Anda sudah pasti tidak asing lagi dengan istilah amnesia bukan? Masyarakat mengenal amnesia sebagai penyakit dimana orang tidak bisa mengenali atau mengingat identitas dirinya sendiri maupun kejadian yang dialaminya. Hal tersebut sering juga disebut hilang ingatan. Tapi taukah anda bahwa amnesia atau hilang ingatan ini bisa terjadi hanya dalam kurun waktu beberapa saat saja setelah suatu kejadian traumatik? Bukan hanya lupa biasa, tetapi hal ini termasuk kedalam amnesia yang disebut sebagai Amnesia Psikogenik atau yang kini dikenal sebagai Amnesia Disosiatif.
Amnesia Disosiatif (Amnesia Psikogenik)
Amnesia disosiatif atau yang dulu dikenal sebagai Amnesia Psikogenik merupakan salah satu bagian dari gangguan disosiatif dimana semua gangguan disosiatif ditandai dengan perubahan identitas, memori atau kesadaran pasien. Para individu yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru. Mereka bahkan dapat pergi jauh dari lingkungan asal.
Hanya sedikit data yang berkualitas tinggi yang tersedia menyangkut prevalensi gangguan disosiatif. Untuk amnesia disosiatif sendiri hanya terdapat 7,0 persen angka prevalensi yang di dapat dari suatu studi yang mungkin merupakan studi terbaik.
Gambaran Umum Amnesia Disosiatif
Amnesia berasal dari bahasa Yunani a yang berarti “tidak” dan mnasthai yang berarti “mengingat”. Seseorang yang menderita amnesia disosiatif tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stress. Informasi-informasi itu tidak hilang secara permanen, namun tidak dapat diingat lagi selama episode amnesia. Lubang-lubang dalam memori terlalu lebar untuk dapat dijelaskan sebagai kelupaan biasa.
Amnesia terdiri dari amnesia organic maupun psychogenic. Amnesia organic disebabkan oleh kerusakan otak akibat dari penyakit, obat, kecelakaan ataupun operasi. Amnesia organic sering termasuk ketidakmampuan untuk mengingat informasi baru yang dikenal dengan istilah anterogate amnesia.
Amnesia psikogenik muncul dikekurangan pada kerusakan otak atau penyakit dan mempunyai penyebab psikologis. Amnesia psikogenik jarang termasuk kedalam anterogate amnesia. Ketidak mampuan untuk mengingat informasi dari masa lalu, dikenal sebagai reterogate amnesia. Reterogate amnesia dapat mempunyai penyebab organis ataupun psikologis ataupun keduanya. Sebagai contoh, orang yang mengalami kecelakaan mobil yang serius dapat mengalami reterogate amnesia sesaat sebelum kecelakaan. Reterogate amnesia dapat terjadi karena kerusakan otak dari bentruran di kepala pada saat kecelakaan berlangsung, atau dapat juga merupakan keinginan untuk melupakan kejadian yang mengarah pada pengalaman traumatic.
Beberapa tipe dari amnesia psikogenik dapat ditemukan pada DSM-IV-TR. Yang pertama adalah localized amnesia, ketika individu tidak mengingat apapun yang terjadi selama periode tertentu (paling banyak beberpa jam pertama atau beberapa hari pertama mengikuti sebuah kejadian trumatik yang berat).. yang lainnya adalah selective amnesia, ketika individu lupa beberapa tapi tidak semua apa yang terjadi selama periode yang berlangsung.
Dalam tipe amnesia psikogenik, individu tidak dapat mengingat aspek khusus dari sejarah kehidupan personal mereka atau fakta penting mengenai identitas mereka. Tetapi pola kebiasaan dasar mereka―seperti kemampuan membaca, berbicara, menampilkan pekerjaan berketerampilan, dll―masih utuh, dan mereka terlihat normal terlepas dari deficit memori. Jadi hanya beberapa bagian memori yang terpengaruhi, tipe dari memori psikolog mengarahkan pada episodic (menyinggung kejadian pengalaman) atau memori autobiografi.
Faktor-Faktor Penyebab
Sangat sulit bagi klinisi untuk mendiagnosis amnesia disosiatif karena banyak kemungkinan lain yang menyebabkan hilangnya ingatan. Sebagai contoh, amnesia dapat disebabkan oleh disfungsi fisik yang menyebabkan kerusakan otak, penyalahgunaan zat psikoaktif atau epilepsy. Pilihan lainnya berupa gangguan psikologis lain dengan gejala yang menyebabkan individu menjadi lupa. Misalnya seseorang yang mengalami katatonik tidak mengkomunikasikan sesuatu saat ditanya, mungkin lupa, mungkin kehilangan beberapa informasi mengenai masa lalunya.
Amnesia psikogenik paling sering terjadi setelah peristiwa traumatis, seperti perang atau kekerasan seksual. Amnesia pada kejadian yang spesifik mungkin terjadi karena individa ada dalam stimulasi yang tinggi selama kejadian sehingga mereka tidak mensandikan (encode) dan menyimapan (store) informasi selama periode kejadian dan kemudian mereka tidak dapat memanggil/mendapatkan kembali informasi tersebut dikemudian hari.
Pandangan-Pandangan Teoritis
Gangguan disosiatif merupakan fenomena yang sangat mengagumkan dan menarik. Bagaimana perasaan seseorang akan identitas dirinya bisa menjadi sangat terdistorsi hingga orang tersebut membangun kepribadian ganda pada Gangguan Identitas Disosiatif, kehilangan banyak potongan dari ingatan pribadi pada Amnesia Disosiatif, atau membentuk sebuah identitas baru fugue.
Dengan memperhatikan gangguan disosiatif, para ahli percaya bahwa trauma aktual, bukan yang diimajinasikan merupakan sumber symptom amnesia, fugue dan kepribadian ganda. Rendahnya perasaan efikasi diri, kurangnya asertivitas dan gagasan yang salah tentang diri dapat menjadi factor yang berkontribusi terhadap gangguan somatoform dan disosiatif. Sama halnya dengan keyakinan yang salah mengenai diri dan peran diri dalam penhalaman trauma masa lalu tampaknya menjadi factor kognitif yang penting dalam gangguan disosiatif. Menambah komponen psikologis tersebut adalah factor biologis yang berkontribusi terhadap kerentanan individu dalam mengembangkan pikiran yang maladaptive ini atau kerentanan terhadap trauma. Metode kognitif perilaku dalam meningkatkan perasaan efikasi diri pada individu, asertivitas dan kesadaran akan disfungsi pola piker juga digabungkan dalam suatu pendekatan treatmen yang integral.
Berikut ini pandangan teori-teori psikologi dan lainnya mengenai gangguan Amnesia Disosiatif.
1.Pandangan Psikodinamika
Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau mengisosiasi alam sadar seseorang dari kesadaran akan pengalaman yang traumatis. Gangguan disosiatif melibatkan pengguna represi secara besar – besaran yang menghasilkan terpisahnya impuls yang tidak dapat diterima dan ingatan yang menyakitkan dari ingatan seseorang. Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego melindungi dirinya sendiri dari kebanjiran kecemasan dengan mengeluarkan ingatan yang menggangu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat seksual atau agresif
2.Pandangan Kognitif & Budaya
Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan pleh pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah– masalah tersebut secara negatif dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau dengan memindahkan perasaan bersalah atau malu.
3.Perspektif Biopsikososial
Gangguan-gangguan yang melibatkan disosiasi dianggap sebagai neurosis daripada psikosis. Orang dengan gangguan ini mengalami konflik atau trauma selama hidup mereka dan keadaan-keadaan tersebut menciptakan reaksi emosi yang sangat kuat, sehungga mereka tidak dapat mengintegrasikannya kedalam memory, kepribadian dan konsep diri. Symptom-simptom somatic dan disosiaai ada bukan kehilangan kontak dengan realitas, tetapi perpindahan emosi-emosi ini menjadi kondisi yang kurang menyakitkan untuk diketahui daripada konflik asli atau trauma.
Treatment Amnesia Disosiatif
Gangguan disosiatif merupakan produk akhir dari pengalaman traumatis yang kuat pada masa kanak-kanak, khususnya mencakup penyiksaan atau bentuk lain dari kesalahan penanganan emosi. Walaupun demikian, sebagai tambahan pengalaman kekerasan pasa masa kanak-kanak, beberapa jenis peristiwa traumatis juga dapat menghasilkan pengalaman disosiatif, bebrapa yang bersifat sementara dan beberapa lainnya berakhir dalam jangka waktu yang lama.
Treatment untuk gangguan disosiatif ada bermacam-macam, sebagian besar karena kondisinya juga bervariasi. Tujuan utama dalam memberika treatment terhadap orang dengan symptom-simptom disosiatif adalah dengan membawa kestabilan dan integrasi dalam hidup mereka. Hal yang penting dalam treatment mereka adalah membangun sebuah lingkungan yang aman, jauh dari stressor yang mengancam yang mungkin dapat membangkitkan disosiasi. Pada keamanan dalam konteks treatment, klinisi akan mengenalkan teknik yang menenangkan, beberapa bersifat psikoterapeutik dan yang lain bersifat psikofarmakologis. Beberapa klinisi akan menambah obat dan intervensi, juga dapat membantu meningkatkan kondisi tenang. Obat yang paling umum digunakan adalah sodium pentobarbital dan sodium amobarbital yang memfasilitasi proses wawancara, khususnya pada klien yang mengalami amnesia disosiatif dan fugue disosiatif. Jika amnesianya telah hilang, maka klinisi akan membanti klien menemukan kejadian apa dan factor-faktor apa yang menyebabkan amnesia.
Gangguan disosiatif menyajikan kesempatan unik menghargai kompleksitas pikiran manusia dan variasi cara yang tak biasa ketika beberapa orang merespons pengalaman-pengalaman hidup yang penuh tekanan. Penting untuk mengingat bahwa gangguan amnesia dan fugue sangat jarang terjadi dan sulit untuk diterapi, meskipun penjelasan yang saat ini ada bergantung pada perspektif psikologis.
Berikut ini intervensi yang dapat dilakukan pada penderita gangguan Amnesia Disosiatif:
1.Terapi kognitif
Terapi kognitif mungkin memberi manfaat spesifik untuk individu dengan gangguan trauma. Identifikasi spesifik dari penyimpangan kognitif berdasar pada trauma mungkin memberikan jalan untuk mengingat riwayat hidupnya pada pasien dengan riwayat amnesia. Pasien menjadi mampu untuk memperbaiki penyimpangan kognitif, khususnya arti trauma sebelumnya, mengingat kembali dengan lebih detail kejadian traumatik yang mungkin terjadi.
2.Hipnosis
Hipnosis dapat digunakan sebagai salah satu jalan terapi amnesia disosiatif. Intervensi hipnosis dapat digunakan untuk membatasi, mengatur intensitas gejala; memfasilitasi pengendalian recall; menyediakan dukungan pada pasien.
Contoh Kasus
“Dia dibawa ke ruangan Gawat Darurat Rumah sakit oleh seseorang yang tidak dikenal. Dia pusing dan mengaku bahwa dia tidak mengetahui siapa dia dan dimana ia tinggal, orang yang tidak dikenal itu menemukan dia hanyut dalam stress. Selain kebingungan yang dialaminya, ia tidak tampak telah minum-minum atau menyalahgunakan obat atau bahwa amnesianya ditimbulkan oleh trauma fisik. Setelah dirawat di rumah sakit beberapa hari, dia terbangun dalam keadaan distress. Memorinya telah kembali. Namanya Rutger dan ia ada urusan penting yang harus dihadiri. Ia ingin tahu kenapa ia dimasukkan ke rumah sakit dan menuntut untuk pergi. Saat mas uk perawatan, Rutger tampak mengalami amnesia menyeluruh: Ia tidak dapat mengingat identitasnya atau peristiwa-peristiwa pribadi dalam kehidupannya. Namun sekarang ia meminta untuk keluar, itu berarti Rutger menunjukkan amnesia terlokalisasi untuk periode antara masuk ke ruang gawat darurat hingga pagi di mana ia mendapatkan kembali ingatannya akan peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Rutger memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum ia masuk ke rumah sakit yang dikonfirmasikan oleh polisi. Pada hari dimulainya amnesia itu, Rutger telah membunuh seorang pejalan kaki dengan mobilnya. Ada saksi-saksi mata, dan polisi telah mengemukakan pendapat bahwa Rutger-mesikpun hancur secara emosional- tidak bersalah dalam kecelakaan itu. Namun demikian, Rutger diminta untuk mengisi laporan kecelakaan dan datang untuk pemeriksaan. Masih tercengang, Rutger mengisi formulir di rumah temannya. Ia secara tidak sengaja meninggalkan dompet dan kartu identitasnya di sana. Setelah memasukkan formulir di kotak surat, Rutger menjadi bingung dan kehilangan ingatannya.
MeskiRutger tidak bertanggungjawab atas kecelakaan itu, ia merasa tidak enak dengan kematian korban. Amnesianya kemungkinan terkait dengan perasaan bersalah, stres, karena kecelakaan itu dan memikirkan akan pemeriksaan.”
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Gerrald C, Dkk. (2006) Psikologi Abnormal, Edisi ke-9, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nolen, Susan; Hoeksema. (2007) Abnormal Psychology, Fourth Edition, New York: McGraw-Hill.
Nefid, Jeferey S; Rathus, Spencer A; Greene, Beverly. (2000) Abnormal Psychology in a Changing World, New Jersey: Rentice Hall
Halgin, P, Richard; Whitbourne, Krauss, Susan. (2009) Abnormal Psychology Clinical Perspective on Psychological Disorder. 6th Edition, New York : Mc.Graw Hill
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H