Mohon tunggu...
Yulinda Reni
Yulinda Reni Mohon Tunggu... Lainnya - Wawasan Opini Warta (WOW)

Laman ini berisi sebuah informasi dan gagasan-gagasan dari penulis mengenai masalah aktual yang sedang terjadi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar Jarak Jauh dan Ketimpangan Akses Pendidikan

11 November 2020   14:13 Diperbarui: 11 November 2020   14:19 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejak awal Maret tahun 2020, Indonesia sedang mengalami pandemic virus Corona/ Covid-19. Hal ini berakibat dihampir seluruh bidang kehidupan masyarakat Indonesia bahkan di dunia. Semua pola interaksi yang tadinya normal, berubah menjadi new normal (normal baru). Salah satunya pada bidang pendidikan. Mau tidak mau, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) harus dilakukan sebagai upaya untuk memutus penyebaran virus Covid-19. Kebijakan ini, bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19, sama dengan himbauan WHO, bahwa semua masyarakat perlu bekerjasama dalam mencegah dan meminimalkan dampak virus Covid-19. Akan tetapi, kebijakan itu kadang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Inilah yang sering menyebabkan ketimpangan pelajar. 

Merdeka Belajar 

Menurut Nadiem, kata “Merdeka Belajar” paling sesuai digunakan sebagai filosofi perubahan dari proses pembelajaran yang terjadi selama ini. Sebab, dalam “Merdeka Belajar” terdapat kemandirian dan kebebasan bagi lingkungan pendidikan (sekolah) untuk menentukan sendiri langkah terbaik dalam proses pembelajaran.

Memang dalam konteks ini, harapannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dapat digunakan sebagai ajang agar siswa maupun mahasiswa mampu mengeksplorasi kemampuan mereka dalam mengikuti pembelajaran. Apalagi dalam masa pandemic Covid-19 saat ini, sektor pendidikan baik sekolah maupun kampus merupakan salah satu tempat yang dapat memicu timbulnya klaster baru postif Covid-19. Ini didukung oleh penjelasan dari Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim dalam penjelasannya, “Prioritas utama pemerintah adalah untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan keluarga, dan masyarakat secara umum, serta mempertimbangkan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial dalam upaya pemenuhan layanan pendidikan selama pandemic Covid-19”. Walaupun demikian, sebenarnya proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)  ini tidak semudah yang direncanakan. Apalagi, ini merupakan suatu pengalaman yang baru. Sebelum pandemic, pembelajaran dilakukan dalam kelas secara tatap muka. Proses dilalui dengan bimbingan guru atau pun dosen.

Sebenarnya, hal ini memudahkan siswa maupun mahasiswa dalam menangkap materi yang diberikan oleh pengajar. Pembelajaran secara tatap muka juga memberikan dampak yang positif lainnya karena setiap pelajar mampu mengeksplorasi secara langsung pembelajaran yang dilakukan oleh pembelajar dalam sekolah maupun kampus. 

Kembali ke topik awal, ketika pertama kali mendengar kata atau istilah “merdeka belajar” seorang akademisi di salah satu kampus, Yosep Kristanto merasa skreptis. Menurut beliau, cita-cita itu terasa terlalu ambis untuk dicapai mengingat kondisi pendidikan yang beragam. Yosep Kristanto juga mengungkapkan ada dua roh dalam merdeka belajar. Roh yang pertama adalah semangat untuk inovasi. Dengan semangat ini, pendidik dituntut untuk bereksplorasi dan melakukan berbagai macam teori, pendekatan, dan prisnip desain pembelajaran guna menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dan inovatif bagi peserta didik. Oleh sebab itu, pendidik perlu melakukan refleksi secara terus-menerus terhadap praktik pengajarannya, serta menerapkan dan mengembangkan model-model pembelajaran terkini, seperti flipped classroom, blended learning, dan pembelajaran daring.

Selain itu, pengajar juga perlu memaksimalkan telepon pintar yang dimiliki oleh peserta didik, untuk menciptkan pembelajaran inovatif, aktif, dan mendalam. Namun, fakta yang ada ketika di lapangan, tidak semua siswa maupun mahasiswa mampu bereksplorasi secara mandiri untuk mampu mengikuti pembelajaran yang dilakukan secara jarak jauh seperti masa dewasa ini. Cara belajar dan menangkap materi pembelajaran yang beragam, merupakan salah satu tantangan bagi para pendidik saat ini. Hal yang terpenting adalah, pendidik dan peserta didik yang sama-sama harus melek teknologi. Karena sebenarnya banyak sekali media di internet yang dapat digunakan untuk mampu membantu pendidik maupun peserta didik dalam bahu membahu mencoba menyukseskan pembelajaran secara jarak jauh. 

Roh kedua program merdeka belajar adalah budaya belajar. Dalam mempersiapkan pembelajaran yang baik bagi peserta didiknya, pendidik dituntut untuk terus belajar dengan pendidik lainnya. Selanjutnya, pendidik juga tidak boleh takut untuk menjelajah dan bereksperimen dengan metode-metode pembelajaran yang menyukseskan dan telah terbukti efektivitasnya sebagai upaya untuk memperbaiki praktik pengajarannya.

Untuk mewujudkan proses belajar ini, pendidik harus untuk terlibat aktif dalam jejaring profesinya, baik lingkup lokal maupun global, serta selalu memperbarui pengetahuannya terkait hasil-hasil penelitian dalam bidang ilmu pendidikan. Hal ini merupakan upaya yang baik dalam menyukseskan pembelajaran jarak jauh pada masa dewasa ini. Namun, jika hanya pengajar saja yang berusaha memberikan yang terbaik rasanya akan terjadi ketidak seimbangan antara pengajar dan pembelajar. Alangkah baiknya jika proses belajar mengajar sama-sama seimbang, sehingga materi yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik. 

Ketimpangan Akses Pendidikan 

Akibat pandemic Covid-19 proses belajar-mengajar yang terjadi di Indonesia khususnya, harus berubah pola keberlangsungannya. Biasanya, proses belajar mengajar dilakukan secara tatap muka atau di dalam kelas. Karena adanya pandemic Covid-19 ini, pembelajaran harus dilakukan secara daring atau jarak jauh. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya pasien positif Covid-19. Tetapi setiap ada perubahan pasti ada dampak yang mengikutinya.

Kondisi saat ini sangat dilematis bagi para guru. Pasalnya selain kesiapan yang matang, tidak semua murid memiliki alat untuk melangsungkan pembelajaran jarak jauh. Diberitakan Portal.Jember edisi 25-07-2020 dimana peserta didik bernama Dimas tetap bersemangat belajar dan berangkat ke sekolah karena tidak memiliki telepon pintar atau gawai. Setiap hari Dimas berangkat dari rumahnya yang berada di Desa Pantiharjo, Kecamatan Kaliori, Jawa Tengah, dengan diantar ibunya. “Barangkali, bagi keluarganya, beras jauh lebih dibutuhkan daripada ponsel pintar dan kuota internet,” kata Kepala SMPN 1 Rembang Isti Chomawati. Sedangkan pemerintah selalu memastikan keberlangsungan pendidikan harus terus berjalan sesuai dengan waktu yang ditentukan. 

Tidak hanya itu, ada beberapa alasan lain yang dapat menyebabkan ketimpangan pembelajaran jarak jauh pada masa dewasa ini. Berdasarkan berita Pijar News, disebutkan di salah satu kampung Todang Ili Gai, Desa Hokor, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikkam Provinsi NTT merupakan salah satu wilayah yang terisolir dari berbagai akses kehidupan saat ini.

Untuk menuju kampung Todang Ili Gai, harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer dengan jalan setapak yang berbukit. Dilihat dari masalah di atas, terlihat sekali bahwa pada kenyataannya, tidak semua daerah siap untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pada masa dewasa ini, akses internet adalah hal yang sangat penting untuk tercapainya tujuan pembelajaran.  Ibaratnya, sebaik-baiknya pendidik dalam menjelaskan materi secara jarak jauh, jika akses internetnya tidak stabil hal yang akan disampaikan pasti tidak akan bisa diterima oleh peserta didik dengan atau secara maksimal. 

Riset terbaru dari inovasi, terhadap 300 orang tua siswa sekolah dasar di kabupaten dan kota di provinsi NTT, NTB, Kaltara, dan Jawa Timur menginformasikan ketimpangan tersebut. Sebelum ada putusan resmi Mendikbud, 76% orang tua murid telah mulai menerapkan kebijakan belajar dari rumah. Namun, kenyataannya hanya 28% anak yang sanggup belajar menggunakan media daring untuk belajar maupun menggunakan aplikasi belajar daring. Problem dalam pembelajaran secara daring, adalah siswa tidak mempunyai gawai atau tidak memiliki paket data internet. Fakta lain adanya ketimpangan pendidikan ini didapat data Kemendikbud pada April 2020, dimana ditunjukan ada sekitar 40.779 atau sekitar 18% sekolah dasar dan menengah tidak ada akses internet dan 7.552 atau sekitar 3% sekolah belum terpasang listrik 

Kondisi inilah yang dapat menghambat keberlangsungan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pada akhirnya, guru atau pengajarlah yang tetap harus terjun ke lapangan atau sering disebut dengan ambil bola secara satu persatu. Memang keadaan seperti ini tidak mudah. Namun, kembali lagi peran guru yang mencerdaskan. Kadang berita-berita di televisi maupun internet yang selalu memberitakan berita yang baik-baik saja, seperti siap lakukan pembelajaran jarak jauh, dan lain-lain padahal fakta di lapangan sangat bertolak belakang. Memang tidak semua wilayah seperti yang sudah dipaparkan di atas, namun dengan ini kita jadi semakin tau bahwa sistem pendidikan di Indonesia belum semuanya siap melakukan pembelajaran secara daring. Peran pemerintah saat ini sangat diperlukan agar setiap peserta didik atau siswa mempunyai hak bersekolah dengan lancar seperti teman-temannya yang lain yang tinggal di daerah lebih maju. 

Pada masa new normal seperti ini, ide baru dalam mereformasi pendidikan adalah suatu hal yang mutlak diperlukan. Inovasi diperlukan untuk mampu dilaksanakan ketika pemerintah secara maksimal melibatkan segala macam komponen masyarakat, seperti komunitas pendidikan, lembaga-lembaga swasta yang aktif dalam penyadaran literasi masyarakat dan tak kalah penting adalah peranan media khususnya stasiun televisi (TV). Maka dari itu, pada masa dewasa ini civil society menjadi suatu hal yang sangat diperlukan. Jika hanya menggantungkan pemerintah dan guru atau pendidik untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan dalam kondisi seperti ini, sama saja menggantungkan harapan yang semu. Sebab, masalah pendidikan di Indonesia selalu didorong oleh kekuatan organisasi masyarakat (civil society).

Peran mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama di tengah-tengah situasi yang mengekang seperti saat ini, diperlukan kekuatan extradiornary dari berbagai macam elemen masyarakat. Kita juga perlu memastikan jangan sampai hanya karena akses pendidikan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) seperti ini para siswa harus berhenti belajar apalagi sampai putus sekolah, semoga kekhawatiran ini tidak terjadi.

Akhirnya, demikianlah sedikit gagasan penulis berkaitan dengan pembelajaran dan ketimpangan akses pendidikan. Merdeka belajar dalam masa pandemic yang merupakan filosofi perubahan dari metode pembelajaran yang terjadi selama ini. Sebab, dalam “Merdeka Belajar” terdapat kemandirian dan kemerdekaan bagi lingkungan pendidikan untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran. Tetapi setiap ada perubahan pasti ada dampak yang mengikutinya.

Kondisi saat ini sangat dilematis bagi para guru. Pasalnya selain kesiapan yang matang, tidak semua murid memiliki alat untuk melangsungkan pembelajaran jarak jauh. Hal inilah yang mampu menimbulkan ketimpangan dalam akses pendidikan. Karena tidak semua anak atau siswa masuk dalam kategori peserta didik yang siap melangsungkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Dari semuanya, penting dan mendasar untuk senantiasa diingat pesan dari seorang akademisi Yosep Dwi Kristanto, bukankah memang dibutuhkan program pendidikan yang ambisius agar peserta didik dapat mempersiapkan masa depan di dunia yang serba berubah ini? Sekian. 

Selalu Sehat dan Selalu  Bersemangat! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun