Mata Rindu
Oleh : Yuli Pinasti
Bangunan kubus berjajar seperti mainan
Membentuk bayang bayang raksasa, jalan, suhu udara kian terik disertai angin yang masai
kuda bermesin berburu waktu meninggalkan
umpatan saat harus berjejalan saling ingin mendahului
Udara melepuh di atmosfer yang  menggulana jiwa dan  pikiran-pikiran meski cahaya meneteskan anugerah yang sulit dilupakan.Â
dan inilah hidup, sore cepat berubah warna,
debu  pekat dan hari yang tercecer, jalan seperti ular tangga, kantor kantor,
toko ramai pengunjung, pasar loak  menjajakan rupa rupa dan peristiwa.
Ibu tukang ikan selalu pergi  sebelum subuh menampakkan kesyahduannya, kadang ia meraba nasibnya
Lelaki muda asyik mendengkur di bale-bale
Pinjamkan wajah teduhmu duhai Yudistira
untuk menyeka peluh dan lungkrah agar syair syair terdengar di dadanya
membisikkan do'a dan mantra mantra
juga kerinduan yang menggebuÂ
Rindu tentang firman yang belum dimengerti  bahkan menyentuhnya di suatu masa yang lain, manuskrip tentang ayat-ayat hidup dan kematian tergambar abadi. dan mimpi wangi surga semerbak.
Sebelum anak anak dan orang-orang meringkuk memeluki api kematiannya di bawah kabut.Â
Rawa Badak Utara, Â 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H