Pendidikan pesantren merupakan pendidikan yang unik dimana berbeda dengan sekolah lainya yang menerapkan sistem pulang pergi, pesantren mewajibkan santrinya untuk tinggal di lungkungan sekolah. Sistem seperti ini dapat menghasilkan output yang berbeda dibandingkan sekolah pada umumnya.Â
 Penerapan peraturan yang ketat dan jadwal yang diatur membuat para peserta didik di pesantren memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi. kebiasaan untuk hidup bersama di pesantren membuat para santri memiliki kemampuan bekerja dalam tim dan memiki kepekaan sosial yang tinggi, banyak menghadapi masalah dan jauh dari orang tua membuat para santri dapat menyelesaikan masalah meskipun berada di bawah tekanan sekaligus memiliki daya analisis yang tinggi. Â
Sifat seperti ini pada dasarnya merupakan softskill yang dibutuhkan bagi tenaga kerja pada abad 21. Â Sebagaimana laporan WEF (2020) pada tahun 2025 tenaga kerja harus memiliki kemampuan softskill seperti berfikir kritis, dapat menyelesaikan masalah kompleks, dan kemampuan bekerja tim untuk dapat bersaing di pasar tenaga kerja.Â
Namun, para santri memiliki kelemahan dalam hal hardskill yang menunjang, menurut laporan WEF (2020) ada 10 pekerjaan yang akan tumbuh cepat di tahun 2025, yaitu analis dan ilmuwan data, spesialis atificial intelligence dan machine learning, general and operations manager, pengembang dan analis aplikasi dan sistem operasi, profesional sales dan marketing, spesialis big data, spesialis transformasi digital, spesialis teknologi baru, spesialis pengembangan organisasi, jasa layanan teknologi informasi.
 Semua jenis pekerjaan tersebut merupakaan pekerjaan yang harus memiliki skill digital.  Sehingga selain softskill, para santri harus mendapatkan pelatihan digital agar dapat menangkap potensi tersebut.
Proses digitalisasi santri atau memberikan pendidikan digital kepada para santri bukan merupakan suatu hal yang mustahil. Â Sudah ada beberapa pesantren modern yang telah menerapkan sistem pembelajaran digital dalam sistem pembelajarannya.
 Para santri di pesantren tersebut dibiasakan untuk menggunakan komputer dalam setiap mata pelajaran yang membuat para santri tidak asing dengan komputer. Salah satu pesantren yang telah menerapkan sistem tersebut adalah Pesantren Ibnu Hajar di Depok yang memiliki sistem e-learning bernama circle students (CS). Â
CS merupakan sebuah media pembelajaran berbasis teknologi yang berisikan materi video pembelajaran dan juga soal-soal, dimana tidak hanya pembelajaran umum tetapi pelajaran berbasis digital seperti pengkodingan, web desain ataupun pembelajaran digital lainnya, sehingga para santri dapat belajar mandiri dengan waktu yang fleksibel di luar kelas.
Fenomena bonus demografi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pembangunan SDM merupakan kunci keberhasilan dalam memanfaatkan bonus demografi tersebut. Namun para santri yang belajar di pondok kurang tersentuh dalam program-program pelatihan yang disediakan pemerintah.
padahal dalam sejarahnya pesantren merupakan pusat pergerakan dalam menggapai kemerdekaan maka sudah sepatutnya pemerintah mulai memperhatikan peran pesantren dalam proses pembangunan di Indonesia sehingga tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang didapat tetapi juga kemajuan kebudayaan dan martabat Indonesia sebagai suatu bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H