Mohon tunggu...
Yulius Dalangapa
Yulius Dalangapa Mohon Tunggu... Guru - DN

Suka jalan, suka ngajar, suka apalagi...?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesona Seribu Senyum di Nusa Bunga, Flores (Part 1)

21 September 2016   15:19 Diperbarui: 21 September 2016   15:27 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengunjungi Flores adalah impian saya setelah menyelesaikan kuliah di Bogor dan beberapa tugas negara di Depok. Dan impian ini semakin mantap di bulan-bulan terakhir sebelum saya mengikuti ceremoni wisuda di kampus tercinta. Kenapa setelah pemindahan tali toga baru berkunjung ke sana? Alasan utamanya adalah sebagai bentuk hadiah dari dan untuk diri sendiri atas perjuangan selama 5 semester di Kampus Hijau. Perencanaan demi perencanaan saya susun. 

Membaca blog dan terkadang saya kepoin media sosial mereka yang menyebut dirinya traveller, backpaker atau sejenisnya, tentu semuanya itu untuk menambah sedikit gambaran tentang Flores. Apa cukup persiapannya hanya seperti itu? ... tentu nggalah, biaya termasuk hal utama yang perlu saya persiapkan. Mulai nabung, lah dari mana duitnya? Muter otak dong ... kerja kiri kerja kanan, ngeles eh maksudnya ngeprivat dari rumah ke rumah, ngebimbel dari kota ke kota. Semua itu saya lakukan demi terisinya pundi-pundi liburan yang masih kosong.

17 Juli ’16. Hore..Akhirnya.... Saat yang dinantikanpun tiba. Pesawat kecil Susi Air milik ibu Menteri membawa saya terbang ke Flores. Gunung dan Laut menanti kedatangan saya, hujan di bandara H. Hasan Aroeboesman Ende seperti siraman kembang menyambut orang penting di pintu masuk Flores lalu mengiringi langkah saya menuju ruang tunggu bandara. Yah .... Petualangan baru dimulai di sini. List-list liburan mulai disusun, kemana aja neh? Ngunjungin yang dekat-dekat dulu deh, di sekitaran kota Ende.

Taman Perenungan dan Rumah Pengasingan Bung Karno serta Museum Tenun Ikat, ini wajib banget. Tenang aja, jarak ketiga tempat ini dekatan kok, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Di sini saya diajak untuk melihat masa-masa sebelum kemerdekaan bangsa kita dan apa yang dialami “Sang Proklamator”, dibuang di daerah yang jauh dari keramaian dengan tujuan agar Bung Karno tidak memengaruhi banyak orang melawan Penjajah, mungkin seperti itu yang ada dibenak mereka saat memilih Flores menjadi tempat pengasingan Bung Karno. 

Tapi, tidak demikian kenyataannya dengan apa yang mereka “para penjajah” pikirkan. “BUNG KARNO, di sini bertunas, menguntjup-mengembang, rentjana-siasat merebut Kemerdekaan, Kedaulatan, Persatuan Indonesia Raja”. Demikianlah sebuah tulisan klasik pada bingkai di salah satu sudut rumah pengasingannya di Ende. Sebuah taman yang sepi nan luas adalah tempat favorit Bung Karno merenung dan menatap masa depan bangsa Indonesia. Di bawah rindangnya 5 cabang pohon sukun, Pancasila tercipta. 

Intinya tempat ini keren. Dan kebahagiaan yang luar biasa bagi masyarakat NTT, khususnya Ende, karena pada ajang Anugerah Pesona Indonesia tahun ini, Situs Bung Karno berhasil meraih juara I untuk kategori Most Popular Historical Site. Keren kan? Apa masih mau di rumah saja? Flores wajib dijelajahi kawan!

Beranjak dari Ende, kota tetangga memanggil untuk dipijak oleh kedua kaki bertahi lalat ini, yang terkadang saya berpikir tahi lalat yang ada di kaki kanan saya ini memberi sedikit sumbangsih hobi jalan-jalan. Ah itu tak ada penjelasan ilmiahnya hubungan tahi lalat dengan perilaku. Kota tetangga? BAJAWA... yah Bajawa target berikutnya. Apa saja di sana? 

Target saya saat itu: Kampung Adat Bena, Gunung Inerie, Pemandian Air Panas Soa, dan Kemah Tabor Mataloko. Masuk kota ini, kembali membawa angan tentang suasana puncak Bogor yg biasanya saya kunjungi kalo lagi penat-penatnya kuliah. Kota Bajawa ini sejuk, dingin, saya menggigil selama perjalanan, mengendarai motor sendiri, menembus subuh sehingga bisa sampai di sana lebih awal. Di pertigaan jalan kota Bajawa-Ruteng, saya mengontak salah satu teman saya yang sudah lebih dulu di kota ini karna panggilan kerja. 

Dialah yg akan menjadi “guide” tanpa dibayar, guide sukarela untuk berkeliling dan berjelajah. Dalam perjalanan menuju kampung Adat Bena saya terpesona dengan kebun kopi yang tumbuh di kiri dan kanan jalan. Baru tau saya kalo kopi yang matang di pohon itu warnanya merah, bukan hitam...sedikit tersipu maluh. Ahhh.. buah kopi di sini lebat, masih kecil-kecil sudah berbuah banyak. Tidak hanya kebun kopi, aroma kopi dari dapur masyarakat menjadikan perjalanan saya begitu indah. 

Terkadang, saya meminta teman menghentikan kendaraan, untuk apa? Hanya untuk menghirup wanginya biji kopi yang sementara digoreng mama-mama Bajawa. #koplak #pecanduKopiPemula. Perjalanan berkelok tajam, menurun drastis dilewati hati-hati dan sedikit parno jg dengan medan seperti ini, tapi semuanya terbayar lunas bahkan lebih saat kaki berpijak di dalam kampung Adat Bena. Terima kasih Tuhan alam dan kampung ini begitu indah. Mengetik kalimat ini saya sedikit merinding. Rumah adat yg berjejer rapi, rapi sekali, batuan megalitikum yang tertancap kokoh, sambutan hangat matahari dengan awan yang rapi di langit biru. 

Di samping kanan, nampak puncak runcing piramid Inerie, berjalan ke depan lg pemandangan jurang dan bukit yang saat itu di lopo ujung kampung ini sedang ditunggui seorang bapak tuna netra sambil bermain suling bambu. Lagunya bisa direquest loh, siang itu saya minta bapak ini memainkan musik yg lirik lagunya “semua kembang ikut bernyanyi, gembira hatiku... dst..kalo kalian tau, nyanyikan saja kawan. Di “teras” rumah adat, mama-mama yang mayoritas sudah beruban sedang asyik menggerakkan alat tenunnya, anak-anak ada yang sedang menendang bola, sebagian lagi sedang asyik menjemur kemiri, bapak-bapaknya? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun