Mohon tunggu...
Yulius Solakhomi Wau
Yulius Solakhomi Wau Mohon Tunggu... Guru - Gratias Deo

Catholic Religion Teacher and Pastoral Ministry Agent

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagi Viral 3 orang Siswa SD Berprestasi Diusir dari Sekolah

28 Oktober 2024   10:20 Diperbarui: 28 Oktober 2024   10:21 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah tiga siswa SD berprestasi yang diusir dari sekolah di Banten karena orang tua mereka tidak sanggup membayar tunggakan SPP sebesar Rp. 42 juta menggugah hati dan menjadi tamparan bagi sistem pendidikan kita. Di tengah harapan bahwa sekolah adalah tempat yang memberikan ruang bagi setiap anak untuk berkembang, kejadian ini justru memperlihatkan bahwa pendidikan masih menjadi "barang mewah" bagi sebagian orang.

Menurut Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (bukan 1994), setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Hak ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh negara dan menunjukkan komitmen untuk menyediakan akses pendidikan bagi semua warga negara tanpa diskriminasi. Ketentuan ini mengamanatkan agar negara hadir untuk menjamin setiap individu, terlepas dari kondisi ekonomi atau sosial, dapat mengakses pendidikan yang layak.

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang esensial bagi pengembangan diri dan potensi setiap individu. Sebagai fondasi dalam membangun masyarakat yang maju dan beradab, pendidikan seharusnya tidak hanya menjadi privilese bagi mereka yang mampu, tetapi hak universal bagi semua. Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan, tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, maupun geografis.

Prinsip kesetaraan dalam pendidikan menciptakan masyarakat yang adil, di mana setiap individu memiliki peluang untuk berkembang dan berkontribusi pada kesejahteraan kolektif. Dengan demikian, pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bukan hanya tujuan, melainkan kewajiban kita bersama untuk diwujudkan.

Namun, kenyataan menunjukkan adanya kontradiksi yang mencolok antara prinsip ini dan praktik yang terjadi di lapangan. Ketidakmampuan ekonomi seharusnya tidak menjadi alasan untuk mencabut hak pendidikan anak, terlebih bagi mereka yang telah menunjukkan prestasi dan potensi yang luar biasa.

Kejadian ini mencerminkan ketidakselarasan antara nilai-nilai pendidikan yang seharusnya inklusif dan praktik administratif yang sering kali berorientasi pada keuntungan finansial. Tindakan pengusiran tersebut bukan hanya melanggar hak anak untuk mendapatkan pendidikan, tetapi juga menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita cenderung menganaktirikan mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi rendah. Dalam socio-cultural context, pendidikan seharusnya menjadi alat untuk memberdayakan dan mengangkat derajat setiap individu, bukan sebaliknya.

Dalam dunia yang semakin kompleks ini, pendidikan seharusnya berfungsi sebagai social equalizer, yang mampu meruntuhkan tembok-tembok ketidakadilan sosial. Namun, tindakan pengusiran ini justru mempertegas eksklusi dan diskriminasi, yang menghalangi anak-anak berprestasi untuk mencapai potensi maksimal mereka. Di sinilah letak tanggung jawab kita sebagai masyarakat untuk berjuang demi keadilan pendidikan. Kita perlu menciptakan lingkungan di mana setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.

Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan akses yang setara dalam pendidikan. Kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif harus diprioritaskan, dengan menyediakan dukungan finansial dan beasiswa bagi siswa yang membutuhkan. Equity in education harus menjadi fokus utama dalam upaya menciptakan sistem pendidikan yang adil dan berkeadilan.

Selain itu, masyarakat juga perlu terlibat aktif dalam mendorong perubahan. Solidaritas sosial, penggalangan dana, dan bantuan beasiswa adalah beberapa langkah konkret yang dapat diambil untuk mendukung siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kita harus bersama-sama mendorong perubahan paradigma dalam pendidikan, agar pendidikan tidak dipandang sebagai komoditas, tetapi sebagai hak yang harus dipenuhi.

Dalam konteks ini, mari kita bersatu untuk meneriakkan keadilan. Tindakan pengusiran tiga siswa berprestasi ini adalah panggilan bagi kita semua untuk menegakkan hak asasi manusia, untuk memastikan bahwa pendidikan adalah untuk semua, tanpa terkecuali. Keadilan pendidikan adalah sebuah komitmen bersama yang harus diwujudkan demi masa depan bangsa yang lebih baik. Mari kita perjuangkan hak anak-anak ini, dan pastikan tidak ada lagi yang terpinggirkan dalam perjalanan menuju pendidikan yang adil dan berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun