Kabar kemungkinan korupsi dana bansos atau bantuan sosial selama pandemi covid 19 yang diberitakan media online menunjukkan bahwa pemerintah kurang percaya kepada pemangku kepentingan yang efektif terhadap penyaluran dan penggunaan dana bansos untuk warga yang terdampak. Dalam rangka dukungan sosial covid 19 Kemensos mengambil keputusan berdasarkan data agregat perlindungan sosial termiskin di Indonesia. Penetapan sasaran ini juga dilakukan atas dasar hasil seleksi proposal tertulis yang diterima dari pemohon bantuan sosial. Hal ini biasanya berlaku bagi pemerintah daerah yang memberikan bantuan sosial berupa barang atau jasa.
Korupsi dana bantuan sosial terhadapap warga yang terdampak Covid 19 telah mengikut kesadaran publik. Hal ini di karenakan pemerintah mengaloksikan anggaran khusus untuk mencegah atau menangani pandemi Covid ini untuk warga yang terdampak. Dana tersebut berasal dari kementerian negara. Dana bantuan sosial menunjukkan ke pedulian pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanganan wabh Covid-19. Terjadi ke khawatiran dari berbagai pihak terkait potensi korupsi dana bantuan sosial.
Masalah pertama adalah keakuratan data dasar untuk menentukan siapa penerima bansos. Kemenko sendiri mengakui DTKS terakhir dimutakhirkan secara masif pada tahun 2015, sedangkan komisi pemberantasan korupsi KPK menemukan berbagai persoalan terkait DTKS seperti tumpang tindih data yang tidak lengkap dan jutaan data yang duplikasi.
Masalah kedua yaitu bahwa subsidi sosial dapat digunakan untuk tujuan politik. Ketidak akuratan data dan kewenangan besar kepala daerah untuk menentukan siapa yang menerima manfaat mendorong terjadinya kolusi dalam pembagian bantuan sosial. Bantuan sosial didistribusikan berdasarkan pertimbangan politik dan elektrolit bukan semata-mata berdasarkan kebutuhan riil masyarakat. Sebagai bagian dari korupsi bansos covid 19, kontraktor pengadaan diduga membayar gaji kepada pejabat kementerian sosial untuk ditunjuk sebagai penyelenggara program bantuan sosial jika terjadi pandemi.
Masalah politisasi dan korupsi bantuan sosial tidak semata-mata disebabkan oleh kelemahan prosedural. Akarnya terletak pada dua hal yang saling terkait, model hubungan pelanggan- pelanggan yang masih mendominasi tatanan sosial dan politik mahal sistem demokrasi Indonesia.
Harapan kita dinas sosial atau yang terkait terus melakukan peningkatan sistem aplikasi agar data-data yang telah dihimpun agar benar adanya dan lebih transparan. Karena berdasarkan fakta di lapangan memang masih banyak orang yang tidak terlayani ada juga yang terlayani karena terjadi pendobelan data .
Korupsi di bidang kesejahteraan sosial ini telah merampas hak-hak rakyat dan pelakunya harus dihukum dengan hukuman seberat-beratnya. Pengembalian hak masyarakat melalui komplikasi gugatan rugi warga terhadap pelaku korupsi seharusnya menjadi harapan masyarakat sebagai korban korupsi yang paling menderita dari dampak korupsi. Kasus ini bisa menjadi pelajaran yang menunjukkan bahwa praktik bisnis yang sehat bersih dan jujur meski dalam kondisi bisnis yang oportunistik sulit untuk bertahan di era pandemi ini dan harus menjadi upaya bersama.
Jika jika korupsi terus dilanggengkan maka akan berdampak pada biaya ekonomi yang tinggi dan lama-kelamaan para pelaku ekonomi seperti masyarakat juga akan terkena dampaknya.
Dalam Pandangan Axel Honneth menjelaskan bahwa Keadilan bisa dicapai melalui implementasi konkret seperti apa yang dimaknai adil, dengan ditopang pilar-pilar pengakuan, yakni relasi personal dalam keluarga khususnya dalam interaksi ekonomi berkerakyatan dan dengan bantuan negara. Menurut Honneth, terkait dengan sistem tindakan tersebut dalam masyarakat, apa yang disebut adil tidak hanya ditentukan oleh apakah dan sejauh mana semua anggota masyarakat memiliki kebebasan negatif dan kebebasan refleksif. Lebih jauh, yang disebut adil dialami, jika mungkin oleh semua anggota masyarakat. Masyarakat memiliki kebebasan secara sosial untuk berpartisipasi dalam institusi-institusi pengakuan seperti politik demokrasi, sesuai dengan perannya. Aktualitas kebebasan melalui keterlibatan di dalam institusi pengakuan, tidak ditentukan oleh orientasi hasrat atau kecenderungan seksual subjek atau keagamaan, misalnya, tetapi oleh kehadirannya sebagai pribadi yang memiliki hak-hak dasar kewargaan politik yang sama dengan orang lain.
Adapun upaya pencegahan agar tidak terjadi korupsi bantuan sosial yaitu memperbaiki data agar menjadi lebih akuntabel kemudian meningkatan pengelolaan bantuan sosial kekuatan politik agar menekankan pentingnya solusi tidak hanya berfokus pada sisi teknik prosedur saja. Kemudian meningkatkan pengetahuan terkait penganggaran publik atau literasi anggaran untuk meningkatkan partisipasi publik dalam proses penganggaran. Intelijen ini tidak hanya penting untuk menyadarkan masyarakat akan hak-hak anggaran mereka tetapi juga untuk mengembangkan sikap kritis mereka sebagai pemilih agar tidak membeli suara dengan menyalahgunakan anggaran publik. Kemudian kami harus diajak untuk berpartisipasi dalam pengawasan anggaran melalui inisiatif seperti citizens audit yang memungkinkan public untuk berpartisipasi dalam pemeriksaan keuangan negara oleh lembaga pemeriksaan negara.
Kemudian diperlukan upaya serius untuk menciptakan sistem keuangan politik yang efisien transparan dan akuntabel yang dapat meminimalkan penyalahgunaan dana untuk membiayai kegiatan aksi politik.