk wali yang tidak hadir pada saat nikah atau kalau dalam bahasa KHI wali nasab yang tidak mungkin untuk menghadirkannya pada saat akad nikah, wali diharuskan membuat surat taukil wali yang ditandatangani oleh wali dengan disertai oleh dua orang saksi yang diketahui oleh Kepala KUA Kecamatan tempat tinggal wali. Dalam PMA 20, 2019 masih masalah yang sama dengan sedikit redaksi berbeda dalam pembuatan surat taukil wali diharuskan dihadapan Kepala KUA Kecamatan/Penghulu/PPN LN. Sedangkan alasan lainnya dalam PMA 19 dan PMA 20 sebagai tambahan bagi alasan yang tercantum dalam KHI yaitu wali tidak dapat dihadirkan karena dalam masa tahanan. Dalam bahasa PMA 20 wali tidak dapat dihadirkan/ditemui karena dipenjara. Walinya tidak ada yang beragama Islam. Sampai di sini tambahan PMA 19 yang kemudian masih ditambah dua keadaan wali nasab penyebab beralihnya wali nasab kepada wali hakim dalam PMA 20 yaitu, wali dalam keadaan berihram dan walinya menjadi pengantin itu sendiri.
Pembahasan wali nasab beralih kepada wali hakim untuk beberapa poin keadaan wali nasab masih berlaku pada pengantiannya dengan wali hakim. Yang menjadi masalah baru yaitu kedudukan wali nasab yang tidak hadir tidak lagi diganti dengan wali hakim namun diharuskan membuat sebuah surat pernyataan iqrar taukil bagi wali. Maka dari itu kenapa pada awal pembicaraan diawali oleh pembahasan masafatul qosr, karena masafatul qosr merupakan keadaan wali nikah dalam jarak yang jauh dari peristiwa nikah akan diberlangsungkan dan tidak memungkinkan dia untuk hadir pada waktunya.
Pembahasan masafatul qosr ini menjadikan para petugas pencatat nikah untuk teliti dalam membaca sebuah aturan yang erkaitan dengan wali baik itu wali nasab ataupun wali hakim baik itu aturan yang sudah dimansuh ataupun yang memansuhnya.
Memang awal adanya aturan perwalian dalam KHI permasalahan masafatul qosr termasuk kedalam kalimat wali yang tidak bisa dihadirkan saat pelaksanaan akad. Jarak jauh yang tidak memungkinkan untuk menghadirikan wali nasab termasuk kedalam kalimat wali yang tidak bisa dihadirkan saat pelaksanaan akad. Setelah ada sedikit pemansuhan oleh dua PMA no. 19 dan 20, permasalahan ini beralih menjadi sebuah surat pernyataan iqrar taukil bagi wali tidak lagi beralih kepada wali hakim karena dianggap wali masih ada hanya terhalang jarak domisili wali dengan tempat peristiwa perkawinan dilangsungkan. Karena yang dianggap halangan menjadi penyebab wali nasab beralih kepada wali hakim menurut dua PMA tersebut yaitu status wali non muslim, narapidana, keadaan wali sedang ihram, dan walinya tersebut berubah statusnya menjadi calon pengantin. Ini terjadi meski walinya sama ada dengan wali masafatul qosr namun status lah yang membedakannya.
Jadi singkatnya untuk wali nasab yang masafatul qosr dianggap wali yang tidak bisa menghadiri acara pernikahan pada waktunya status peralihan walinya berubah yang tadinya beralih kepada wali hakim menjadi beralih kepada Kepala KUA Kecamatan tempat domisili pernikahan dilangsungkan atau penghulu atau PPN LN atau PPPN atau orang yang memenuhi syarat. Sesuai dengan PMA 20, 2019 Paragraf 2 tentang Wali Nikah pasal 12 ayat 4.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H