Mohon tunggu...
Yulinda Lestari
Yulinda Lestari Mohon Tunggu... -

Seorang peneliti kecil yang selalu menikmati hidup dan berusaha untuk tetap ikhlas dan bersyukur. Selalu percaya pada Allah bahwa semua yang diciptakanNya pasti memiliki peran dan manfaat ^_^ Blog lainnya: www.yulindalestari.blogspot.com dan www.yulindalestari.tumblr.com Sharing yuuk

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang yang Beragama Adalah Orang yang Lalai??

16 September 2010   04:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_259216" align="alignleft" width="300" caption="lanank69.multiply.com"][/caption]

Agama itu mengayomi, menenangkan dan menentramkan hanya untuk orang-orang yang mau mempelajari dan menjalankannya dengan BAIK dan BENAR (K.H. Ahmad Dahlan)

Agama merupakan pedoman setiap manusia dalam menjalankan kehidupan di Dunia ini. Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitarnya. Ketika kita memilih satu pedoman hidup maka bukan hanya keyakinan yang tak berdasar yang dijadikan sebagai prinsip tapi harus benar-benar mendalami dan mempelajari pedoman tersebut agar tidak salah kaprah. Mempertanyakan akidah adalah wajib hukumnya agar pondasi keimanan dibangun kokoh berdasarkan kesaksian akal dan hati kita bukan karena kesaksian yang diwakilkan kepada orang-orang yang kita anggap "wah". Setelah kesaksian akan Tuhan dan Pembawa Wahyu Tuhan terselesaikan maka barulah boleh beranjak pada Syariah/aturan dari pedoman hidup tersebut yang jika memang ilmu kita tidak sampai untuk mengcover semuanya maka kita boleh merujuk pada satu pakar yang kita yakin BENAR. Realitasnya sekarang adalah orang-orang banyak yang berlaku seperti Tuhan. Senang menghakimi dan seolah mendatangkan adzab bagi orang lain hanya karena tidak sependapat atau tidak "seiman". Kasus perhelatan antar agama sedang marak akhir-akhir ini, seperti sudah mengikuti skenario pembalasan demi pembalasan datang silih berganti dari masing-masing pihak yang berbeda agama. Dilihat pada era saat ini, yang setiap sendi kehidupan dipenuhi oleh berbagai kepentingan maka tak salahlah jika kita lebih ekstra waspada. Pintar pintar melihat dan membaca setiap keadaan. Indonesia yang merupakan negara majemuk, dengan perbedaan-perbedaan yang beragam maka tak pelik sering timbulnya bentrokan. Semboyan dan simbol negara seakan tak berarti lagi karena dipenuhi oleh hawa nafsu yang terkuasai oleh setan. Dalam keadaan emosi maka hawa nafsu cenderung mudah untuk dimasuki dan kemudian digoda setan yang membuat orang menjadi berlaku seperti binatang karena tak lagi mengindahkan akal pikiran serta hati nuraninya. Dari kedua agama yang terbesar di Dunia yaitu Islam dan Nasrani (Kristen) kita melihat banyak contoh kebiadaban masing-masing dari para umatnya (pengikutnya). Alasan utamanya sebenarnya sederhana "solidaritas sesama saudara (karena seiman dan seagama berarti saudara)". Solidaritas yang seperti apa sih yang dibenarkan? Ketika alasan sederhana diimplementasikan sehingga ujung-ujungnya berdampak complicated. Dampak tersebut bukan hanya berakibat pada "musuh" tapi "saudara" sendiri pun tak sedikit yang menjadi korban. Untuk apa beragama jika dalih "loyal" dan "solid" itu berbuah kerusakan, sehingga pantas kan jika dikatakan "Orang yang beragama itu adalah orang yang lalai". Hakikat agama sebagai pedoman dan penuntun pada kebaikan dan kebenaran menjadi tercemar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, oknum-oknum yang merasa seperti Tuhan dan paling benar. Keadaan yang seperti ini bukan tidak mungkin akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang memang memiliki kepentingan dari situasi ini untuk tujuan pribadi. Atau bahkan keadaan ini memang diciptakan oleh orang-orang itu. Marilah berpikir karena agama itu sendiri mengajarkan kita untuk terus berpikir dan menggali. Tak Malukah kita ketika dilihat oleh orang-orang yang tidak beragama saat berbuat kerusakan. Padahal perdebatan kita pada mereka bahwa agama merupakan aspek penentu dalam indikasi tingkatan tertinggi suatu peradaban, Kok malah yang kita buktikan pada mereka sebaliknya layaknya kelakuan zaman Jahiliyah atau zaman purbakala ketika tidak ada aturan dalam tatanan kehidupan. "Setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa-apa yang telah dilakukannya, apa-apa yang telah diketahuinya, dan apa-apa yang telah dimilikinya". Sebagai orang beragama kita meyakini bahwa akan ada kehidupan setelah mati maka apa yang akan kita bawa kesana jika selama kita beragama hanya kelalaian saja yang kita lakukan. Pelajari apa yang bisa dipelajari, Perbaiki apa yang bisa diperbaiki, dan ingatkan apa yang bisa diingatkan. Salam Kompasiana ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun