Hari Raya China (Imlek) kurang 40 hari lagi. Dan Imlek mendatang adalah yang ke-5 kalinya aku nikmati di Taiwan. Pertama datang, aku tinggal di Changwa (Taiwan bagian tengah). Hidup di kampung yang mayoritas penduduknya petani. Dua setengah tahun di sana, akhirnya harus pindah karena pasien meninggal. Dan mendapat job di Nantao. Nantao daerah perbukitan, masyarakatnya pun banyak yang berkebun, bertani.
Pindah dari satu tempat ke tempat lain, aku amati kebiasaan petani Taiwan hampir sama semua. Menjelang pergantian musim dingin antara bulan September / Oktober, adalah masa peralihan jenis tanaman yang di tanam. Ada beberapa jenis tanaman yang ditanam melihat musimnya.
Seperti halnya bossku yang pekerjaannya bertani. Hanya 2 macam tanaman yang di tanam selama ini. Di musim panas dia menanam gambas Taiwan. Di musim dingin labu berkulit hijau (labu Jepang: katanya).
Kebiasaan menarik yang kuperhatikan  pada saat masuk musim dingin adalah ada petani yang membiarkan lahannya tidak produktif hingga habis Imlek, baru mereka mulai tanam kembali. Tetapi mereka juga tidak menganggur, tetap menanam aneka macam sayur mayur di sebidang tanah dari bagian sawah tersebut, bahkan tanah sawah yang kosong biasa mereka sebari bibit sayur, tetapi bukan untuk dijual.
Dari aneka sawi, kubis, brokoli hijau dan putih, seledri, lobak, wortel, daun bawang, bawang putih dan masih banyak lagi macamnya. Cara uniknya lagi, mereka tidak menanam dalam satu kali waktu tanam. Antara tanaman satu dengan yang lain ada sela waktu. Kenapa? Kata mereka, "Biar waktu petiknya bisa beruntun, tidak habis dalam satu waktu."
Di saat Imlek, biasanya sayur-sayur itu sudah bisa dipetik. Kebutuhan akan sayuran tidak perlu lagi mengeluarkan uang, memetik di kebun atau sawah sendiri dan lebih fresh. Bahkan sayur mayur itu juga untuk oleh-oleh sanak keluarga dari kota yang berdatangan saat Imlek.Â
Wahhh... menarik juga ternyata cara mereka untuk ditiru.
Yahh... kenapa tidak. Sesuatu yang baik dan berguna patut untuk dipelajari.
Â
Salam
BMI , be Smart.