Mohon tunggu...
Yulyanto Yulyanto
Yulyanto Yulyanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

http://yulyanto.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setelah Konflik Pemilukada, Pangkalan Bun Lebih Kondusif Ketimbang BBM-nya!...

16 Januari 2012   04:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:50 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya rencana keberangkatan saya ke Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah terkait dengan pekerjaan kantor sudah di-set sejak akhir Desember 2011 lalu, hanya saja berita mencuatnya kasus kerusuhan yang disertai dengan pembakaran rumah dinas Bupati Kotawaringin Barat akibat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan bupati terpilih, Sugianto - Eko Sumarno menjadi Ujang Iskandar - Bambang Purwanto, membuat saya akhirnya menunda jadwal keberangkatan hingga tanggal 12 Januari 2012 lalu.

1326687911925442028
1326687911925442028
Sebagaimana diliput beberapa main stream media nasional akhir Desember 2011 hingga awal Januari 2012 lalu, baik itu di media cetak maupun televisi, pertikaian politik akibat pemilukada tersebut pada akhirnya berujung dengan pembakaran rumah dinas Bupati Kotawaringin Barat yang berlokasi di Jl. Pangeran Antasari, dan juga sempat membuat resah sebagian masyarakat sekitar sehingga sempat menghentikan aktivitasnya dengan menutup perkantoran dan pertokoan pada wilayah tersebut.

Belum lagi dengan mencuatnya berita menghebohkan saat ditemukannya 2 (dua) mayat laki-laki korban mutilasi tanpa kepala di tepi Sungai Arut, Arut Utara, Kotawaringin Barat, yang belakangan diketahui sebagai pegawai PT Gunung Sejahtera Puti Pesona (GSPP), yang kemudian juga dikait-kaitkan dengan kondisi yang memanas akibat terjadinya konflik politik beberapa hari sebelumnya dilokasi yang sama.

Konflik pemilukada yang berujung pada pembakaran rumah bupati serta kasus mutilasi yang dikait-kaitkan dengan konflik politik tersebut membuat Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat seolah-olah sempat dikondisikan mencekam karena disorot berbagai media nasional di tanah air. Kondisi ini pula yang menyebabkan saya sebenarnya enggan untuk berangkat ke Pangkalan Bun, namun biar bagaimanapun kondisinya toh saya tidak bisa menunda-nunda lagi keberangkatan saya, apalagi setelah mendapatkan kepastian dari klien, bahwa Pangkalan Bun tidak se-heboh yang diberitakan pada beberapa media nasional.

13266880141045632700
13266880141045632700
Akhirnya, pada pagi harinya (12 Januari 2012) dengan menggunakan penerbangan Kalstar Aviaton dari Bandara Sukarno-Hatta (Jakarta), sempat transit di Bandara H. Asan (Sampit), lalu kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Iskandar (Pangkalan Bun), saya tiba dengan selamat, setelah sempat mengalami hambatan telat landing akibat gangguan cuaca karena hujan angin yang sangat deras disekitar Bandara Iskandar, Pangkalan Bun.

Dengan disambut hujan yang sangat deras, setibanya di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun,  saya langsung melanjutkan perjalanan darat menuju hotel dengan menggunakan taksi bandara yang kurang lebih hanya berjarak sekitar 8 kilo meter atau memakan waktu perjalanan sekitar 15 menit menuju lokasi hotel.

Bagi saya, Pangkalan Bun adalah wilayah yang sangat asing, meskipun bukan pertamakalinya menginjakan kaki di Pulau Kalimantan, namun tidak pernah sekalipun saya singgah di Pangkalan Bun. Sekilas, sepanjang jalan yang diguyur hujan lebat tersebut hampir mirip dengan wilayah Kalimantan bagian Timur seperti di Balikpapan, bedanya hanya tidak terlihatnya gedung-gedung bertingkat tinggi pada Pangkalan Bun, sebagaimana dapat dengan mudah bisa kita lihat pada pesisir pantai, sepanjang Jl. Sudirman di Balikpapan.

Kotanya terlihat tenang, aman dan kondusif, tak seburuk yang saya perkirakan dan khawatirkan sesaat setelah melihat tayangan televisi atau liputan media cetak pada harian Ibukota di Jakarta saat terjadinya kerusuhan pembakaran rumah dinas Bupati Kotawaringin Barat akhir Desember 2011 lalu.

Terkadang memang liputan main stream media suka melebih-lebihkan kondisi faktual yang sebenarnya terjadi sehingga pada akhirnya membentuk opini publik yang buruk pula. Mudah-mudahan saja liputan-liputan sebelumnya terkait dengan Pangkalan Bun, bukan merupakan liputan-liputan yang syarat dengan muatan politik, sebagaimana sering kita dapati sehari-hari pada main stream media saat ini.

Sepanjang perjalanan saya di Pangkalan Bun, sebenarnya yang lebih layak diliput dan diekspos oleh main stream media di Pangkalan Bun, baik itu oleh media cetak maupun media televisi adalah kondisi antrian Bahan Bakar Minyak (BBM) disepanjang perjalanan dari Bandara Iskandar menuju Hotel Blue Kecubung tempat saya menginap selama dinas di Pangkalan Bun, dimana kondisi antriannya yang cukup memprihatinkan.

13266882351213666967
13266882351213666967
Antrian BBM, mulai dari Sepeda Motor, Mobil Pribadi, hingga Mobil Truk, sangat mencolok sekali, dan antrian ini terjadi pada hampir semua POM Bensin sepanjang perjalanan tersebut, dimana antriannya bisa mencapai 1 hingga 2 kilo meter, dan anehnya (menurut informasi sopir taksi yang saya tumpangi) kondisi tersebut sudah biasa dan terjadi setiap hari. “Mereka mengantri bensin tidak untuk dipakai kendaraan pribadi, tapi untuk dijual kembali kok! Beli Rp. 4.500, jual kembali bisa mencapai Rp. 5.000 - Rp. 6.000 per liternya, kebanyakan kapasitas tangki bensin mereka itu sudah dimodifikasi hingga bisa menampung BBM lebih banyak dari biasanya!”....ujar si sopir taksi.

Loh kok bisa ya, seperti itu dibiarkan saja?....”, Ya, itulah faktanya!! Disaaat gencarnya isu pembatasan BBM yang sedianya akan di-implementasikannya sistem pembatasan penggunaan premium bagi kendaraan pribadi per April 2012 mendatang, namun tingginya tingkat kebocoran premium diberbagai daerah, termasuk di Pangkalan Bun tersebut, seolah-olah dibiarkan dan cenderung dibuat seperti legal, karena tidak ada tindakan apapun dari pemerintah setempat dan aparat yang berwenang dalam wilayah tersebut.

1326688316440766449
1326688316440766449
Ironis sekali memang, disaat Pemerintah pusat sedang meributkan membengkaknya subsidi BBM dari tahun ke tahun akibat pemakaian yang (menurut pemerintah) tidak tepat sasaran, dibanyak lokasi di daerah-daerah di Indonesia justru terjadi perbuatan-perbuatan tercela terhadap pemakaian BBM yang seolah-olah dilegalkan oleh pemerintah setempat. Bahkan Pertamina sebagai pen-supply BBM-pun tidak memberikan sanksi apapun terhadap pemilik SPBU yang menjual BBM-nya kepada masyarakat tersebut, sungguh sebuah ironi yang sangat memprihatinkan!.. * Lagi-lagi Republik ini benar-benar sangat membingungkan!.....*

Ditulis oleh: Yulyanto (www.yulyanto.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun